Oleh: Yacob Yahya, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

 

Jajaran pimpinan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) pekan lalu merapatkan barisan dan berkonsolidasi dalam Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) yang bertajuk “Hattrick Terukir, Coretax Bergulir”. Ini merupakan rapimnas yang ketiga pada tahun 2023. Selain mempererat kesolidan, rapimnas ini juga menjadi kesempatan bagi jajaran pimpinan DJP dalam merumuskan langkah mengamankan target penerimaan tahun ini.

Dua tahun berturut-turut terakhir ini, berkat kontribusi para wajib pajak serta limpahan rida dari-Nya, DJP sukses menembus target penerimaan pajak yang diamanatkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Tahun 2021, DJP meraup realisasi penerimaan pajak Rp1.278,65 triliun atau 103,99% dari target yang dicanangkan. Pada tahun berikutnya, institusi pengelola pajak pusat ini mengulang sukses dengan membukukan realisasi penerimaan pajak Rp1.717,8 triliun atau 115,6% berdasarkan target Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 104 Tahun 2021 tentang Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2022. Pertumbuhan penerimaan pajak jauh melejit pada 2022, yakni 34,3%, sedangkan pada tahun 2021 pertumbuhannya tercatat 19,3%.

Tentu kita ingin mengulangi dan mempertahankan prestasi ini demi menyokong sumber penerimaan negara. Tahun ini, dunia menghadapi tantangan ketidakpastian perekonomian global. Anomali cuaca yang disebabkan El Nino juga berdampak pada hasil panen dan pada gilirannya pasokan pangan dalam negeri. Untuk itulah Kementerian Keuangan selaku pengelola #UangKita merespons situasi tersebut dengan mempersiapkan paket kebijakan demi melindungi daya beli rakyat.

Paket Kebijakan Lindungi Rakyat

Paket tersebut terdiri atas penebalan bantuan sosial, percepatan kredit usaha rakyat, serta sektor perumahan. Penambahan bansos ini dengan menyalurkan 10 kg beras tiap bulan per keluarga, kepada 21,3 juta keluarga target sasaran. Bantuan langsung tunai (BLT) per bulan senilai Rp200.000 siap disalurkan kepada 18,8 juta keluarga. Program weekend banking juga diselenggarakan guna mempercepat penyaluran kredit hingga Rp297 triliun hingga akhir tahun ini. 

Di sektor perumahan, Pemerintah tengah menyiapkan beleid ihwal Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) untuk rumah seharga kurang dari Rp5 miliar. Pemerintah bakal menanggung sampai dengan Rp2 miliar selama 14 bulan, hingga Desember 2024. Skema keringanan tersebut, sebagaimana dijabarkan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartanto, adalah sebagai berikut. Insentif PPN DTP diberikan 100% hingga Juni 2024, dan setelahnya disesuaikan menjadi 50%.

Tersedia pula bantuan biaya administrasi rumah murah bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR), termasuk Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan (BPHTB). Pemerintah akan memberikan bantuan tersebut Rp4 juta kepada setiap penerima insentif. Bantuan Rumah Sejahtera Terpadu (RST) senilai Rp20 juta per rumah untuk 1.800 bangunan juga disiapkan. 

Untuk mengendalikan laju inflasi di berbagai daerah, Kementerian Keuangan juga menggelontorkan insentif fiskal ke berbagai daerah, baik tingkat provinsi maupun tingkat kabupaten/kota. Alokasi stimulan ini mencapai satu triliun rupiah yang disalurkan dalam tiga tahap.

Menunjukkan kepedulian atas krisis kemanusian di Tanah Gaza, serta untuk menegakkan salah satu tujuan Konstitusi yakni melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, Pemerintah telah menyisihkan #UangKita senilai Rp31,9 miliar tahap pertama. Penyaluran tersebut dilakukan melalui Lembaga Dana Kerja Sama Pembangunan Internasional (LDKPI), yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR).

