Oleh: Zidni Hudan Said Purnomo, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Perpajakan adalah instrumen vital bagi negara dalam menjalankan fungsi-fungsi pelayanan dan pembangunan. Melalui pajak, negara mengumpulkan dana yang digunakan untuk menyediakan infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan berbagai kebutuhan publik lainnya. Namun, sistem perpajakan bukan hanya sekadar soal pungutan. Di balik kewajiban finansial yang dibebankan kepada masyarakat, ada prinsip fundamental yang harus dijunjung tinggi, yaitu kesetaraan dan transparansi antara otoritas pajak dan wajib pajak. Untuk itulah piagam wajib pajak atau yang juga disebut taxpayers’ charter hadir sebagai manifestasi dari hubungan yang berkeadilan dan terbuka antara kedua belah pihak.

Piagam wajib pajak merupakan dokumen resmi yang menyatakan hak dan kewajiban wajib pajak secara eksplisit, sekaligus mencerminkan komitmen otoritas pajak untuk bersikap adil, transparan, dan profesional. Piagam ini bukan hanya sekadar janji atau pernyataan normatif, melainkan juga landasan etis dan operasional dalam praktik perpajakan sehari-hari. Di Indonesia, piagam wajib pajak menjadi bagian penting dalam reformasi administrasi pajak yang tengah berlangsung, terutama dalam rangka memperkuat kepercayaan publik dan meningkatkan kepatuhan sukarela.

Kesetaraan

Direktorat Jenderal Pajak baru merilis Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-13/PJ/2025 tentang Piagam Wajib Pajak (Taxpayers’ Charter). Salah satu dimensi terpenting dari piagam ini adalah penekanan pada prinsip kesetaraan. Selama ini, relasi antara wajib pajak dan otoritas pajak cenderung dipahami secara hierarkis. Lembaga fiskus dengan wewenangnya yang luas untuk melakukan pemeriksaan, penetapan, dan penagihan, sering kali mendapati tudingan sebagai pihak yang lebih dominan.

Relasi yang tak seimbang dapat menimbulkan ketimpangan dalam relasi hukum dan sosial, yang pada akhirnya menciptakan jarak dan kecurigaan dari pihak wajib pajak terhadap otoritas pajak. Padahal dalam negara hukum, hubungan antara warga negara dan institusi negara harus dilandasi oleh asas keadilan dan kesetaraan. Piagam wajib pajak berupaya mengoreksi persepsi dan praktik tersebut dengan menegaskan bahwa wajib pajak memiliki hak yang sama pentingnya dengan kewajiban mereka.

Kesetaraan yang dimaksud bukanlah kesamaan dalam peran, melainkan dalam perlakuan dan penghormatan terhadap hak-hak dasar. Setiap wajib pajak berhak mendapatkan perlakuan yang adil, tidak diskriminatif, dan bebas dari intimidasi. Wajib pajak juga berhak memperoleh informasi yang benar, jelas, dan mudah dipahami mengenai segala hal yang menyangkut kewajiban perpajakan.

Di sisi lain, otoritas pajak berkewajiban untuk tidak semata-mata menekankan aspek kepatuhan formal, tetapi juga menjamin adanya ruang dialog dan upaya penyelesaian sengketa yang objektif dan tidak memihak, sesuai ketentuan. Dengan begitu, kesetaraan dalam relasi pajak tidak hanya menjadi idealisme, melainkan diwujudkan dalam kebijakan dan tindakan nyata.

Transparansi

Selain kesetaraan, transparansi merupakan pilar lain yang ditekankan dalam piagam wajib pajak. Transparansi menjadi prasyarat penting untuk membangun kepercayaan antara masyarakat dan negara. Dalam konteks perpajakan, transparansi berarti bahwa setiap proses dan keputusan yang diambil oleh otoritas pajak harus dapat dijelaskan secara terbuka dan akuntabel. Informasi tentang ketentuan, perhitungan, prosedur administrasi, hingga hak atas pengaduan dan keberatan harus dapat diakses oleh semua wajib pajak tanpa diskriminasi.

Transparansi bukan hanya soal penyediaan informasi, melainkan juga berkaitan erat dengan cara informasi itu dikomunikasikan. Sering kali, jargon teknis atau ketentuan pajak yang tampak rumit menjadi penghalang utama bagi masyarakat dalam memahami hak dan kewajibannya. Oleh karena itu, otoritas pajak dituntut untuk menyederhanakan bahasa hukum dan memberikan edukasi yang berkelanjutan kepada masyarakat, agar pemahaman terhadap perpajakan tidak hanya menjadi milik segelintir ahli atau konsultan, tetapi juga menjadi pengetahuan bersama.

Lebih jauh lagi, transparansi juga mencakup perlindungan data pribadi dan kerahasiaan informasi wajib pajak. Dalam era digital seperti sekarang, ketika pelaporan dan administrasi pajak sebagian besar dilakukan secara daring, isu keamanan data menjadi sangat relevan. Piagam wajib pajak menegaskan bahwa informasi yang disampaikan oleh wajib pajak tidak boleh disalahgunakan atau dibocorkan, dan hanya digunakan untuk keperluan perpajakan yang sah.

Manfaat Strategis

Keberadaan piagam wajib pajak membawa berbagai manfaat strategis. Di antaranya adalah meningkatnya kepercayaan masyarakat terhadap sistem pajak, yang pada akhirnya berdampak positif terhadap tingkat kepatuhan sukarela. Ketika masyarakat merasa bahwa sistem ini adil, terbuka, dan berpihak pada kepentingan bersama, wajib pajak akan lebih termotivasi untuk melaksanakan kewajiban pajaknya tanpa paksaan.

Piagam ini juga mendorong transformasi kelembagaan dalam tubuh otoritas pajak, dari lembaga yang bersifat menekan menjadi institusi yang melayani. Dalam jangka panjang, hal ini akan memperkuat legitimasi negara dalam melakukan pungutan pajak.

Meski demikian, implementasi Piagam Wajib Pajak tidak luput dari tantangan. Di lapangan, masih sering ditemui ketimpangan dalam pelayanan, praktik penyalahgunaan wewenang oleh oknum, serta kurangnya pemahaman masyarakat mengenai isi piagam itu sendiri. Untuk itu, perlu upaya konkret dari berbagai pihak, baik pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, akademisi, maupun pelaku usaha, untuk menjadikan piagam ini sebagai instrumen hidup yang benar-benar dijalankan, tidak sekadar dipajang di dinding kantor pajak.

Pada akhirnya, piagam wajib pajak merupakan fondasi penting dalam membangun sistem perpajakan yang berkeadilan, setara, dan transparan. Ia mencerminkan perubahan paradigma terkait cara negara memperlakukan warganya dalam hal kewajiban fiskal. Bukan lagi relasi satu arah antara pemungut dan pembayar, melainkan hubungan timbal balik yang saling menghormati. Dengan menjalankan nilai-nilai yang terkandung dalam piagam ini, Indonesia dapat bergerak menuju sistem pajak yang bukan hanya kuat dalam penerimaan, melainkan juga kokoh dalam prinsip keadilan sosial.

 

*)Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.

Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.