Perseroan Perorangan, apa Itu?

Oleh: Ismi Alifia Prisman, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk mendongkrak perekonomian negara sekaligus menjaga stabilitas ekonomi pascapandemi Covid-19 adalah dengan mendukung tumbuhnya Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Definisi UMKM diatur dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UU UMKM) sebagaimana beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (UU Ciptaker). Dalam beleid tersebut, UMKM terbagi menjadi Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha Menengah. Pembagian jenis-jenis usaha dalam akronim UMKM ini berdasarkan kriteria yang telah disebutkan dalam Pasal 6. Berikut penjelasannya;
- Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan atau badan usaha perorangan yang memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp50.000.000 dan hasil penjualan tahunan paling banyak Rp300.000.000.
- Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif milik orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan menengah atau besar dengan kekayaan bersih paling banyak Rp50.000.000 s.d. Rp500.000.000 dan hasil penjualan tahunan paling banyak Rp300.000.000 s.d. Rp2.500.000.000.
- Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif milik orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan kecil atau besar dengan kekayaan bersih paling banyak Rp500.000.000 s.d. Rp10.000.000.000 dan hasil penjualan tahunan paling banyak Rp2.500.000.000 s.d. Rp50.000.000.000.
Berdasarkan data dari Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, terdapat 64,2 juta unit UMKM di Indonesia pada tahun 2021. Hal ini membuktikan bahwa UMKM memegang peranan besar untuk bangkit dari resesi selama fase Covid-19 berlangsung. Pada saat itu masyarakat diimbau untuk menjaga jarak dan berimbas pada gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) banyak pegawai. Imbasnya, daya beli masyarakat menurun di berbagai sektor. Usaha mikro dengan kriteria omzet maksimal dua miliar rupiah per tahunnya mencapai 63.955.369 unit pada 2021 atau berkontribusi 99,62% dari total unit usaha di Indonesia. Sementara itu, jumlah usaha kecil dengan kriteria omzet dua hingga 15 miliar rupiah per tahun hanya terdapat 193.959 unit dan menyumbang 0,3% dari jumlah UMKM. Sedangkan usaha menengah dengan kriteria omzet 15-50 miliar rupiah per tahun jumlahnya 44.728 unit atau setara 0,07%. Berkembangnya UMKM diharapkan akan kembali menyerap tenaga kerja yang sempat dirumahkan, meningkatkan angka perputaran modal di Indonesia, membuka kesempatan dalam lapangan pekerjaan, serta berkontribusi terhadap capaian indikator Produk Domestik Bruto (PDB).
Badan Hukum Baru
Konsep bentuk badan hukum baru yaitu Perseroan Perorangan mulai diperkenalkan melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Pasal 153A ayat 1 tentang Cipta Kerja --yang belakangan diubah dengan UU 6/2023. Perbedaan antara perseroan perorangan dan perseroan terbatas adalah perseroan perorangan memberikan perlindungan hukum yang jelas melalui pemisahan kekayaan pribadi dan perusahaan dalam bentuk pernyataan modal. Perseroan perorangan mulai diluncurkan oleh Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia per Oktober 2021 pada pelaku UMKM untuk mendirikan badan usaha sendiri tanpa partner dengan biaya murah.
Tujuan dibentuknya perseroan perorangan adalah untuk merealisasikan peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha di Indonesia. Seringkali para pelaku UMKM tidak mengurus legalitas usahanya lantaran persyaratan pendirian badan usaha yang dianggap terlalu rumit. Legalitas usaha atau izin usaha merupakan suatu unsur penting dalam menunjukkan identitas diri sehingga mampu diterima masyarakat sekaligus bentuk pengakuan dari negara terhadap suatu usaha yang nantinya dapat digunakan untuk bekerjasama dengan berbagai pihak, termasuk mendapat bantuan modal dari pemerintah. Selain itu, legalitas suatu produk juga dapat meningkatkan kepercayaan publik untuk membeli barang produksi dari UMKM tersebut.
Jika pembuatan badan usaha seperti Perseroan Terbatas (PT) membutuhkan akta notaris untuk pendiriannya, perseroan perorangan cukup menyertakan pernyataan pendirian perorangan saja. Calon pendaftar dalam hal ini pelaku UMKM dapat langsung mengakses laman AHU secara daring melalui www.ahu.go.id untuk mendaftarkan akun sebelum melakukan registrasi perseroan perorangan. Sebagai syarat administrasi, pelaku UMKM perlu menyiapkan dokumen Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) pendiri usaha yang nantinya akan diunggah pada proses pendaftaran. Untuk satu kali pendaftaran, pelaku UMKM akan dipungut biaya Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp50.000. Seiring berjalannnya usaha, apabila perseroan perorangan tersebut mengalami pertambahan nilai omzet dan kepemilikan modal, sehingga tidak lagi memenuhi syarat untuk menjadi perseroan perorangan, pelaku UMKM harus mengubah status badan usahanya menjadi perseroan terbatas.
Cermati Aspek Pajaknya
Ditinjau dari aspek perpajakan, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah mengakomodasi perkembangan ketentuan soal perseroan perorangan ini, dengan menerbitkan surat edaran ihwal pendaftaran dan pemberian NPWP serta pengenaan pajak penghasilan bagi perseroan perorangan. Surat Edaran tersebut memberi pernyataan tegas bahwa perlakuan perseroan perorangan sama seperti wajib pajak badan. Apabila wajib pajak perseroan perorangan tersebut menerima penghasilan dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp4.800.000.000, ia dapat memanfaatkan tarif pajak penghasilan yang bersifat final sebesar 0,5% sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2022 tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan (PP 55/2022), selama jangka waktu empat tahun setelah mengajukan permohonan langsung ke kantor pajak.
Baca juga:
Agar Semakin Paham Ihwal Pajak UMKM
Manfaatkan Fasilitas, UMKM Naik Kelas
Memasuki Tahun Baru, Cermati Batas Waktu Berlakunya Tarif PPh Final UMKM
Jika perseroan perorangan yang bersangkutan memilih untuk dikenai pajak penghasilan berdasarkan tarif umum, maka perseroan perorangan tersebut juga dapat memperoleh fasilitas pengurangan tarif sebagaimana diatur dalam pasal 31E Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh) sebagaimana beberapa kali diubah dengan UU Ciptaker, yang mengatur bahwa wajib pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp50.000.000.000 mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif pajak penghasilan bagi wajib pajak badan yang dikenakan atas penghasilan kena pajak dari peredaran bruto sampai dengan Rp4.800.000.000.
Selain itu, perseroan perorangan juga dapat mengajukan permohonan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP) di kantor pajak di mana ia terdaftar. Pengukuhan PKP ini diikuti dengan kewajiban perseroan perorangan untuk menyetor Pajak Pertambahan Nilai (PPN) apabila ada kurang bayar dan melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) masa PPN tiap bulannya meskipun tidak ada transaksi pada bulan yang bersangkutan.
*) Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.
- 1568 kali dilihat