Oleh: Sarah Faizatun Nisa`, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Layanan Pinjol (Pinjaman Online) atau yang sering disebut dengan istilah Fintech Peer to Peer (P2P) Lending atau Fintech Lending merupakan suatu fasilitas atau cara meminjam uang berbasis daring.

Berbeda dengan pengajuan pinjaman secara luring melalui lembaga resmi atau konvensional seperti bank, koperasi maupun jasa kredit lainnya, pinjol konon dapat dilakukan dengan lebih mudah dan sangat cepat dikarenakan peminjam tidak perlu menggunakan agunan dan tidak ada proses survei oleh pemberi pinjaman serta hanya menggunakan akses internet. Bahkan ada yang prosesnya kurang dari 24 jam hingga dana tersebut dapat cair kepada peminjam. Hal ini dapat membantu para pengusaha kecil atau UMKM yang membutuhkan modal untuk mengembangkan bisnisnya. Selain itu, Fintech P2P juga dapat memberikan pinjaman dana pendidikan dan kesehatan sesuai standar kebutuhan masing-masing.

Perusahaan Fintech P2P Lending di Indonesia sendiri berkembang cukup pesat. Aplikasi yang ditawarkan pun cukup beragam seperti KoinWorks, Modalku, Akseleran, dan lain sebagainya. Namun apabila masyarakat ingin menggunakan layanan P2P Lending, pastikan perusahaan fintech tersebut telah terdaftar/memiliki izin di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) karena dengan begitu proses bisnis dan kredit telah diverifikasi dan mendapat pengawasan langsung dari OJK. Dengan itu masyarakat tidak perlu khawatir terhadap legalitas dan keamanan P2P Lending agar tidak disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.

Peer to peer lending juga tersedia dalam bentuk konvensional maupun syariah. Perbedaan pada basis syariah yaitu penggunaan akadnya yang telah disepakati bersama pada awal transaksi. Selain itu tidak ada bunga yang memberatkan yang diganti dengan bagi hasil dan risiko yang ditanggung oleh masing-masing pihak.

Lalu, bagaimana perlakuan pajak yang dapat dipungut dari platform fintech sendiri? Mulai tanggal 1 Mei 2022, pemerintah resmi memungut pajak melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 69/PMK.03/2022 tentang Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai Atas Penyelenggaraan Teknologi Finansial yang diterbitkan dan ditetapkan pada tanggal 30 Maret 2022.

Salah satu poin penting yang diatur dalam PMK tersebut yaitu penghasilan bunga yang diterima atau diperoleh pemberi pinjaman melalui penyelenggara layanan pinjam meminjam dapat dikenakan potongan Pajak Penghasilan Pasal 23 atau Pasal 26. Tarif pemotongannya sendiri apabila dikenakan PPh Pasal 23 yaitu sebesar 15% dari jumlah bruto atas bunga atau PPh Pasal 26 sebesar 20% dari jumlah bruto atas bunga atau sesuai ketentuan dalam persetujuan penghindaran pajak berganda apabila wajib pajak adalah Subjek Pajak Luar Negeri selain bentuk usaha tetap.

Selain itu, layanan pinjam meminjam juga dapat dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) karena terdapat penyerahan Jasa Kena Pajak yaitu jasa penempatan dana, pemberian pinjaman, atau pembiayaan kepada penerima pinjaman melalui sarana yang disediakan oleh perusahaan fintech dengan Dasar Pengenaan Pajak berupa penggantian yaitu sebesar fee, komisi, atau imbalan lainnya dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diterima oleh Pengguna Layanan Pinjam Meminjam.

Berikut adalah contoh perhitungan PPh Pasal 23 dan PPh Pasal 26.

PT Q  mengajukan pinjaman sebesar Rp100 juta melalui PT R yang merupakan perusahaan fintech dan telah memiliki izin di OJK.

Pinjaman PT Q dibiayai oleh PT S sebesar Rp30 juta dan A Inc. (Perusahaan Amerika) sebesar Rp70 juta. Sementara pinjaman tersebut harus dilunasi dalam jangka waktu 36 bulan. Bunga yang wajib dibayarkan oleh PT Q setiap bulannya yaitu Rp2 juta atau sebesar 2% dari total pinjaman yang diajukan.

PT R mengenakan biaya administrasi sebesar Rp2 juta kepada penerima pinjaman (PT Q) dan sebesar 0,1% dari jumlah bunga pinjaman yang dibayarkan kepada pemberi pinjaman (PT S dan A Inc.)

  1. PT Q tidak melakukan pemotongan Pajak Penghasilan atas pembayaran bunga pinjaman kepada PT S dan A Inc. yang dibayarkan melalui PT R.
  2. Besaran bunga yang dibayarkan kepada PT S dan A Inc. Melalui PT R:
  1. PT S : (30.000.000/100.000.000) x Rp2.000.000 = Rp600.000,00
  2. A Inc. : (70.000.000/100.000.000) x Rp2.000.000 = Rp1.400.000,00
  1. PT R wajib melakukan pemotongan atas pembayaran bunga pinjaman yaitu sebesar:
  1. PPh Pasal 23 kepada PT S : 15% x 600.000 = Rp90.000,00
  2. PPh Pasal 26 kepada A Inc. : 20% x 1.400.000 = Rp280.000,00
  1. Dalam hal PT S memberikan pinjaman melalui PT R kepada peminjam lainnya selain PT Q, PT R dapat membuat satu bukti potong atas nama PT S untuk seluruh penghasilan bunga yang diterima PT S dalam satu masa pajak yang sama. Demikian juga berlaku kepada A Inc.
  2. Atas penghasilan biaya administrasi yang diterima PT R dari PT Q, PT S, dan A Inc. tidak dikenakan pemotongan Pajak Penghasilan namun tetap wajib dilaporkan dalam SPT Tahunan PT R.

 

Demikianlah contoh perhitungan pemotongan PPh Pasal 23 atau PPh Pasal 26 bagi penerima penghasilan atau bisa disebut sebagai pihak kreditur yang memberi pinjaman melalui perusahaan Fintech P2P Lending. Diharapkan dengan berlakunya PMK 69/PMK.03/2022 ini, pihak peminjam, pemberi pinjaman, maupun perusahaan fintech dapat melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya dengan benar.

*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi penulis bekerja