Oleh: Bambang Irawan, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Beberapa waktu lalu, saya menggulir Twitter di layar gawai ketika menemukan cuitan akun bernama @jdcmedlock tentang sebuah situs yang dibuat oleh otoritas pajak Finlandia  bernama HappyTaxpayer.com.

Di utas tersebut dijelaskan bahwa HappyTaxpayer.com adalah situs yang didedikasikan untuk mengabadikan seluruh keberhasilan pembangunan yang diraih oleh uang pajak. Bentuknya berupa konten video yang hanya bisa diakses oleh pembayar pajak di sana.  Penasaran, saya mencoba mengulik situs tersebut yang tersedia dalam dua dua bahasa, Inggris dan Finlandia. 

Pada pernyataan resmi di beranda situsnya, ide untuk membuat situs Happy Taxpayer tercetus ketika otoritas pajak Finlandia membuat survey yang hasilnya warga di rentang umur 18-29 tahun yang mendapat cukup informasi tentang pajak merasa bangga ketika mereka sudah bisa membayar pajak. Ini berarti mereka dianggap sudah berkontribusi dalam kesejahteraan bersama.

Hasil survey ini juga didukung oleh Frank Martela, pengamat kesejahteraan sosial di Universitas Aalto yang menyatakan bahwa orang Finlandia itu senang jika bisa bayar pajak. Pajak juga menjadi alasan di balik keberhasilan Finlandia menduduki urutan teratas indeks negara paling bahagia di 2018 dan 2019 versi World Happiness Report.

Dengan latar belakang itu, situs Happy Taxpayer dibuat oleh otoritas pajak Finlandia yang berkolaborasi dengan Kementerian Perekonomian dan Lembaga Pengelola Dana Pensiun. Happy Taxpayer memberikan manfaat pajak yang bisa dirasakan secara langsung dalam bentuk konten video yang hanya bisa diakses pembayar pajak di sana.

Mayoritas konten video yang dihadirkan di Happy Taxpayer berisi tentang bagaimana manfaat uang pajak dalam kehidupan sehari-hari di Finlandia. Konten dikemas dengan berbagai macam jalan cerita yang unik. Dengan Happy Taxpayer ini, selain perwujudan good governance, pemerintah Finlandia juga memberikan transparansi penggunaan uang pajak yang sudah dipungut dari warga negaranya. Sebagaimana yang disebutkan di beranda Happy Taxpayer, dengan adanya situs ini pemerintah Finlandia berharap terciptanya hubungan timbal balik yang sehat antara pembayar pajak dan otoritas pajak.

Lalu bagaimana dengan kondisi di Indonesia?  Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan (UU KUP) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan menyebutkan bahwa pajak adalah kontribusi wajib warga negara yang bersifat memaksa dan imbalannya tidak dirasakan secara langsung.

“Imbalan yang tidak dirasakan secara langsung” ini ditafsirkan bahwa manfaat pajak yang dibayarkan warga negara lebih dalam bentuk fasilitas umum yang dapat dirasakan warga luas seperti halnya jalan raya, fasilitas kesehatan, dan pendidikan, bukan manfaat yang dirasakan langsung per individu seperti halnya membayar retribusi atau pajak daerah lainnya yang manfaatnya dirasakan saat itu juga oleh yang bersangkutan.

Sementara di Finlandia pemerintahnya sudah berkomitmen memberikan manfaat langsung kepada masyarakat lewat situs Happy Taxpayer yang hanya bisa dinikmati pembayar pajak di sana.

Dengan situs ini, pemerintah Finlandia berupaya mendorong kesukarelaan warga Finlandia untuk membayar pajak. Upaya pemerintah Finlandia ini dipermudah oleh sebagian besar masyarakatnya yang sudah sadar dan taat pajak walaupun persentase tarif pajak di Finlandia salah satu yang tertinggi di dunia (contohnya tarif progresif pajak penghasilan dengan tarif tertingginya bisa sampai 56,95 persen).

Uang pajak tersebut dimaksimalkan untuk berbagai pelayanan publik seperti pendidikan dan kesehatan di Finlandia yang terkenal menjadi yang terbaik di dunia, sehingga semakin meyakinkan warga negaranya untuk patuh membayar pajak.

Sementara di Indonesia, kepatuhan sukarela wajib pajak masih menjadi isu utama. Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani, rasio pajak Indonesia hanya sebesar 9,11 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) di tahun 2021. Rasio pajak sendiri adalah perbandingan antara total penerimaan pajak dengan penerimaan produk domestik bruto di tahun yang sama. Sederhananya, rasio pajak menunjukkan kinerja penerimaan pajak suatu negara.

Dengan persentase sebesar 9,11 persen, Indonesia menduduki peringkat terbawah rasio pajak di level Asia Tenggara saja. Dengan kondisi seperti itu, terlalu jauh jika Indonesia meniru langsung apa yang dilakukan pemerintah Finlandia untuk membuat  situs seperti Happy Taxpayer agar pemerintah bisa mendorong masyarakatnya sukarela membayar pajak.

Namun, dari cara Finlandia itu Indonesia bisa mengambil inspirasi untuk membuat hal yang mirip dengan itu. Untuk membuat kampanye yang bertujuan memberikan kesadaran kepada warga negara bahwa pajak bisa dirasakan juga manfaatnya secara ‘langsung’, Indonesia bisa menerapkan yang namanya pekan pelayanan publik gratis. Pekan pelayanan publik gratis ini pada intinya membuat satu pekan khusus untuk seluruh pelayanan masyarakat yang diadakan pemerintah dan diberikan secara gratis seperti pelayanan rumah sakit, pelayanan pembuatan paspor, SIM, dan lainnya.

Tujuannya, pemerintah Indonesia bisa terjun langsung ke tengah masyarakat sembari memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa uang pajak yang selama ini mereka setorkan ke kas negara pada akhirnya akan memberikan manfaat kembali kepada masyarakat. Namun berbeda dengan layanan Netflix, setiap warga negara akan mendapatkan layanan publik secara gratis tanpa terkecuali. Pelayanan diberikan kepada mereka yang belum diwajibkan membayar pajak.

Pada akhirnya, kesadaran masyarakat sebuah negara untuk sukarela membayar pajak tergantung upaya pemerintah mendorong masyarakatnya untuk membayar pajak bukan?

*)Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.