Perencanaan Yang Baik, Kunci Keberhasilan Kita dan Organisasi

Oleh: Aditya Wibisono, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Benjamin Franklin, salah satu pendiri negara Amerika Serikat pernah berkata, "Jika kamu gagal dalam merencanakan, berarti kamu sendiri yang merencanakan kegagalan itu sendiri"

Apakah pendapatnya benar? Mari kita renungkan sejenak. Sebagai pegawai yang setiap hari datang ke kantor dari pagi sampai sore bahkan malam dan tidak sadar bahwa waktu terus bergulir sampai akhirnya kita akan mutasi, promosi, pensiun dan sebagainya, apakah kita pernah sadar sejauh mana organisasi tempat kita bekerja telah berubah dan beradaptasi dengan keadaan? sebisa apa organisasi kita mencapai tujuan? sebesar apa organisasi memberikan perhatian terhadap pegawai yang menjadi modal utama suatu organisasi agar terus bergerak? Apabila memang ada perubahan, apakah perubahan itu signifikan?

Pernahkah kita merasa bahwa masalah yang timbul dalam organisasi dan dalam pekerjaan kita sehari-hari itu sebagian besar adalah masalah yang sama dan selalu berulang? pernahkan kita mencoba memikirkan bagaimana mencegah masalah yang sama untuk tidak berulang lagi di masa mendatang? Yang paling sederhana, pernahkan kita membuat perencanaan bagi diri kita sendiri dalam pekerjaan kita? Mungkin kita terlalu sibuk untuk memikirkan itu semua karena besarnya load pekerjaan yang harus kita selesaikan dan seakan waktu tidak pernah berpihak untuk memberikan kesempatan seperti itu kepada kita.

Akhirnya kita semua terjebak dalam fenomena business as usual dan bekerja hanya untuk menggugurkan kewajiban. Kata "perencanaan" itu sendiri mungkin kurang familiar bagi kita semua karena kita memang tidak dibiasakan untuk melakukannya. Karena tuntutan pekerjaan dan instruksi yang seringkali mendadak, kita tidak punya waktu untuk melakukan perencanaan dan memang tidak pernah dibiasakan. Yang terjadi adalah result oriented bukan process oriented yang mungkin memang menjadikan suatu instruksi atau pekerjaan selesai dikerjakan namun dengan kualitas yang standar atau "yang penting selesai".

Harus diakui bahwa kegiatan perencanaan walaupun terdengar mudah, pada kenyataannya memang sulit dilakukan. Perencanaan butuh perenungan, imajinasi, data, referensi , pengalaman, masukan dan lain sebagainya. Perencanaan membutuhkan masukan dari atasan, rekan sekerja dan bawahan. Perencanaan juga membutuhkan dukungan dari pihak-pihak terkait yang ingin agar suatu kegiatan dapat terselenggara dengan baik atau dalam konteks yang lebih luas, organisasi bisa mencapai tujuannya.

Pertanyaan selanjutnya, seberapa penting perencanaan itu harus dilakukan dan sejauh apa ruang lingkupnya? Menurut pendapat saya, suatu perencanaan itu harus dilakukan karena kita dan organisasi mempunyai keterbatasan. Sebagai pegawai, tentunya kita punya keterbatasan pengetahuan, keahlian, dan waktu. Untuk para pejabat eselon IV ke atas, termasuk supervisor, tentunya punya keterbatasan sumber daya manusia. Sama halnya dengan organisasi, yang punya keterbatasan sumber daya manusia, anggaran dan kewenangan.

Perencanaan yang baik akan dapat membantu kita dan organisasi untuk mengalokasikan sumber daya yang tersedia dan memanfaatkannya untuk mencapai tujuan. Apabila kita sudah tahu apa keterbatasan kita, akan menjadi lebih mudah bagi kita untuk mencari bantuan dan mencari jalan keluarnya. Apabila kita sudah paham apa yang menjadi permasalahan, kita akan lebih mudah memikirkan alternatif pemecahan permasalahannya. Apabila kita sudah tahu apa yang akan kita tuju dan menyadari keterbatasannya, kita juga akan lebih mudah melakukan mitigasi risikonya apabila tujuan kita tidak tercapai atau apabila ada permasalahan dalam proses pelaksanaan kegiatannya.

Perencanaan yang baik juga tidak hanya sampai ke tahap-tahap pelaksanaan kegiatan, namun yang terpenting adalah mengetahui anggaran yang tersedia. Itulah sebabnya suatu perencanaan butuh perenungan, imajinasi dan perhitungan yang matang. Sebaik apapun perencanaan apabila ternyata tidak dapat dilaksanakan, berarti perencanaan tersebut tidaklah sempurna. Perencanaan yang baik sebaiknya juga terdokumentasi dengan baik sehingga kita bisa selalu menjadikannya acuan dalam pelaksanaan kegiatan, pencapaian tujuan dan pengambilan keputusan.

Perencanaan, suatu kata yang terucap dengan mudah namun pada kenyatannya sulit untuk dilakukan. Namun bukannya tidak mungkin untuk dibiasakan dan dipaksa bisa karena kita dan organisasi sangat memerlukan perencanaan yang baik dan matang agar kita bisa mencapai tujuan yang telah kita tetapkan atau diminta oleh para stakeholders kita. Walaupun banyak pihak berpendapat bahwa apapun yang terjadi, yang penting adalah "hasilnya". Namun apa jadinya kalau ternyata hasilnya tidak sesuai dengan yang kita harapkan atau target yang ditetapkan malah tidak tercapai?

Bagaimana kita bisa menjelaskan ke pemberi perintah atau stakeholders bahwa kita sudah bekerja dengan cermat, mempertimbangkan segala hal namun pada akhirnya target tidak tercapai apabila kita tidak mempunyai dokumentasi perencanaan yang baik? Apa jadinya kalau kita tidak berhasil menciptakan suatu perubahan yang bisa mencegah permasalahan yang sama terulang kembali, namun malah terjebak dalam kegiatan-kegiatan yang rutin, dimana masalah dapat diselesaikan namun hanya sementara karena akan terulang kembali di masa depan? Apakah kita cukup puas dengan sistem kerja sebagai pemadam kebakaran yang datang saat api mulai membakar gedung dan kita padamkan kemudian pekerjaan kita selesai dan terus begitu saja menunggu sampai ada kebakaran lagi yang harus kita tangani? Sudah saatnya kita dan organisasi tempat kita bekerja membuat perencanaan menjadi suatu kebiasaan.

Banyak sekali tools yang bisa kita gunakan dalam memulai suatu perencanaan namun menurut saya, prinsip yang utama adalah "Just do it!" Perencanaan sifatnya bisa dinamis dan disesuaikan dengan keadaan. Yang penting adalah mulai dan mulai dan setelah terbiasa, kita dan organisasi akan bisa memanfaatkan perencanaan tersebut untuk bekerja dengan baik, cermat, mengambil keputusan yang baik dan mencapai target yang telah ditetapkan. Pada akhirnya, kita akan menyadari bahwa apa yang dikatakan Benjamin Franlin di tahun 1700an itu adalah benar, bahwa jika kita gagal merencanakan, berarti kita sendiri yang merencanakan kegagalan itu! (*)

*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi dimana penulis bekerja.