Oleh: Ismi Alifia Prisman, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

 

Selama dua tahun awal bekerja, saya ditempatkan sebagai petugas loket Tempat Pelayanan Terpadu (TPT) di sebuah Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama. Di tempat inilah saya sering bertemu dengan banyak wajib pajak yang silih berganti membawa keperluannya masing-masing dan berharap bisa kami selesaikan segera di hari itu juga. Kemampuan problem solving saya diuji saat sedang berada di TPT. Saya berusaha sebisa mungkin agar wajib pajak pulang setelah permohonannya selesai. Jikalau tidak selesai di hari yang bersangkutan, saya akan membantu mencarikan solusinya dengan tetap mengacu pada prosedur operasional baku serta ketentuan yang berlaku.

Suatu hari, saya menerima wajib pajak yang mengeluhkan tidak dapat membuat faktur pajak di laman e-faktur. Setelah diteliti lebih lanjut, diketahui bahwa atas wajib pajak tersebut sudah berstatus Pengusaha Kena Pajak (PKP) cukup lama, tetapi tidak pernah menunaikan kewajibannya untuk melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa Pajak Pertambahan Nilai (PPN) tiap bulannya sejak dikukuhkan sebagai PKP. Saya lalu melakukan konfirmasi ke Account Representative yang mengampu wajib pajak di loket saya, dan ternyata atas wajib pajak tersebut telah diberi tindakan suspend (penonaktifan) akun PKP.

Ketika wajib pajak mengajukan permohonan pengukuhan PKP, atas permohonan pengukuhan PKP wajib diberikan keputusan setelah melakukan penelitian administrasi atas pemenuhan kelengkapan dan kesesuaian dokumen paling lambat satu hari kerja setelah Bukti Penerimaan Surat (BPS) diterbitkan. Setelah dikukuhkan sebagai PKP, tentu ada kewajiban yang otomatis melekat pada wajib pajak, tidak hanya berkaitan dengan penghitungan dan pembayaran, tetapi juga termasuk pelaporan pajak yang memiliki tenggat waktu paling lambat akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak. Terdapat pengenaan sanksi denda bagi pengusaha kena pajak yang tidak melaporkan SPT Masa PPN yaitu sebesar Rp500.000 per masa yang terlambat atau tidak dilaporkan SPT masanya. Jumlah tersebut tentu saja cukup besar apabila kita akumulasikan. Berdasarkan kondisi langsung di lapangan, rupanya masih banyak jumlah wajib pajak yang alpa tidak melaporkan SPT masa PPN sehingga memiliki rentetan tunggakan pajak berupa sanksi denda yang diterbitkan KPP berupa Surat Tagihan Pajak.

Oleh karena itu, sebagai upaya untuk meningkatkan kepatuhan pengusaha kena pajak, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengatur ketentuan agar dapat menonaktifkan sementara (suspend) akun PKP. Suspend PKP merupakan suatu keadaan di mana sertifikat elektronik yang dimiliki oleh PKP dinonaktifkan untuk sementara waktu secara jabatan, yang menyebabkan PKP tidak dapat menerbitkan faktur pajak atau bukti pungutan pajak. Beberapa kriteria yang menjadi dasar penonaktifan sementara akun PKP, di antaranya sebagai berikut:

  1. PKP yang tidak menyampaikan SPT Masa PPN untuk tiga masa pajak berturut-turut;
  2. PKP yang tidak menyampaikan SPT Masa PPN untuk enam masa pajak dalam periode 12 bulan;
  3. PKP menyampaikan dokumen yang disyaratkan dalam permohonan pengukuhan PKP, namun tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan/atau dokumen dipalsukan; atau
  4. PKP yang terindikasi menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak pengukuhan PKP.

Solusi Buka Suspend

Surat pemberitahuan penonaktifan sementara akun pengusaha kena pajak akan disampaikan ke alamat wajib pajak. Dalam surat tersebut dijelaskan bahwa pengusaha kena pajak diberi kesempatan untuk melakukan klarifikasi atas penonaktifan sementara akun PKP pada KPP tempat PKP tersebut dikukuhkan. Jangka waktu penyampaian klarifikasi yang diberikan adalah satu bulan sejak tanggal surat penonaktifan sementara disampaikan.

Pengusaha kena pajak dapat menyampaikan dokumen klarifikasi langsung ke loket TPT atau via pos untuk kemudian ditindaklanjuti oleh petugas terkait. Dokumen klarifikasi dari wajib pajak akan menjadi dasar penelitian untuk mencabut status suspend wajib pajak agar sertifikat elektronik dapat kembali digunakan. Dokumen klarifikasi yang dilampirkan bisa berupa surat pernyataan bahwa usaha wajib pajak masih berjalan dan membutuhkan sertifikat elektronik untuk menerbitkan faktur pajak serta pembuatan nota kesepahaman/komitmen untuk rutin melapor SPT masa PPN. Adapun syarat dokumen klarifikasi lainnya dapat dikonsultasikan lebih lanjut dengan Account Representative yang mengampu wajib pajak tersebut.

Apabila dalam kurun waktu satu bulan wajib pajak tersebut tidak menyampaikan klarifikasi, status PKP akan dicabut secara jabatan.

Aturan Terbaru

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 164 Tahun 2023 tentang Tata Cara Pengenaan Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu dan Kewajiban Pelaporan Usaha untuk Dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, mengatur bahwa saat terbit Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (SPPKP) tidak sama dengan saat dimulainya kewajiban dan hak sebagai PKP. Pada aturan terbaru, wajib pajak dapat menyampaikan pemberitahuan mengenai masa pajak untuk mulai memungut, menyetor, dan melaporkan PPN atau Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) sekaligus saat wajib pajak mengajukan permohonan pengukuhan PKP.

 

*) Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.

Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.