Mau Nomor Seri Faktur Pajak? Lunasi Dulu Utang Pajaknya

Oleh: Deni Rustandi, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Pertengahan April lalu saat sedang di ruang seksi pelayanan penulis melihat seorang petugas pelayanan memberikan catatan di post it dan menempelkannya di surat permintaan nomor seri faktur pajak dari salah satu Pengusaha Kena Pajak (PKP). Isi catatan tersebut adalah permintaan tidak dapat diproses karena PKP belum melaporkan SPT masa PPN tiga bulan terakhir. Lantas terlintas pertanyaan bagaimana jika PKP tersebut memiliki utang pajak?

Nomor seri faktur pajak pada mulanya dibuat sendiri oleh PKP. Namun hal tersebut menimbulkan kerawanan pelanggaran seperti munculnya kasus faktur pajak fiktif (tidak sah). Hal ini diindikasikan karena saat itu kontrol nomor seri faktur pajak tidak di bawah Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

Mulai tahun 2012, nomor seri faktur pajak ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) seperti yang diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-24/PJ/2012 tentang Bentuk, Ukuran, Tata Cara Pengisian Keterangan, Prosedur Pemberitahuan dalam rangka Pembuatan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian, dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak sebagaimana telah diubah terakhir dengan PER-17/PJ/2014.

DJP memberikan nomor seri faktur pajak cukup hati-hati. Syarat dalam peraturan tersebut PKP harus memiliki Kode Aktivasi dan Password dan mengaktivasinya. Selain itu PKP diwajibkan melaporkan SPT Masa PPN untuk tiga masa pajak terakhir yang telah jatuh tempo berturut-turut pada saat PKP mengajukan surat permintaan nomor seri faktur pajak.

Pengecekan seyogianya perlu dilakukan juga terhadap kepatuhan pembayaran pajak PKP, seperti pembayaran atau pelunasan utang pajak sehingga DJP dapat memanfaatkan data internalnya sendiri dalam menggali potensi penerimaan pajak. Misalnya dalam peraturan yang mengatur permintaan nomor seri faktur pajak ditambahkan satu syarat, yaitu jika PKP memiliki utang pajak, PKP tersebut harus melunasi utang pajaknya terlebih dahulu. Atau pengecualian dalam hal PKP tersebut dalam proses penundaan atau pengangsuran pembayaran pajak sesuai Peraturan Menteri Keuangan nomor 242/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pembayaran dan Penyetoran Pajak.

Hal tersebut juga menunjukkan sinergi yang baik dalam internal DJP dalam memanfaatkan data yang ada, sejalan dengan nilai-nilai Kementerian Keuangan. Pada ujungnya diharapkan dengan integrasi data tersebut dapat memberikan dampak positif, seperti perputaran piutang pajak bisa lebih cepat dan kepatuhan perpajakan dalam menyetor pajak dapat meningkat.(*)

*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi dimana penulis bekerja.