Oleh: Ghea Safira Kartika Sari, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Saat ini, mayoritas penduduk Indonesia adalah generasi milenial dan generasi Z. Dua generasi ini tumbuh bersama kemajuan tekonologi, salah satunya yaitu teknologi jaringan internet. Seiring dengan berjalannya waktu, penggunaan internet pun semakin tinggi. Media sosial tidak bisa lepas dari kehidupan masyarakat masa kini. Dengan berbagai pilihan platform dengan ciri khas masing-masing dan kemudahannya untuk diakses, media sosial menjadi fitur yang paling sering digunakan para pengguna internet.

Media sosial merupakan media yang menfasilitasi warganet untuk berbagi informasi, bersosialisasi, serta berinteraksi tanpa dibatasi ruang dan waktu. Hal ini tentu saja harus dimanfaatkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk memberikan informasi terkini tentang perpajakan, sekaligus menarik atensi masyarakat luas tentang pajak sehingga diharapkan akan lebih banyak masyarakat yang paham mengenai apa itu pajak serta hak dan kewajiban perpajakannya.

Informasi yang dapat diunggah pun beragam, mulai dari informasi mengenai aplikasi terbaru DJP; M-Pajak, tutorial pendaftaran NPWP, apa yang harus dilakukan apabila lupa nomor EFIN, informasi terkini aturan perpajakan, hingga manfaat-manfaat pajak yang telah dibayarkan oleh seluruh wajib pajak seperti pembangunan infrastruktur berbagai daerah di Indonesia, dari kota yang maju hingga remote area. Semua itu tentunya harus dikemas dengan menarik dan tidak monoton.

Media sosial mempermudah wajib pajak maupun masyarakat umum yang bertempat tinggal jauh dari kantor pelayanan pajak untuk berkonsultasi mengenai perpajakan. Hal ini tentu sangat menghemat biaya dan waktu. Melalui media sosial, masyarakat menjadi lebih mudah dalam menyampaikan pertanyaan, saran, atau dukungan kepada DJP.

Melalui aplikasi Twitter contohnya, warganet dapat mengajukan pertanyaan mengenai perpajakan dengan menyebut akun Kring Pajak (@kring_pajak) di cuitannya atau langsung menghubungi melalui pesan langsung. Tidak jarang cuitan warganet tersebut juga menjadi bahan diskusi antarwarganet lainnya, sehingga menjadi sarana berbagi ilmu perpajakan. Penggunaan media sosial berbasis pesan seperti aplikasi Whatsapp juga dimanfaatkan bagi DJP, khususnya kantor pelayanan pajak yang turun langsung dalam pelayanan kepada wajib pajak. Aplikasi ini mempermudah wajib pajak dalam mendapatkan pelayanan yang diinginkan.

Langkah pertama yang dilakukan oleh DJP tentunya membuat akun-akun media sosial di berbagai platform demi menjangkau seluas mungkin masyarakat. Seluruh kantor pelayanan pajak di Indonesia telah diinstruksikan untuk membuat akun media sosial. Di akun tersebut, setiap kantor dapat membagikan informasi perpajakan.

Konten yang diunggah pun dibuat semenarik dan sekreatif mungkin untuk dapat menarik atensi warganet, tetapi tetap harus dengan mengikuti aturan yang berlaku. Penggunaan serta pemanfaatan media sosial bagi instansi pemerintah telah diatur dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 83 Tahun 2012 Tentang Pedoman Pemanfaatan Media Sosial Instansi Pemerintah.

Dalam peraturan ini, unit kerja humas pemerintah, harus dapat menyediakan dan menyampaikan informasi secara akurat, efisien, efektif, dan terjangkau sehingga komunikasi instansi pemerintah dengan pemangku kepentingan berjalan sesuai dengan yang diharapkan, dengan memperhatikan prinsip serta etika dalam penggunaan media sosial instansi pemerintah. Ini adalah tantangan tersendiri bagi humas DJP serta unit vertikal di bawahnya untuk dapat menarik atensi masyarakat pada pajak yang dianggap merupakan hal serius yang kaku dan formal.

Salah satu hal yang dilakukan admin media sosial DJP yaitu mengikuti tren, seperti tren “Ganteng, reviu saldonya dong” yang sempat viral di salah satu aplikasi media sosial. Tren ini dimulai oleh seorang warganet yang mengunggah video berisi saldo ATM-nya. Selain heboh melihat saldo bernominal besar yang terlihat di video yang diunggah, warganet juga heboh karena akun media sosial resmi milik DJP meninggalkan komentar di video tersebut.

Hal ini langsung menarik perhatian masyarakat Indonesia pengguna aplikasi tren ini. Dalam kasus ini, DJP diuntungkan atas informasi yang didapat untuk digunakan sebagai data awal dilakukannya penelitian SPT Tahunan sebagai sarana pelaporan penghasilan, harta, dan utang wajib pajak. Meski demikian, walaupun saldo yang dimiliki bernominal besar, apabila bukan merupakan objek pajak, maka tentu saja atas saldo tersebut tidak dapat dikenakan pajak.

Di samping mengunggah konten di media sosial, ada hal lain yang dilakukan DJP untuk menarik perhatian warganet tentang pajak, yaitu penyelenggaraan lomba seperti lomba fotografi, videografi, dan/atau infografis. Lomba ini biasanya diadakan pada saat peringatan hari-hari tertentu, seperti Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) dan Hari Pahlawan.

Bagi masyarakat yang saat ini telah semakin dekat dengan teknologi termasuk aplikasi sunting video dan foto, hal tersebut berbanding lurus dengan minat masyarakat untuk mengikuti lomba seperti ini. Ibarat kata, iseng-iseng berhadiah. Masyarakat dapat menyalurkan ide-ide kreatifnya dalam membuat konten fotografi, videografi, dan/atau infografis dengan mendapatkan hadiah apabila menjadi pemanang lomba. Di zaman yang serba canggih ini, bahkan hanya dengan menggunakan gawai, kita bisa mengambil foto, video, serta melakukan penyuntingan dengan relatif efisien.

Seiring berjalannya waktu, teknologi akan semakin maju, tren akan semakin beragam, DJP harus selalu siap mengikuti perkembangan dan memanfaatkannya demi tercapainya informasi yang akurat, efisien, efektif, dan terjangkau kepada seluruh lapisan masyarakat Indonesia.

*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.