Oleh: Ika Hapsari, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Beberapa pekan lalu Youtube mengirimkan surat elektronik (surel) kepada seluruh konten kreator yang memonetisasi akun mereka. Informasi ini dikutip dari laman media sosial Ferry Irwandi, seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) yang merangkap sebagai Youtuber. Monetisasi merupakan gerbang ketika Youtuber mengizinkan adanya iklan atau adsense yang muncul di sela-sela penayangan video mereka, sehingga mereka memperoleh penghasilan atas iklan tersebut.

Surel tersebut setidaknya berisi tiga poin pemberitahuan. Pertama, pemerintah Amerika Serikat meminta Youtube untuk memungut pajak dari kreator asal Amerika maupun non-Amerika. Pajak dipungut atas penghasilan dari setiap Google Adsense yang ditonton oleh penonton dari Amerika. Artinya, apabila ada video Youtuber Indonesia yang ditonton oleh pemirsa dari Amerika, maka penghasilan dari adsense akan dipotong pajak sebesar tarif yang ditetapkan.

Sebaliknya, jika penonton bukan berasal dari Amerika maka tidak akan ada pemotongan atas penghasilan adsense tersebut. Akan tetapi ada implikasi lain yang wajib ditunaikan oleh seluruh Youtuber yang membuka keran adsense pada kontennya. Kewajiban tersebut adalah mengisi tax info atau informasi pajak pada akun adsense mereka. Praktis, Youtuber harus memasukkan tax identification number atau semacam Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Bilamana kewajiban ini alpa dilakukan, maka Youtuber harus bersiap menerima pemotongan penghasilan sebesar 24% dari adsense yang akan mereka terima, meski tidak ada satu pun penonton konten mereka yang berasal dari Amerika. Di akhir rangkumannya Ferry mendorong Youtuber untuk bergegas mendaftarkan diri menjadi wajib pajak.

Sebagaimana diamanatkan oleh undang-undang, sistem pemungutan pajak di Indonesia menganut self-assessment system. Prinsip ini memberi kewenangan bagi wajib pajak untuk mendaftarkan diri, menghitung, membayar, dan melaporkan pajaknya secara mandiri. Aturan lebih lanjut terkait self-assessment system tertuang dalam pasal 12 Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP).

 

Strategi Hindari Pemotongan

Jauh sebelum kebijakan baru Youtube ini muncul, Direktorat Jenderal Pajak selaku otoritas resmi pemungut pajak di Indonesia telah mengajak para kreator konten untuk membayar pajak. Imbauan ini menyeruak pasca “profesi” sebagai seorang kreator konten menjadi viral di kalangan publik dan dinilai menghasilkan pundi-pundi rupiah yang signifikan. Tidak saja dari monetisasi Google Adsense, melainkan juga kerja sama endorsement dari pihak sponsor, atau usaha lainnya. Lantas, apa saja yang harus dilakukan Youtuber yang telah memperoleh penghasilan ini?

  1. Mendaftarkan diri

Dalam hal Youtuber yang kini diwajibkan untuk mengisi tax info belum ber-NPWP, seyogyanya segera mendaftarkan diri untuk menjadi wajib pajak. Bahwa setiap wajib pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan, wajib mendaftarkan diri pada kantor pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan wajib pajak. Metode registrasi dapat dilakukan secara daring melalui kanal e-registration pada laman pajak.go.id. NPWP akan langsung diproses maksimal satu hari kerja setelah seluruh dokumen persyaratan diterima lengkap dan benar. NPWP elektronik secara otomatis akan dikirim pada alamat surel wajib pajak. NPWP fisik akan dikirim melalui pos ke alamat terdaftar paling lambat 30 hari setelahnya. Pascaregistrasi, seluruh pemenuhan kewajiban perpajakan maupun layanan secara digital dapat diakses melalui single login pada laman pajak.go.id.

