Pahlawan Pembangunan VS Relawan Pajak

Oleh: Mochammad Bayu Tjahyono, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Kerjasama harmonis antara pemerintah, rakyat, sektor usaha, dan pihak-pihak terkait berkontribusi positif terhadap target penerimaan pajak sehingga dapat menopang pembangunan. Peran serta Wajib Pajak (WP) sangat menentukan tercapainya target penerimaan pajak. Penerimaan pajak yang optimal dapat dilihat dari berimbangnya tingkat penerimaan pajak aktual dengan penerimaan pajak potensial atau tidak terjadi tax gap. Oleh karena itu, kepatuhan wajib pajak merupakan faktor penting yang mempengaruhi realisasi penerimaan pajak.
Di sisi lain, Direktorat Jenderal Pajak sebagai lembaga pemungut pajak negara harus berbenah dengan memberikan pelayanan yang lebih baik kepada wajib pajak. Perbaikan pelayanan lewat program perubahan (Change Program), penegakan hukum dan pelaksanaan kode etik yang lebih baik harus diprioritaskan agar administrasi perpajakan dapat berjalan secara efektif dan efisien. Oleh karenanya, perlu adanya perubahan paradigma dari pajak sifatnya memaksa, represif, karena negara berhak mengambil apa pun milik masyarakat untuk menyetor pajak menjadi pajak memang kebutuhan dari masyarakat.
Kini, konsep yang lebih bersahabat kepada Wajib Pajak, dengan harapan wajib pajak dan masyarakat akan dengan sukarela untuk membayar pajak atau lebih tepatnya sadar bahwa membayar pajak itu merupakan kebutuhan wajib pajak dan masyarakat harus mulai digaungkan. Perubahan paradigma ini mulai kita gaungkan dengan kegiatan pajak bertutur dan informasi melalui media massa. Dengan ukuran atau penilaian positif terhadap pajak, maka dengan sendirinya akan terjadi keseimbangan antara kepentingan kebutuhan negara dan masyarakat. Perubahaan paradigma soal pajak akan mampu merangkul masyarakat seluas mungkin, sehingga kesadaran masyarakat untuk membayar pajak meningkat, tentu saja dengan tetap mengacu pada koridor hukum dan peraturan yang berlaku.
Prinsip Sukarela Dan Kesadaran
Perubahan paradigma masyarakat terhadap pajak penting dilakukan, karena penerimaan pajak menyumbang hampir 70 persen APBN 2017, sehingga ketergantungan negara kepada rakyatnya sangat tinggi. Karena itu, jika rakyat tidak patuh, terkadang negara sampai bisa memaksa, mulai dari pemeriksaan, penyitaan, pemblokiran rekening, bahkan sampai pencekalan ke luar negeri, hingga penjara badan.
Ketidakpatuhan masyarakat inilah yang harus secara bertahap diubah menjadi kesadaran membayar pajak, sehingga paradigma positif mengenai pungutan pajak otomatis akan meminimalisir tindakan memaksa yang dijalankan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Karena tak bisa dipungkiri pula berbicara penerimaan pajak otomatis hal ini terkait pula dengan target pendapatan pajak yang harus dipenuhi oleh petugas pajak. Oleh karenanya tindakan memaksa tak perlu dilakukan selama masyarakat bisa disadarkan dengan prinsip sukarela dan kesadaran yang semakin tinggi.
Hal ini pulalah yang mengharuskan adanya langkah-langkah agresif, gerakan baru atau inovasi, sehingga target pencapaian pajak tercapai. Upaya pendekatan-pendekatan pajak saat ini seharusnya bisa lebih bersahabat kepada masyarakat dengan tetap berpegangan pada asas hukum yang adil dan tegas. Dimana masyarakat pun harus menyadari, bagi mereka yang memiliki kelebihan pendapatan diatas rata-rata harus membayar pajak lebih tingi, sebaliknya mereka yang belum memiliki kemampuan untuk membayar pajak tentunya tidak bisa dipaksakan untuk membayar pajak kecuali ada jenis-jenis pajak tertentu yang sifatnya pajak objektif seperti Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Sukses atau tidaknya pencapian penerimaan pajak untuk menopang APBN, dimulai dari penerapan teknologi sistem regulasi perpajakan serta kinerja aparat pajak. Namun hal tersebut tidak akan maksimal tanpa ada dukungan dan kemauan dari masyarakat untuk ikut peduli membangun bangsa ini dengan menjadi “pahlawan pembangunan” atau “relawan pajak”.
Kinilah saatnya pengelolahan penerimaan pajak dilakukan melalui reformasi perpajakan yang mencakup reformasi kebijakan dan administrasi. Reformasi administrasi perpajakan dilakukan dengan tujuan meningkatkan kepatuhan sukarela wajib pajak untuk memenuhi wajib pajak, perpajakan melalui modernisasi perpajakan. Saat ini Direktorat Jenderal Pajak sudah memberikan kemudahan dalam pelaporan pajak dengan e-Filling, dan semua informasi perpajakan dapat dilihat di www.pajak.go.id, M Pajak di mobile phone serta kring 500200 untuk memudahkan masyarakat dan wajib pajak mendapat informasi tentang pajak.
Pendekatan utama bisa dilakukan dengan menggelar berbagai program guna menginformasikan segala sesuatu yang up to date mengenai pajak kepada masyarakat. Program sosialisasi yang dijalankan, misalnya melalui kelas pajak, tax center di kampus, pendekatan ke asosiasi, organisasi keagamaan, dan juga sosialisasi di media massa, hingga ke kepala suku dan penguasa adat serta penggalakan program relawan pajak.
Relawan pajak merupakan program yang dibuat untuk mencoba mengajak masyarakat untuk sadar akan pentingnya membayar pajak sekaligus memberikan edukasi kepada masyarakat. Program ini dilakukan dengan mengajak mahasiswa dan civitas akademik untuk bisa menjadi juru bicara pajak serta membantu masyarakat dalam membayar dan melaporkan pajaknya sesuai ketentuan.
Direktorat Jenderal Pajak akan mendidik mahasiswa sehingga mereka mempunyai pemahaman dan pengetahuan pajak yang memadai. Pemahaman dan pengetahuan diperlukan oleh mahasiswa untuk mengedukasi masyarakat, baik itu pelaku usaha kecil maupun besar, mulai dari cara mengisi formulir pelaporan sampai pada pembayaran pajak. Ketika hal ini dilakukan, sudah pasti akan banyak masyarakat yang tertarik untuk mengikuti.
Selanjutnya bisa pula dilakukan dengan pendidikan pajak sejak dini, misalnya dengan melakukan kunjungan pada sekolah-sekolah SMA, SMP dan SD untuk memberikan pengetahuan pajak, arti penting pajak untuk pembangunan serta pajak sebagai sahabat masyarakat. Dengan demikian mereka dapat memberikan informasi kepada orang tua mereka tentang pajak, dari sini perubahan paradigma pajak yang menakutkan akan kita kikis menjadi “pajak adalah kebutuhan hidup”.
Pajak itu bukan hal yang seharusnya ditakuti, karena pembangunan di Indonesia itu biayanya berasal dari pajak, pembangunan jalanan diperbatasan, bendungan, rel kereta api dan pembangunan lainnya semua berasal dari pajak. Membayar pajak berarti anda ikut membangun Indonesia dan anda adalah “Pahlawan Pembangunan”. (*)
*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi dimana penulis bekerja.
- 970 kali dilihat