Oleh: Eko Priyono, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Setiap 23 Juli, Indonesia memperingati Hari Anak Nasional. Momentum ini bukan sekadar seremoni tahunan, melainkan juga ajakan kolektif untuk menatap masa depan bangsa melalui lensa anak-anak kita hari ini. Tema tahun ini, “Anak Hebat, Indonesia Kuat,” menyiratkan pesan penting: kekuatan bangsa tak hanya terletak pada sumber daya alam atau infrastruktur megah, tapi juga pada kualitas generasi penerusnya—anak-anak yang sehat, cerdas, dan berkarakter.

Di saat yang hampir bersamaan, bangsa ini juga baru saja memperingati Hari Pajak, tepatnya setiap 14 Juli. Pada tahun 2025 ini, Hari Pajak mengusung tema “Pajak Tumbuh, Indonesia Tangguh.” Di balik tema itu, terkandung pengakuan bahwa ketangguhan bangsa ditopang oleh kemampuan negara dalam membiayai pembangunan. Sumber pembiayaan itu, sebagian besar, berasal dari pajak.

Hari Anak dan Hari Pajak

Peringatan dua hari penting ini—Hari Anak Nasional dan Hari Pajak—tampak berbeda di permukaan. Namun, jika dicermati lebih dalam, keduanya saling berkaitan erat. Tanpa penerimaan pajak yang memadai, mimpi besar untuk mencetak anak-anak hebat hanya akan menjadi slogan kosong.

Pajak bukan hanya sekadar angka dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), melainkan juga denyut nadi layanan publik. Dengan pajak, pemerintah bisa menyediakan sekolah dasar di pelosok, puskesmas di perbatasan, beasiswa bagi murid berprestasi, dan perlindungan bagi anak-anak yang terpapar kekerasan atau kemiskinan. Pada tahun 2025, pajak ditargetkan berkontribusi sebesar Rp2.189,3 triliun atau sekitar 82,1% dari total pendapatan negara. Artinya, dari setiap rupiah yang digunakan negara untuk membangun, sebagian besar berasal dari pajak.

Dari sudut pandang anak, ini berarti akses ke pendidikan berkualitas, fasilitas kesehatan yang memadai, dan jaring pengaman sosial yang melindungi dari risiko sosial-ekonomi. Semuanya bergantung pada kekuatan fiskal negara—yang lagi-lagi bertumpu pada pajak.

Bayangkan sebuah sekolah dasar negeri di daerah terpencil. Gedungnya sederhana, tetapi dilengkapi buku, alat peraga, dan guru yang digaji dari APBN. Di sekolah itu, mungkin ada anak-anak dari keluarga prasejahtera yang menerima bantuan Program Indonesia Pintar. Semua itu—fasilitas, gaji guru, dan subsidi pendidikan—tidak mungkin berjalan tanpa pembiayaan publik yang bersumber dari kontribusi para wajib pajak.

Tema “Pajak Tumbuh, Indonesia Tangguh” bukan hanya retorika fiskal. Ia mengandung makna kolektif: ketika pajak tumbuh, kapasitas negara meningkat untuk melindungi dan memberdayakan anak-anak sebagai generasi masa depan. Di sinilah peringatan Hari Anak Nasional dan Hari Pajak berjumpa di satu titik temu: investasi untuk masa depan bangsa.

Kualitas masa depan sangat ditentukan oleh investasi hari ini. Dalam konteks pembangunan manusia, anak-anak adalah bentuk investasi jangka panjang yang paling strategis. Namun, investasi itu tidak murah. Butuh pembiayaan besar untuk memperbaiki kualitas pendidikan, memperluas cakupan layanan kesehatan anak dan ibu, serta membangun sistem perlindungan sosial yang inklusif dan tangguh. Oleh karena itu, kepatuhan pajak masyarakat menjadi sangat penting. Membayar pajak bukan hanya kewajiban legal, tapi tindakan moral demi kelangsungan hidup anak-anak Indonesia.

Lebih dari itu, pajak mencerminkan semangat gotong royong. Dalam sistem perpajakan, orang-orang yang berpenghasilan lebih besar berkontribusi lebih banyak, yang kemudian dipergunakan untuk melayani seluruh warga, termasuk mereka yang belum mampu membayar pajak—anak-anak, pelajar, atau warga rentan lainnya. Ini adalah bentuk konkret solidaritas nasional.

Bangun Kesadaran Pajak

Sayangnya, kesadaran kolektif akan peran pajak masih belum sepenuhnya merata. Masih ada sebagian anggapan bahwa pajak adalah beban, bukan investasi. Padahal, setiap rupiah yang dibayarkan oleh pelaku usaha, profesional, maupun pekerja, sejatinya turut membiayai masa depan anak-anak mereka sendiri dan anak-anak bangsa lainnya. Kesadaran ini harus terus dibangun, terutama pada generasi muda, agar pajak tidak lagi dipandang sempit sebagai kewajiban administratif, tapi sebagai bentuk nyata tanggung jawab sosial.

Sementara itu, dari sisi pemerintah, kepercayaan publik terhadap pajak hanya bisa dijaga melalui transparansi dan akuntabilitas. Uang rakyat yang terkumpul sebagai pajak harus dikelola dengan cermat, adil, dan berpihak pada pembangunan manusia. Setiap kebocoran, penyalahgunaan anggaran, atau ketidakefisienan akan menggerus fondasi kepercayaan yang telah dibangun. Dalam konteks anak-anak, kebijakan fiskal yang berpihak menjadi ujian integritas negara terhadap masa depan warganya.

Pajak, Investasi Masa Depan Anak

Sebagai bangsa, kita juga harus sadar bahwa tantangan masa depan anak-anak kita tidak ringan. Dunia sedang berubah cepat. Teknologi, perubahan iklim, dan ketidakpastian ekonomi global akan menguji daya tahan generasi penerus kita. Mereka hanya bisa bertahan jika sejak dini telah ditempa dalam sistem yang membekali mereka dengan pengetahuan, keterampilan, dan karakter. Sekali lagi, semua itu butuh dukungan negara, dan negara butuh pajak.

Maka, jika kita benar-benar ingin menjadikan anak-anak kita hebat dan Indonesia kuat, tidak ada jalan pintas selain memperkuat komitmen fiskal. Itu artinya memperluas basis pajak, meningkatkan kepatuhan, dan menjadikan pajak sebagai bagian dari budaya warga negara. Pada saat yang sama, negara juga harus memastikan bahwa hasil dari pajak tersebut benar-benar kembali kepada rakyat, terutama anak-anak.

Pada akhirnya, Hari Anak Nasional bukan hanya soal merayakan keceriaan anak-anak Indonesia, melainkan juga tentang menakar komitmen kita sebagai orang dewasa: apakah kita sungguh-sungguh menyiapkan masa depan yang lebih baik untuk mereka? Hari Pajak pun tidak semata-mata memperingati administrasi fiskal, tetapi menjadi pengingat bahwa keberlangsungan bangsa ini sangat bergantung pada kesediaan kita untuk berbagi demi masa depan bersama.

Membayar pajak, dalam konteks ini, bukanlah pengorbanan. Ia adalah bentuk cinta paling konkret kepada anak-anak kita—agar mereka dapat tumbuh dalam ekosistem yang mendukung, kuat secara fisik, cerdas secara intelektual, dan tangguh secara moral. Maka tak berlebihan jika kita katakan: setiap rupiah pajak hari ini, adalah investasi untuk anak-anak hebat esok hari. Dari anak-anak hebat itulah, Indonesia yang kuat akan tumbuh.

 

*)Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.

Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.