Dukungan Pajak

Dengan meningkatnya kebutuhan belanja negara, tentunya DJP siap memberi andil dengan menerima amanat tambahan target penerimaan pajak pada tahun ini. Bertepatan dengan Hari Pahlawan, pada 10 November 2023, Pemerintah mengundangkan Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 130 Tahun 2022 tentang Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2023. Perpres 75/2023 tersebut mengatur bahwa target penerimaan perpajakan terkerek 4,58% dari target sebelumnya, atau naik sekitar Rp100 triliun.

Dalam mengumpulkan pundi-pundi penerimaan tersebut, para petugas pajak dapat melaksanakan pengawasan atas kepatuhan perpajakan. Kegiatan pengawasan tersebut terdiri atas Pengawasan Pembayaran Masa (PPM), dan Pengawasan Kepatuhan Material (PKM).  

PPM adalah pengawasan terhadap Wajib Pajak atas perilaku pelaporan dan pembayaran masa yang dikaitkan dengan aktivitas ekonomi pada tahun pajak berjalan melalui penelitian kepatuhan formal dan penelitian kepatuhan material atas tahun pajak berjalan. Sedangkan PKM adalah pengawasan terhadap Wajib Pajak atas pelaporan dan pembayaran yang jatuh tempo sebelum tahun pajak berjalan yang dilakukan melalui penelitian kepatuhan formal dan penelitian kepatuhan material. PKM dilakukan sebagai tindak lanjut atas analisis data yang dilakukan dalam rangka kegiatan pengawasan, ekstensifikasi, pemeriksaan pajak, penagihan pajak, ataupun penegakan hukum perpajakan berkaitan dengan tahun pajak sebelum tahun pajak berjalan.

Kegiatan pengawasan ini, agar petugas pajak menjalankan tugas sesuai ketentuan serta terjamin kualitasnya, dikawal oleh Komite Kepatuhan pada tingkat Kantor Pelayanan Pajak (KPP). Komite kepatuhan berfungsi merencanakan, memantau, dan mengevaluasi pelaksanaan peningkatan kepatuhan wajib pajak.

Kenaikan target penerimaan pajak harus selaras dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun 2023 yaitu sebesar 5,1%. Hal ini juga ditetapkan dengan memperhatikan pertumbuhan penerimaan pajak month to month dalam hal realisasi menunjukkan pertumbuhan positif dibandingkan tahun sebelumnya. Pertumbuhan realisasi penerimaan pajak secara kumulatif sampai dengan Triwulan III 2023 masih menunjukkan tren positif yaitu sebesar 5,9%. 

Kendati demikian, penyusunan target tersebut tetap memperhatikan kondisi perekonomian. Target penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) bertambah menjadi Rp1.049,54 triliun, dari sebelumnya Rp935,06 triliun. Mengingat tingkat konsumsi diprediksi menurun, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN dan PPnBM) mengalami pengurangan target, yakni menjadi Rp731,04 triliun dari angka semula Rp742,95 triliun. PPN Dalam Negeri (PPN DN) rupanya tidak dapat tumbuh mengikuti pertumbuhan penerimaan jenis pajak lainnya. PPN DN mulai mengalami kontraksi sejak Juni 2023 dan terus menunjukkan tren perlambatan hingga Oktober 2023. Dan diproyeksikan akan terus melambat hingga akhir tahun 2023. Kontraksi PPN DN ini karena realisasi Kompensasi Bahan Bakar Minyak (BBM) dan Subsidi BBM yang tidak sebesar tahun sebelumnya. 

Target Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang dikelola oleh pemerintah pusat juga menurun menjadi Rp26,87 triliun dari target lama Rp31,31 triliun.

Optimisme merupakan kata yang tepat dalam menyongsong amanat ini. Kinerja penerimaan pajak hingga Triwulan III telah mencapai Rp1.387,8 triliun atau 80,8% dari target lama APBN, alias masih on track. Dengan menengok capaian pertumbuhan ekonomi, realisasi penerimaan pajak akhir tahun diproyeksikan akan mencapai Rp1.818 triliun. Oleh karena itu, guna menjawab tantangan ini, di sisa bulan-bulan akhir tahun ini, kita harus bahu-membahu bekerja keras menyelenggarakan layanan administrasi perpajakan sebaik mungkin. DJP Hattrick, Bisa!

 

*) Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.

Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.