Mengunci Kepercayaan, Membuka Akses: Kode Otorisasi DJP
Oleh: (Wahid Hidayat), pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Transformasi digital kini telah menjadi keniscayaan di berbagai aspek sistem birokrasi, termasuk dalam sistem administrasi perpajakan Indonesia. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sebagai otoritas yang mengelola penerimaan negara di sektor pajak telah berkomitmen dalam melakukan transformasi pembaruan sistem inti administrasi perpajakan menuju era digital. Hal ini yang kemudian menjadi latar belakang terwujudnya implementasi Coretax, sebuah sistem perpajakan yang akan menjadi tulang punggung baru administrasi perpajakan modern.
Coretax mengintegrasikan 21 proses bisnis dengan 6 di antaranya yang berhubungan langsung dengan wajib pajak. Keenam proses bisnis tersebut adalah pendaftaran (registrasi) wajib pajak, pembayaran pajak, pelaporan (pengelolaan) surat pemberitahuan (SPT), layanan wajib pajak, taxpayer account management (TAM), dan knowledge management system.
Coretax tidak hanya menampilkan pembaruan pada tampilan atau fitur teknis, tetapi juga mengubah paradigma pelayanan yang semula berbasis manual menjadi berbasis identitas dengan autentikasi digital. Di sinilah kode otorisasi DJP (KO DJP) memiliki peran yang sangat vital. KO DJP diperkenalkan pertama kali melalui Peraturan Menteri Keuangan nomor 81 Tahun 2024 tentang Ketentuan Perpajakan dalam Rangka Pelaksanaan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (PMK 81/2024). KO DJP menjadi alat verifikasi atau autentikasi yang dapat digunakan wajib pajak untuk melakukan tanda tangan elektronik tidak tersertifikasi yang dikeluarkan oleh DJP.
Apa Itu KO DJP?
Berdasarkan Pasal 8 ayat (5) dan (6) PMK 81/2024, kode otorisasi adalah tanda tangan elektronik tidak tersertifikasi yang diterbitkan bersamaan dengan persetujuan dan aktivasi akun wajib pajak. Melalui kode ini, wajib pajak dapat menandatangani dokumen elektronik pada Coretax tanpa harus menggunakan sertifikat elektronik yang dikeluarkan oleh pihak penyelenggara sertifikasi digital.
Setiap kali wajib pajak menandatangani dokumen atau melakukan transaksi perpajakan di Coretax, sistem ini akan memverifikasi identitasnya berdasarkan kode tersebut. Proses ini memastikan bahwa tindakan tersebut benar-benar dilakukan oleh wajib pajak yang bersangkutan, pihak yang mewakili atau diberi kuasa secara sah untuk berhak mengakses, dan bukan pihak ketiga atau pihak palsu.
Dalam Coretax, urgensi penggunaan KO DJP tidak dapat dianggap sepele. Hampir seluruh layanan memerlukan tanda tangan elektronik, mulai dari penerbitan faktur, pembuatan bukti potong, penyampaian SPT, hingga layanan wajib pajak menggunakan KO DJP sebagai tanda tangan elektronik. Tanpa KO DJP (atau sertifikat elektronik), dokumen tidak dapat dianggap sah karena tidak memiliki elemen autentikasi yang dibutuhkan sistem.
KO DJP untuk Membuka Akses
Tanda tangan menjadi salah satu prasyarat pada sejumlah dokumen dalam melaksanakan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan, salah satunya seperti SPT. SPT dianggap tidak disampaikan apabila tidak ditandatangani. Hal ini sebagaimana diatur pada Pasal 3 ayat (7) huruf a Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (UU KUP).
Selain SPT, penerbitan bukti potong dan penerbitan faktur pajak juga harus mencantumkan tanda tangan pihak yang berhak menandatangani (kecuali faktur pajak pedagan eceran). Dalam hal wajib pajak telah mempunyai KO DJP sebagai tanda tangan elektronik, proses pemenuhan hak dan kewajiban perpajakan yang dilaksanakan melalui Coretax menjadi lebih efektif dan efisien.
Bagaimana Cara Mengajukan KO DJP?
Pengajuan KO DJP cukup mudah. Wajib pajak perlu masuk ke akun Coretax. Selanjutnya, pilih “Portal Saya” dan kemudian pilih “Permintaan Kode Otorisasi/Sertifikat Elektronik”. Pastikan isian “NIK/NPWP”, “Nama”, “Alamat”, “Email”, dan “Nomor Handphone” telah sesuai. Pilih jenis sertifikat elektronik “Kode Otorisasi DJP”. Isikan passphrase dan checklist konfirmasi pernyataan kepatuhan. Terakhir, pilih “Simpan”.
Pembuatan passphrase memiliki ketentuan, yaitu harus terdiri atas minimal delapan karakter, satu huruf besar, satu angka, dan satu karakter khusus. Selain itu, hindari karakter khusus berupa tanda kutip (`), garis miring (/), dan plus (+). Adapun jika wajib pajak lupa passphrase, wajib pajak dapat mengajukan kembali permohonan KO DJP.
Jika proses berhasil, akan muncul bukti penerimaan surat dan surat penerbitan KO DJP. Dua dokumen tersebut dapat juga dilihat pada menu “Dokumen” di portal wajib pajak.
Sementara itu, tata cara pengajuan KO DJP oleh warga negara asing (WNA) perlu dilampirkan dengan foto pribadi, paspor, dan hasil swafoto sambal memegang paspor. Pengajuan KO DJP WNA juga perlu diverifikasi oleh kantor pajak di mana wajib pajak terdaftar.
Jadi, Apakah #KawanPajak sudah mengaktifkan KO DJP?
*)Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.
- 14 kali dilihat