Momentum Hari Kebangkitan Nasional untuk patuh membayar pajak

Oleh: I Dewa Putu Satria Wibawa, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Setiap tanggal 20 Mei, bangsa Indonesia selalu merayakan Hari Kebangkitan Nasional. Tanggal tersebut merupakan tonggak kebangkitan bangsa Indonesia dengan memiliki rasa jiwa nasionalisme, rasa persatuan dan kesatuan. Lebih dari seabad silam, Boedi Oetomo lahir sebagai organisasi pemuda modern pertama di Indonesia, pada 20 Mei 1908. Para pelajar pendiri organisasi tersebut ingin mewujudkan perjuangan kemerdekaan melalui pendidikan dan pemberdayaan rakyat. Pendidikan merupakan modal utama dalam menggugah kesadaran demi mencapai kemerdekaan dan kemandirian.
Sebagai bangsa Indonesia, sudah sepatutnya kita mengamalkan semangat kebangkitan nasional dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, bangga sebagai bangsa Indonesia,menjunjung tinggi etika dan nilai-nilai Pancasila, bangga membayar pajak , bangga menggunakan produk dalam negeri, dan lain-lain.
Pertanyaannya mengapa membayar pajak dikaitkan dengan Hari Kebangkitan Nasional? Penerimaan dari sektor pajak mendominasi dalam setiap anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Mari kita melongok APBN Tahun 2025. Sumber pendapatan negara di dalam postur APBN sebesar Rp3.005,1 triliun. Penerimaan perpajakan (dikelolah oleh Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai) sebesar Rp2.490,9 triliun atau 82,86%. Sisanya, sumber pendapatan negara berasal dari penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sebesar Rp513,6 triliun dan hibah sebesar Rp0,6 triliun (informasi APBN 2025).
Indonesia memiliki modal besar sebagai peringkat keempat jumlah penduduk yang paling banyak di dunia sebesar 281,6 juta jiwa penduduk (Badan Pusat Statistik, 2025) setelah China, India, dan Amerika Serikat. Bonus demografi ini akan mencapai puncaknya pada tahun 2045 dengan perkiraan 318,7 juta jiwa penduduk, yang mana 207,99 juta jiwa penduduk berusia 15-64 tahun dengan usia produktifnya sebesar 41%. Angka penduduk usia produktif tersebut tertinggi di negara-negara Asia Tenggara (Data Perhitungan Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2045 dan UN Population Prospect 2010-2085).
Baca juga:
Dari Kebangkitan Nasional Menuju Kemajuan Bangsa
Hari Kebangkitan Nasional: Membangun Indonesia Lewat Pajak
Modal Besar Bonus Demografi
Sementara itu, rasio pajak (tax ratio) Indonesia pada tahun 2024 mencapai 10,07% dari produk domestik bruto (PDB) (https://ikpi.or.id/penerimaan-pajak-indonesia-terus-menurun-tax-ratio-2024-capai-1007-pdb/). Tax ratio adalah perbandingan antara total penerimaan pajak dengan PDB dalam periode yang sama. PDB adalah total nilai barang dan jasa yang dihasilkan oleh perekonomian suatu negara, dikurangi nilai barang dan jasa yang digunakan dalam produksi. Penyebab penurunan tax ratio dapat disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk penurunan pertumbuhan ekonomi, efisiensi administrasi perpajakan, dan masalah kepatuhan pajak.
Dari paparan di atas, sangat jelas bahwa APBN penopang penerimaan utamanya adalah perpajakan. Dan apabila tax ratio makin turun tiap tahunnya, tentu akan berdampak terhadap penerimaan pajak. Apabila Indonesia dengan jumlah penduduk yang besar, diikuti dengan jumlah wajib pajaknya bertambah --baik wajib pajak orang pribadi, badan, dan bendahara atau pemungut, hal ini menjadi potensi besar dalam mendongkrak penerimaan negara dan rasio pajak. Jika semua wajib pajak patuh dalam membayar pajaknya dan tidak ada yang free rider, yang mana hanya mau menuntut haknya tapi tidak mau melakukan kewajibannya seperti membayar pajak., maka penerimaan pajak akan bertambah dan Indonesia sebagai negara besar akan mampu membiayai pembanguannya tanpa bergantung atau berdikari.
Dengan memontum Hari Kebangkitan Nasional, mari bersama-sama kita bangkit melakukan kewajiban kita sebagai warga negara yang baik. Antara lain dengan membayar pajak dengan benar dan tidak menjadi free rider. Dengan demikian, harapan para pejuang pendahulu kita agar bangsa Indonesia menjunjung tinggi nilai etika dan nilai Pancasila, nilai bangga membayar pajak, dan lain-lain, dapat tereralisasi sesuai dengan tujuan berdiri Boedi Oetomo 1908.
*)Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.
- 198 kali dilihat