  1. Menghitung pajak

Merujuk PER-17/PJ/2015, profesi Youtuber ini dikategorikan sebagai pekerjaan bebas yang tercatat dalam Kelompok Lapangan Usaha (KLU) Kegiatan Pekerja Seni dengan kode 90002. Pekerjaan bebas lain yang tergolong dalam KLU kategori ini diantaranya pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak,bintang film, bintang sinetron, bintang iklan,sutradara, kru film, foto model,peragawan/ peragawati, pemain drama, dan penari. Pekerjaan bebas pada KLU ini tidak dapat menggunakan skema PPh final berdasarkan Pasal 2 ayat (3) dan (4) Peraturan Presiden (PP) Nomor 23 tahun 2018. Oleh karenanya pajak dihitung menggunakan tarif pasal 17 Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh) dengan menerapkan skema tarif progresif.

Terdapat dua mekanisme penghitungan untuk memperoleh penghasilan neto fiskal. Pertama, apabila wajib pajak melakukan pembukuan, maka penghasilan neto fiskal diperoleh dari penghasilan bruto dikurangi beban atau biaya yang boleh dikurangkan menurut pajak. Kedua, apabila wajib pajak melakukan pencatatan, maka penghasilan neto fiskal diperoleh dari penghasilan bruto dikalikan dengan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN) yang mengacu pada Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-17/PJ/2015. Kewajiban pembukuan dikecualikan bagi wajib pajak orang pribadi yang melakukan pekerjaan bebas yang berdasarkan pasal 28 ayat (2) UU KUP diperkenankan menggunakan NPPN. Wajib pajak tersebut adalah wajib pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau melakukan pekerjaan bebas dengan penghasilan bruto dalam setahun kurang dari 4,8 miliar rupiah.

Wajib pajak diberikan kesempatan untuk mengangsur PPh pasal 25 setiap bulannya. Besaran angsuran adalah jumlah penghasilan neto fiskal dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) lalu dikalikan dengan tarif PPh pasal 17, kemudian dibagi 12 bulan atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak. Dalam hal wajib pajak orang pribadi baru terdaftar maka besaran angsuran PPh pasal 25 adalah nihil.

  1. Membayar pajak

Pembayaran pajak tidak dilakukan di kantor pajak, melainkan di bank atau kantor pos yang ditunjuk. Adapun pembayaran sendiri dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya setoran tunai pada bank atau kantor pos persepsi, mesin Anjungan Tunai Mandiri (ATM), mesin Electronic Data Capture (EDC), internet banking, mobile banking, bahkan melalui marketplace. Sebelum pembayaran dilakukan, terlebih dahulu wajib pajak diharuskan membuat kode billing secara daring melalui menu e-billing pada laman DJP online. Kanal lain yang dapat dimanfaatkan untuk pembuatan kode billing pajak antara lain bank atau kantor pos persepsi, mesin ATM, laman portal penerimaan negara pada mpn.kemenkeu.go.id, melalui whatsapp atau email resmi KPP terdaftar, Kring Pajak 1500200, serta Application Service Provider (ASP) seperti Online Pajak, Pajakku, SoluTax, dan Jurnal Consulting. Jenis setorannya adalah masa PPh Pasal 25/29 orang pribadi dengan Kode Akun Pajak (KAP) 411125 dan Kode Jenis Pajak (KJP) yang digunakan adalah 100. PPh pasal 25 harus dibayar paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.

  1. Melapor pajak

Berlandaskan Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-9/PMK.03/2018 pasal 10 ayat (3) bahwa wajib pajak yang melakukan pembayaran PPh pasal 25 dan telah mendapatkan validasi dengan nomor transaksi penerimaan negara dianggap telah menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 25 sesuai dengan tanggal validasi. Hal ini berarti wajib pajak cukup melaporkan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi yang jatuh tempo paling lama tiga bulan setelah akhir tahun pajak atau 31 Maret. Pelaporan dapat dilakukan secara daring melalui e-Form pada laman DJP online atau melalui aplikasi e-SPT. Formulir yang digunakan adalah formulir 1770.

Pemenuhan kewajiban perpajakan oleh Youtuber ini tidak saja bertujuan untuk menghindari pemotongan pajak dari pihak Youtube semata. Jauh daripada itu, hal ini merupakan wujud kontribusi para Youtuber dalam mengisi kas penerimaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pajak masih memegang peranan sentral dalam penerimaan APBN. Oleh karenanya, sebagai bagian dari masyarakat yang bekerja dan memperoleh penghasilan di Indonesia, ada baiknya Youtuber dapat memberikan sumbangsih resiprokal kepada bangsa dengan membayar pajak.

*) Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.