Oleh: Andhika Ryan Debbianto, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Direktorat Jenderal Pajak sebagai bagian dari Kementerian Keuangan mempunyai visi menjadi Institusi Penghimpun Penerimaan Negara yang terbaik demi menjamin Kedaulatan dan Kemandirian Negara. Dalam rangka pencapaian visi tersebut, salah satu Visi DJP adalah mengumpulkan penerimaan berdasarkan kepatuhan pajak sukarela yang tinggi dan penengakan hukum yang adil.

Meningkatkan kepatuhan perpajakan merupakan tujuan bersama Direktorat Jenderal Pajak dalam upaya tercapainya target penerimaan pajak yang ditetapkan oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Salah satu upaya untuk mendukung peningkatan kepatuhan pajak adalah dilaksanakannya pelaksanaan kegiatan edukasi dan penyuluhan yang efektif. Indikator penyuluhan yang efektif adalah jika dapat meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak melalui perubahan perilaku Wajib Pajak menjadi Wajib Pajak patuh. Termasuk Wajib Pajak UMKM.

Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah pelaku UMKM yang cukup besar. Menurut data dari laman Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah yang diolah dari data Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2017 jumlah pelaku UMKM di Indonesia yang terdaftar mencapai 62,92 juta unit atau 99,99% dari total jumlah pelaku usaha nasional. Selama 5 tahun terakhir, jumlah UMKM yang ada di Indonesia pun tumbuh dengan cukup pesat. Terdapat 7,7 juta UMKM baru yang muncul sejak tahun 2012 hingga 2017. Data tersebut juga menunjukkan bahwa UMKM memiliki kontribusi besar dalam penyerapan tenaga kerja. Selain itu, sektor UMKM juga menyumbang 7,7 triliun terhadap pembentukan Penerimaan Domestik Bruto (PDB).

Potensi ini lah yang dilihat oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk melakukan pembinaan dan pengembangan UMKM dengan menyediakan berbagai fasilitas yang menarik para pelaku UMKM seperti memberikan pelatihan peningkatan omset, kemudahan akses modal, dan lain sebagainya melalui program Business Development Service (BDS).

Kesadaran dan kepatuhan pajak masyarakat Indonesia sendiri belum mencapai tingkat yang diharapkan, termasuk kesadaran dan kepatuhan pajak para pelaku UMKM. Salah satu faktor yang menyebabkan kurangnya kesadaran dan kepatuhan pajak Wajib Pajak adalah persepsi negatif Wajib Pajak yang menyebabkan Wajib Pajak bersifat tertutup. Persepsi negatif masyarakat terkait pajak ini juga dapat membuat masyarakat bersikap apatis terhadap pajak. Persepsi negatif ini juga membuat masyarakat menganggap pajak pajak masih dilihat sebagai beban yang sebisa mungkin harus dihindari. Oleh karena itu, diperlukan usaha yang keras dari DJP untuk membantu mengurangi atau bahkan menghilangkan persepsi negatif tersebut. Untuk mengurangi atau bahkan menghilangkan persepsi negatif ini, DJP melakukan sebuah inovasi untuk mengedukasikan pajak kepada masyarakat, khususnya Wajib Pajak UMKM melalui Program bernama Business Development Services (BDS).

Sesuai dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-13/PJ/2018 tentang Petunjuk Pelaksanaan Program Business Development Services (BDS), Program BDS adalah program pembinaan dan pengawasan kepada Wajib Pajak UMKM dalam membina dan mendorong pengembangan usahanya secara berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran (awareness), keterikatan (engagement), dan kepatuhan (compliance) terhadap pajak. BDS juga dapat disebut sebagai program membantu UMKM menjadi sukses yakni dengan menggabungkan penyuluhan perpajakan dengan layanan pengembangan usaha bagi para pelaku UMKM.

Program BDS ini merupakan salah satu upaya pendekatan DJP dalam melakukan edukasi pemenuhan kewajiban perpajakan kepada masyarakat khususnya para pelaku UMKM. Dalam program BDS ini, DJP memberikan berbagai fasilitas yang menarik para pelaku UMKM seperti memberikan workshop, pelatihan, seminar, bazaar, pameran, studi banding, dan lain sebagainya untuk mendorong perkembangan UMKM secara berkesinambungan. Setelah dilaksanakan paling sedikit 5 (lima) kali, para UMKM baru diberikan edukasi kewajiban perpajakan secara perlahan dan terarah. Program BDS dilaksanakan secara rutin dalam kurun waktu tertentu sampai dengan pelaku UMKM dipandang telah mengalami peningkatan usaha yang lebih baik.

Selain upaya untuk menjangkau Wajib Pajak melalui pendekatan end-to-end untuk UMKM, DJP melalui BDS juga dapat membangun dan memperluas basis data perpajakan. Dalam hal ini, BDS dapat dianggap sebagai suatu strategi untuk meningkatkan kesadaran dan kepatuhan dalam pemenuhan kewajiban dan hak Wajib Pajak UMKM.

DJP sendiri cukup serius dalam membina dan mengembangkan UMKM. Agar lebih efektif, dalam pelaksanaan BDS ini DJP menggandeng Instansi, Lembaga, Asosiasi dan berbagai pihak terkait antara lain Kementerian BUMN melalui Rumah Kreatif BUMN (RKB) yang tersebar di berbagai kota di seluruh Indonesia, BUMD, penyedia layanan pembayaran digital seperti OVO, serta marketplace online seperti Tokopedia, Gojek, Shopee, Lazada, JD.ID, Bukalapak, Blibli dan lain sebagainya.

Menjalin kerja sama dengan pihak lain ini merupakan salah satu upaya dari DJP untuk menghindari penolakan dari wajib pajak khususnya para pelaku UMKM. Keterlibatan berbagai pihak ini juga diharapkan membuat kegiatan BDS menjadi lebih mudah diterima dan dapat berjalan secara efektif.

Melalui kegiatan BDS diharapkan akan timbul kesadaran di kalangan para pelaku UMKM bahwa mereka diperhatikan oleh Pemerintah. Dengan demikian, dalam jangka panjang, BDS dapat menimbulkan ikatan emosional antara Pemerintah, khususnya DJP, dengan para pelaku UMKM yang akan berdampak pada perubahan perilaku. Perubahan perilaku tersebut dari yang sebelumnya bersikap apatis menjadi peduli, paham, sadar, dan patuh terhadap pajak.

Dengan adanya perubahan perilaku para pelaku UMKM, tentunya akan bermuara pada meningkatnya kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan para pelaku UMKM. Dengan meningkatnya pemenuhan kewajiban perpajakan, kemakmuran Negara pun dapat tercapai. Selain itu, berkembangnya UMKM dapat mendorong pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan peran serta UMKM dalam pembangunan.

*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi penulis bekerja.