Oleh: Fahmi Hidayat, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

 

Pagi itu, tepat setengah jam sebelum layanan kantor pajak dibuka, belasan wajib pajak tampak mengantre di depan pintu Tempat Pelayanan Terpadu. Seketika rasa penasaran pun tiba. Untuk apa mengantre sepagi ini?

Akhirnya, tanya ini pun menemukan jawabannya. Core Tax Administration System Direktorat Jenderal Pajak, atau yang lebih dikenal dengan Coretax DJP, aplikasi yang tengah ramai dibincangkan awal tahun 2025 ini. Kini, seluruh layanan perpajakan diakses melalui satu aplikasi berbasis web yang secara resmi diluncurkan Direktorat Jenderal Pajak sejak 1 Januari 2025 dan diberi nama Coretax DJP. Wajib Pajak datang untuk mempelajarinya.

Wajib pajak dapat mengakses layanan perpajakan mulai dari registrasi, pembuatan bukti pemotongan (bupot) pajak penghasilan (PPh), pembuatan faktur pajak, hingga pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) hanya dalam satu aplikasi yang sama. Kemudahan dan kecanggihan Coretax DJP inilah yang menjadi harapan sekaligus tantangan besar bagi seluruh pengguna, terutama wajib pajak.

Wajib pajak yang sudah terbiasa menggunakan aplikasi lama harus menjalani masa transisi dan membiasakan penggunaan Coretax DJP. Kantor pajak pun gencar menggelar edukasi dan membuka layanan helpdesk khusus aplikasi Coretax DJP, bahkan sejak pertengahan tahun lalu. Inilah upaya bersama dari DJP dan wajib pajak dalam mendukung implementasi Coretax DJP.

Dua bulan sudah Coretax DJP hadir dengan memperkenalkan cara baru bagi wajib pajak dalam melakukan pembayaran hingga pelaporan SPT. Penggunaan sistem baru Coretax DJP ini tengah terus disempurnakan karena masih dijumpai kondisi teknis baik di sisi internal maupun eksternal. Kondisi ini memungkinkan wajib pajak mengalami keterlambatan dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.

Pertanyaan yang sama pun muncul, “Bagaimana jika saya terlambat lapor? Apakah tetap kena sanksi atau ada relaksasi?” Mari kita simak ketentuan pengenaan sanksi administratif yang berlaku dan kebijakan yang dikeluarkan oleh DJP berikut.

Ketentuan Pengenaan Sanksi Administratif yang Berlaku

Mengacu Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja), sanksi administratif terdiri dari dari sanksi denda, bunga, dan kenaikan.

Kebijakan sanksi administratif berupa denda dikenakan bagi wajib pajak yang tidak menyampaikan SPT dalam jangka waktu yang ditentukan. Hal tersebut termuat dalam Pasal 7 ayat 1 UU KUP sebagai berikut:

“Apabila Surat Pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 Ayat (3) atau batas waktu perpanjangan penyampaian Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 Ayat (4), dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp500.000,00 (Lima Ratus Ribu Rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai, Rp100.000,00 (Seratus Ribu Rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Masa lainnya, dan sebesar Rp1.000.000,00 (Satu Juta Rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan serta sebesar Rp100.000,00 (Seratus Ribu Rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi.”

Sedangkan sanksi administrasi berupa bunga dapat dikenakan bagi wajib pajak terlambat melakukan penyetoran Pajak Penghasilan. Seiring berlakunya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan dan UU Cipta Kerja, tarif sanksi administrasi pajak bersifat dinamis setiap bulannya mengikuti ketentuan tarif bunga sanksi administrasi pajak yang ditetapkan Menteri Keuangan, mengacu pada suku bunga Bank Indonesia sebagai dasar perhitungan sanksi pajaknya.

Terbaru, Kementerian Keuangan menetapkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 3/KM.10/2025 yang menjadi dasar penghitungan sanksi administratif berupa bunga dan pemberian imbalan bunga periode 1 Maret 2025 sampai dengan 31 Maret 2025.

Kebijakan Penghapusan Sanksi Administratif

Dalam rangka memberikan kepastian hukum serta meringankan beban wajib pajak selama masa transisi implementasi Coretax DJP, ditetapkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-67/PJ/2025 tentang Kebijakan Penghapusan Sanksi Administratif atas Keterlambatan Pembayaran dan/atau Penyetoran Pajak yang Terutang dan Penyampaian Surat Pemberitahuan Sehubungan Dengan Implementasi Coretax DJP. Keputusan tersebut dilengkapi dengan Keterangan Tertulis Nomor KT-10/2025. Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Wajib pajak diberikan penghapusan sanksi administratif yang terutang atas keterlambatan pembayaran dan/atau penyetoran pajak serta pelaporan atau penyampaian SPT, dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya. Keputusan ini memberikan relaksasi bagi wajib pajak agar dapat memenuhi kewajiban perpajakannya tanpa perlu khawatir dikenai sanksi administratif. Namun wajib pajak tetap harus memerhatikan batas waktu relaksasi pembayaran dan/atau pelaporan untuk masing-masing jenis pajak sesuai KEP-67/PJ/2025.

Penghapusan sanksi administratif dilakukan dengan tidak menerbitkan Surat Tagihan Pajak (STP) atas keterlambatan. Jika sanksi administratif telanjur diterbitkan, akan dihapus secara jabatan oleh kepala Kantor Wilayah DJP.

Keputusan ini merupakan angin segar atas kondisi teknis implementasi Coretax DJP yang terus menerus dalam perbaikan. Wajib pajak yang belum berhasil melakukan pembayaran dan/atau pelaporan SPT dapat memanfaatkan masa relaksasi ini untuk memenuhi kewajiban perpajakannya.

 

*)Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.

Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.