Jumlah kasus tindak pidana di bidang perpajakan yang selesai dilakukan penyidikan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan berkasnya dinyatakan lengkap oleh kejaksaan (P-21) dalam kurun waktu 4 tahun terakhir (2009-2012) terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Total perkiraan kerugian negara mencapai lebih dari 1,13 trilyun rupiah. Selama 4 tahun tersebut, 92 kasus telah dilanjutkan ke tahap penuntutan di pengadilan oleh kejaksaan dan 69 diantaranya telah divonis di pengadilan dengan putusan penjara dan total putusan denda pidana hampir sebesar 4,3 trilyun rupiah. Kasus tindak pidana di bidang perpajakan selama ini didominasi oleh kasus faktur pajak tidak sah (fiktif) dan bendaharawan. Pelaku selama 4 tahun terakhir dilakukan oleh 68 Wajib Pajak Badan, 14 Wajib Pajak Bendaharawan dan 10 orang Wajib Pajak Orang Pribadi.

Kasus tindak pidana di bidang perpajakan yang sangat menonjol adalah kasus pajak Asian Agri dengan total kerugian negara mencapai 1,25 trilyun rupiah. Kasus tersebut telah diputus Majelis Kasasi Mahkamah Agung (MA) dengan putusan 2 tahun penjara dengan masa percobaan 1 tahun serta denda pidana sebesar lebih dari 2,5 trilyun rupiah. Kasus Asian Agri pada awalnya diputus bebas oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan dikuatkan oleh Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta Pusat sebelum akhirnya dibatalkan dengan putusan kasasi MA.

Beberapa kasus besar lain yang telah divonis Pengadilan selama 4 tahun terakhir yaitu kasus Sulasindo Niagatama dengan total kerugian negara lebih dari 27 milyar rupiah dan Sumber Tani Niaga dengan total kerugian negara hampir 77 milyar rupiah. Kasus Sulasindo Niagatama divonis pengadilan 2 tahun penjara dan denda pidana sebesar 336 milyar rupiah. Sedangkan kasus Sumber Tani Niaga divonis pengadilan 2 tahun penjara dan denda pidana sebesar lebih dari 306 milyar rupiah. Pada tahun 2013 diharapkan pengadilan telah memberikan putusan terhadap 32 berkas P-21 kasus tindak pidana perpajakan dari tahun 2010-2012 yang belum divonis.

Optimalisasi penanganan tindak pidana di bidang perpajakan membutuhkan konsistensi dalam penegakan hukum dan kerjasama DJP dengan lembaga penegak hukum di luar DJP. Untuk mencapai kondisi tersebut, selain penetapan rencana strategis yang akan dicapai, DJP telah menandatangani nota kesepahaman (memorandum of understansing) dengan lembaga penegak hukum di luar DJP yaitu Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dan Kejaksaan Agung meliputi kerjasama penyidikan pajak, pengamanan kegiatan dan pelaksanaan tugas DJP, pemanfaatan data dan informasi untuk meningkatkan kepatuhan dan penerimaan pajak, kerjasma dalam proses penindakan dan penuntutan perkara tindak pidana di bidang perpajakan dan kerjasama dalam pelaksanaan tugas di bidang perdata dan tata usaha negara.