Jangan Keliru, Pajak Makanan di Restoran Bukanlah PPN
Oleh: Deksi Maharani, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Dewasa ini, pajak telah hidup berdampingan dengan masyarakat. Seperti misalnya ketika seseorang bekerja di sebuah perusahaan, penghasilan setiap bulannya langsung dipotong pajak oleh pemberi kerja. Begitu pula saat seseorang mendapat hadiah undian, atas penerimaan tersebut dipotong pajak penghasilan Pasal 4 ayat (2) sebesar 25% dari jumlah penghasilan bruto. Sebagai gantinya, negara membangun fasilitas umum, melakukan tugas-tugas rutin, dan melakukan berbagai kegiatan pembangunan nasional dari dana tersebut.
Pajak membangun negeri ini merupakan kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Manfaat pajak memang dirasakan secara tidak langsung seketika saat pembayaran dilakukan. Pembayaran pajak digunakan untuk pembiayaan negara dan pembangunan nasional, yang tentunya sangat bertujuan untuk mensejahterakan masyarakat. Selain sebagai sumber pendapatan negara, pajak juga berfungsi untuk mengatur pertumbuhan ekonomi dan mengatur stabilitas harga.
Terkait dengan penerapan pajak, terkadang seseorang menjadi bingung ketika makan di sebuah restoran dan mendapatkan struk yang dengan nominal lebih tinggi 10% dari harga di menu yang tertera. Mengapa ada PPN di makanan restoran? Pajak Pertambahan Nilai memang dikenakan atas penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha, impor Barang Kena Pajak, penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusahan, pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean, pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean, ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak, ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak, dan ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.
Namun, sesuai Pasal 4A ayat (2) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, jenis barang yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai adalah barang tertentu dalam kelompok barang. Kelompok barang yang dimaksud adalah barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya; barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak; makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau katering; dan uang, emas batangan, dan surat berharga.
Dari aturan tersebut, makanan dan minuman yang disajikan di restoran tidak dikenakan PPN. Lantas, pajak apakah yang dibayarkan ketika makan di restoran? Pajak tersebut merupakan jenis pajak daerah.
Selain pajak pusat yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak, pajak dibagi pula menjadi pajak daerah. Pajak pusat terdiri dari Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), Bea Materai, dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tertentu. Sedangkan pajak daerah adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Pajak daerah merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang digunakan untuk membiayai pelaksanaan pemerintahan daerah. Pajak daerah terdiri dari pajak provinsi dan pajak kabupaten/kota. Terdapat lima jenis pajak provinsi, yaitu Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, Pajak Air Permukaan, dan Pajak Rokok. Sedangkan pajak kabupaten/kota terdiri dari sebelas jenis, yaitu Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan, Pajak Parkir, Pajak Air Tanah, Pajak Sarang Burung Walet, Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan, dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
Pajak Restoran adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh restoran. Pajak restoran merupakan salah satu jenis pajak kabupaten/kota. Objek Pajak Restoran adalah pelayanan yang disediakan oleh restoran meliputi pelayanan penjualan makanan dan/atau minuman yang dikonsumsi oleh pembeli, baik dikonsumsi di tempat pelayanan maupun di tempat lain. Menurut Pasal 40 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi daerah, tarif Pajak Restoran ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen) dan tarif tersebut ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Dasar pengenaan Pajak Restoran adalah jumlah pembayaran yang diterima atau yang seharusnya diterima Restoran. Besaran pokok Pajak Restoran yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan dasar pengenaan pajak. Pajak Restoran yang terutang dipungut di wilayah daerah tempat restoran berlokasi.
Terlepas dari jenis pajaknya, baik itu tergolong pajak pusat maupun pajak daerah, keduanya digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pajak Daerah yang dikumpulkan daerah masing-masing merupakan sumber pendapatan bagi daerah tersebut yang nantinya digunakan untuk membangun daerah. Bila masyarakat telah membayar pajak restoran, maka dapat dikatakan telah berkontribusi membangun daerah dan tentu saja manfaatnya secara tidak langsung dapat dirasakan oleh masyarakat.
*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi penulis bekerja
- 18604 kali dilihat