Tak Ada Diskriminasi Pajak bagi Perempuan Menikah dan Bekerja, Yuk Cek Faktanya

Oleh: (Noor Rizky Firdhausy), pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Pembicaraan mengenai perbedaan gender merupakan pembahasan panjang yang tampak tidak ada ujungnya. Banyak negara mengalami permasalahan terkait perbedaan perlakuan terhadap dan hak bagi laki-laki dan perempuan. Indonesia tidak menjadi pengecualian. Terdapat berbagai pandangan mengenai fenomena ini, terutama yang dipengaruhi oleh latar belakang masyarakat yang berbeda-beda.
Diskriminasi pajak bagi wanita di tempat kerja menjadi topik yang mudah ditemukan. Ketika dicari pada mesin pencarian daring dengan kata kunci “diskriminasi pajak perempuan menikah”, dengan mudah dapat ditemukan berbagai berita atau artikel, bahkan sampai dengan berita yang terbit lebih dari 10 tahun lalu. Yang terbaru diterbitkan pada Agustus 2025, di mana diskriminasi pajak perempuan setelah menikah menjadi salah satu tuntutan buruh dalam demonstrasi di Kantor Gubernur Jawa Timur.
“Harus” Dibedakan, Bukan Diskriminasi
Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 101/PMK.010/2016 Tahun 2016 tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak, Penghasilan Tidak Kena Pajak (PMK 101/2016), penghasilan tidak kena pajak (PTKP) bagi orang pribadi adalah sebesar Rp54 juta. PTKP ini berlaku bagi orang pribadi, baik laki-laki maupun perempuan.
Perbedaan akan terjadi ketika orang pribadi tersebut menikah. Pada saat laki-laki menikah, akan terdapat tambahan PTKP sebesar Rp4,5 juta. Selain itu, tambahan PTKP juga akan diperoleh apabila ada anggota keluarga sedarah atau semenda dalam garis keturunan lurus (termasuk anak angkat) yang menjadi tanggungan penuh. Besaran tambahannya adalah sebesar Rp4,5 juta untuk setiap tanggungan, maksimal 3 orang. Dengan demikian, apabila laki-laki menikah dengan 2 orang anak, maka besaran PTKP-nya adalah Rp67,5 juta.
Perlakuan PTKP ini berbeda dengan wanita setelah menikah. Wanita menikah akan tetap mendapat PTKP sebesar Rp54 juta. Alasan dari perlakuan ini adalah status kawin serta anak akan ditanggung oleh suami. Hal ini sejalan dengan prinsip di mana perpajakan Indonesia menganggap keluarga merupakan sebuah satu kesatuan ekonomis dalam menjalankan kewajiban perpajakan.
Apabila wanita menikah yang bekerja menuntut perlakuan PTKP yang sama dengan laki-laki menikah di tempat kerjanya, akan terdapat kemungkinan terjadinya penanggungan ganda. Dalam kasus ini, status kawin dan anak akan ditanggung oleh suami sekaligus istri. Hal ini akan menimbulkan penambahan PTKP sebanyak dua kali.
Pastikan Data Anggota Keluarga telah Terdaftar
Untuk memastikan terpenuhinya hak perpajakan, pendataan anggota keluarga menjadi hal yang penting untuk dilakukan, baik dari sisi suami maupun istri. Suami perlu melakukan pelaporan perubahan status pernikahan serta penambahan anggota keluarga ke pemberi kerja. Selain itu, suami juga harus memastikan bahwa pengenaan PTKP telah sesuai dengan kondisi yang sesungguhnya.
Selanjutnya, hal ini juga perlu dikomunikasikan dengan istri agar dapat memberi kepastian mengenai PTKP yang digunakan untuk pemenuhan kewajiban perpajakan istri. Pasalnya, apabila misalnya istri sudah mengetahui bahwa dirinya serta anak-anak telah menjadi tanggungan suami dalam hal perpajakan, PTKP istri dapat dipastikan hanya sebesar Rp54 juta.
Sebagai informasi tambahan, status PTKP ditentukan saat kondisi pada 1 Januari tahun berjalan. Maka, apabila pernikahan dilangsungkan setelah tanggal 1 Januari tahun berjalan, status PTKP akan berubah pada tahun berikutnya. Begitu pula dengan kelahiran anak, anak yang lahir setelah 1 Januari tahun berjalan dapat menjadi tambahan PTKP untuk tahun berikutnya.
Suami Jadi Tanggungan Istri: Apakah Bisa?
Bagaimanapun juga, aturan yang ditetapkan dengan kondisi yang sesungguhnya merupakan dua hal yang berbeda. Sistem perpajakan di Indonesia yang menganut prinsip bahwa keluarga merupakan satu kesatuan ekonomis mengatur bahwa pelaksanaan pemenuhan kewajiban perpajakan keluarga diwakili oleh suami. Hanya saja, terdapat kemungkinan di mana istri merupakan pencari nafkah dalam keluarga. Kasus ini bisa saja disebabkan oleh kondisi-kondisi tertentu, seperti suami yang sedang menderita penyakit sehingga tidak dapat mencari nafkah.
Untuk kondisi-kondisi tertentu di mana istri menanggung suami dan anggota keluarga lainnya, terdapat fasilitas agar suami dan tanggungan lainnya dapat menjadi penambah PTKP istri. Ketentuan tersebut diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-16/PJ/2016 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi (PER-16/PJ/2016).
Dalam hal kondisi tertetu, Pasal 11 PER-16/PJ/2016 mengatur bahwa wanita bekerja dan telah menikah dapat mendapat PTKP dengan tambahan status kawin dan tanggungan. Untuk dapat menggunakan fasilitas ini, karyawati tersebut perlu menunjukkan surat keterangan tertulis yang menyatakan bahwa suaminya tidak menerima atau memperoleh penghasilan. Surat keterangan ini minimal diterbitkan oleh kecamatan.
Kesimpulan
Berdasarkan ketentuan perpajakan yang berlaku, tidak terdapat diskriminasi perpajakan bagi wanita bekerja yang telah menikah. Bagi para wanita bekerja sejatinya tidak perlu khawatir terhadap besaran PTKP-nya yang sama dengan wanita yang tidak menikah. Pasalnya, suami dari wanita bekerja yang menikah akan mendapat PTKP dengan tambahan status kawin dan tanggungan lainnya. Selain itu, apabila ia memang harus menanggung suami dan anggota keluarga lainnya, ia dapat memperoleh tambahan PTKP dengan syarat melampirkan surat keterangan minimal dari kecamatan.
*)Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.
- 1 kali dilihat