Siap Terima THR? Begini Cara Hitung Pajaknya

Oleh: Yolanda Permata Yanra, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Tunjangan Hari Raya (THR) menjadi momen yang dinanti banyak pekerja setiap tahun. Menjelang perayaan hari besar keagamaan, perusahaan wajib memberikan THR kepada pegawai sesuai ketentuan yang berlaku. Mengacu pada Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-16/PJ/2016 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi, THR termasuk ke dalam kategori penghasilan tidak tetap yang menjadi objek pajak penghasilan (PPh) Pasal 21. Tahun ini, pemberian THR kembali mengikuti peraturan perpajakan terbaru yang diatur dalam Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri Keuangan. Lantas, bagaimana cara menghitung pajak THR yang harus dipotong?
Pajak THR Mengacu pada Tarif Efektif Rata-rata
Pemotongan pajak penghasilan (PPh 21) atas THR tidak sembarangan, melainkan harus mengikuti skema tarif pajak progresif. Dengan diberlakukannya tarif efektif rata-rata (TER) berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 168 Tahun 2023 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa atau Kegiatan Orang Pribadi (PMK 168/2023, perhitungan pajak THR kini lebih terstruktur dan memudahkan para pekerja.
THR sendiri dikategorikan sebagai penghasilan tambahan yang bersifat tidak rutin, sehingga pemotongannya mengacu pada tarif PPh 21 yang berbeda dari penghasilan bulanan teratur yang diterima oleh pegawai tetap. Sistem ini bertujuan untuk memberikan simplifikasi penghitungan pajak dalam satu bulan tertentu.
Mengapa Perhitungan Pajak THR Menggunakan TER?
Sebelumnya, pajak atas THR dihitung dengan metode penghasilan bruto yang dikumulatifkan dan dikenai tarif progresif. Namun, metode ini sering kali menimbulkan ketimpangan karena THR yang diterima dalam satu bulan bisa meningkatkan penghasilan kena pajak secara signifikan. Dengan adanya skema TER, pajak yang dikenakan lebih merata dan mencerminkan penghasilan tahunan sesungguhnya.
TER dihitung berdasarkan penghasilan tahunan pegawai, sehingga pajak yang dipotong atas THR menjadi lebih proporsional dibandingkan metode sebelumnya. Regulasi terbaru ini juga memastikan bahwa pekerja dengan penghasilan lebih rendah tidak terbebani pajak yang terlalu besar hanya karena adanya tambahan THR.
Dasar Hukum Pemotongan Pajak THR
Regulasi mengenai pemotongan pajak THR berlandaskan pada beberapa aturan berikut:
- Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2023 tentang Tarif Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan Wajib Pajak Orang Pribadi (PP 58/2023)
- PMK 168/2023
Pemberlakuan TER bertujuan untuk memberikan keadilan bagi wajib pajak dengan menyesuaikan beban pajak berdasarkan penghasilan tahunan yang sebenarnya. Dengan sistem ini, pegawai tidak perlu khawatir mengalami pemotongan pajak berlebihan akibat menerima THR dalam satu bulan tertentu.
Cara Menghitung Pajak THR
Untuk memahami cara perhitungan pajak THR dengan metode TER, mari kita simulasikan dengan contoh konkret. Misalnya, Tuan A dengan gaji bulanan Rp5 juta menerima THR sebesar satu kali gaji pada bulan Maret 2025. Tuan A berstatus menikah dan belum memiliki tanggungan. Maka, langkah-langkah penghitungannya sebagai berikut:
- Tentukan Kategori Tarif Efektif Bulanan
Berdasarkan PP 58/2023, Tuan A masuk ke dalam TER Bulanan Kategori A karena memiliki PTKP K/0.
- Terapkan Tarif Efektif Rata-rata
Berdasarkan tarif TER Bulanan kategori A:
Tuan A memiliki total penghasilan sebesar Rp10 juta. Penghasilan Rp9.650.001 s.d. Rp10.050.000 dikenakan tarif efektif sebesar 2%.
- Potongan Pajak THR
Jika TER Tuan A sebesar 2%, maka pajak atas gaji dan THR di Bulan Maret 2025 adalah 2% x Rp10 juta = Rp200 ribu. Pajak sebesar Rp200 ribu akan langsung dipotong dari gaji dan THR yang diterima di bulan Maret, sehingga Tuan A akan memperoleh penghasilan bersih sebesar Rp9.800.000
Di akhir tahun, akan diperhitungkan kembali penghasilan yang diperoleh Tuan A selama tahun 2025 dengan menggunakan tarif progresif pasal 17 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh) sebagaimana beberapa kali telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Perlukah Karyawan Melaporkan THR dalam SPT?
THR yang diterima pegawai secara otomatis sudah dipotong pajaknya oleh pemberi kerja melalui mekanisme pemotongan PPh 21. Namun, bagi wajib pajak yang memiliki penghasilan tambahan lain atau penghasilan yang berasal lebih dari satu pemberi kerja, tetap diwajibkan melaporkan seluruh penghasilan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan.
Pegawai perlu memastikan bahwa penghasilan yang dilaporkan dalam SPT sesuai dengan Bukti Potong 1721-A1 yang diberikan perusahaan atau Bukti Potong 1721-A2 bagi ASN/TNI/Polri. Dengan demikian, tidak terjadi selisih antara penghasilan yang diterima dengan pajak yang telah dipotong.
Kesimpulan
Pemotongan pajak atas THR kini mengikuti metode TER yang lebih adil dan mencerminkan penghasilan tahunan secara proporsional. Dengan sistem ini, beban pajak menjadi lebih ringan dan tidak memberatkan pegawai hanya karena adanya tambahan penghasilan dalam satu bulan. Dengan memahami cara perhitungan pajak THR, pegawai dapat memperkirakan jumlah penghasilan bersih yang akan diterima dan memastikan kepatuhan dalam pelaporan pajak tahunan. Jadi, saat THR cair, tak ada lagi kebingungan soal potongan pajak yang harus dibayar.
Selamat menikmati THR dan tetap patuhi kewajiban perpajakan Anda, ya.
*)Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.
- 14440 kali dilihat