Investasi Fiskal Menuju Generasi Emas 2045

Oleh: Stefany Patricia Tamba, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Pada tanggal 23 Juli 2025, kita memperingati Hari Anak Nasional, sebuah momentum tahunan yang sarat akan makna, bukan hanya bagi dunia pendidikan dan sosial, melainkan juga bagi ekosistem fiskal dan kebijakan ekonomi Indonesia. Di balik senyum anak-anak Indonesia, tersimpan tanggung jawab fiskal yang besar di pundak negara. Negara perlu memastikan bahwa setiap anak, tanpa terkecuali, mendapat akses pendidikan yang layak, gizi yang memadai, dan perlindungan sosial yang kuat. Semua itu tidak mungkin terwujud tanpa keberadaan sistem perpajakan yang sehat dan berkeadilan.
Pajak, Fondasi Masa Depan Anak
Pemerintah melalui anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2025 menargetkan pendapatan negara sebesar Rp2.666,1 triliun. Porsi terbesar pendapatan negara berasal dari penerimaan perpajakan, yaitu senilai Rp2.189,3 triliun atau setara dengan 82,1% dari total pendapatan negara (Kementerian Keuangan, 2025).
Artinya, lebih dari delapan rupiah dari setiap sepuluh rupiah belanja negara bersumber dari kontribusi wajib pajak. Dana inilah yang menjadi fondasi fiskal bagi program-program yang menyasar anak-anak Indonesia, baik di bidang pendidikan, kesehatan, perlindungan anak, hingga program subsidi keluarga.
Tanpa pajak yang kuat, program seperti program Indonesia pintar (PIP), penyediaan sekolah gratis dan gaji guru, pembangunan puskesmas, serta pelayanan kesehatan ibu dan anak, akan sulit berkelanjutan. PIP saja, yang menyasar jutaan anak dari keluarga kurang mampu, telah dialokasikan lebih dari Rp20 triliun per tahun. Program ini bukan hanya soal pendidikan, melainkan juga upaya memutus rantai kemiskinan antargenerasi, dimulai dari akses belajar yang adil.
Belanja Sosial dan Nutrisi
Di sisi belanja negara, anggaran perlindungan sosial meningkat signifikan dari Rp308,4 triliun pada 2019 menjadi Rp504,7 triliun pada 2025 (UNICEF 2025; APBN 2025). Salah satu program unggulan yang menyerap anggaran besar adalah program makanan bergizi gratis (MBG), yang ditargetkan menjangkau hingga 90 juta anak dan ibu hamil dengan alokasi sekitar Rp71 triliun pada tahun 2025 (setara US$4,3 miliar), sebagai bagian dari rencana jangka panjang senilai US$ 8 miliar hingga tahun 2029 mendatang (dari berbagai sumber).
Namun, kenaikan belanja ini turut menimbulkan tantangan fiskal. Pemerintah harus menjaga defisit tetap terkendali pada kisaran 2,53%–3% dari produk domestik bruto (PDB), sambil tetap membiayai kebutuhan strategis. Maka dari itu, kebijakan realokasi anggaran ditempuh, termasuk pemangkasan anggaran sebesar Rp306,7 triliun dari sektor nonesensial. Hal ini ditujukan agar ruang fiskal lebih fokus pada prioritas sosial. Ini menjadi contoh nyata pengelolaan fiskal yang adaptif dan responsif terhadap kebutuhan generasi mendatang.
Investasi Ekonomi Ganda
Isu anak tak bisa lepas dari konteks makroekonomi. Saat ini, belanja publik untuk layanan pengasuhan anak usia dini (early childcare) di Indonesia masih sangat rendah, hanya sekitar 0,04% dari PDB. Padahal, kajian Bank Dunia menyebutkan bahwa apabila angka ini ditingkatkan ke 0,1% dari PDB, maka pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa naik hingga 0,4 poin, dan partisipasi perempuan dalam angkatan kerja (female labor force participation/FLFP) akan naik dari 53,5% menjadi sekitar 56%.
Lebih optimistik lagi, jika alokasi childcare mendekati rekomendasi global, yakni sebesar 0,5% PDB, maka dampak ekonominya bahkan bisa menyumbang 0,69 poin tambahan ke pertumbuhan ekonomi, sekaligus meningkatkan FLFP mendekati target Group of Twenty (G20), yaitu 58% (World Bank, 2024). Artinya, belanja publik untuk anak tidak hanya menyangkut keadilan sosial, tetapi juga bentuk investasi ekonomi ganda: memperkuat sumber daya manusia (SDM) dan mendorong produktivitas nasional melalui tenaga kerja perempuan.
Pajak dan Hari Anak: Dua Peringatan, Satu Tujuan
Momentum Hari Pajak yang diperingati setiap 14 Juli dengan tema “Pajak Tumbuh, Indonesia Tangguh” pada tahun 2025 ini, sebetulnya saling melengkapi dengan Hari Anak Nasional. Pajak bukan sekadar kewajiban legal, melainkan jaminan keberlanjutan kebijakan publik yang menyasar anak-anak, sebagai kelompok usia paling terdampak jika negara gagal mengelola fiskalnya.
Peringatan Hari Anak 2025 perlu dilihat sebagai pengingat akan peran krusial sistem perpajakan yang kuat, kredibel, dan adil. Tanpa penerimaan pajak yang optimal, segala wacana tentang generasi emas 2045, SDM unggul, maupun pertumbuhan ekonomi inklusif hanya akan menjadi mimpi.
Dalam konteks ini, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) tidak hanya sekadar menjadi institusi pemungut pajak, tetapi juga menjadi pilar utama pembangunan inklusif. Berbagai reformasi struktural, digitalisasi coretax system (CTAS), dan perluasan basis pajak melalui ekstensifikasi dan intensifikasi merupakan wujud konkret komitmen DJP dalam mendukung kesejahteraan anak-anak Indonesia melalui pembiayaan berkelanjutan.
Pajak untuk Anak, Anak untuk Masa Depan
Di tengah tantangan global, ketimpangan sosial, dan transformasi ekonomi digital, Indonesia memerlukan kebijakan fiskal yang berpihak pada masa depan. Anak-anak bukan sekadar penerima manfaat, mereka adalah penentu nasib bangsa. Maka, menyusun strategi perpajakan dan fiskal yang ramah anak berarti berinvestasi pada keberlanjutan dan ketahanan ekonomi Indonesia ke depan.
Hari Anak Nasional 2025 bukan hanya perayaan, melainkan deklarasi bahwa “Anak Hebat, Indonesia Kuat” hanya bisa diwujudkan dengan dukungan pajak yang hebat. Oleh karena itu, mari kita jaga kepercayaan publik terhadap sistem perpajakan, perkuat kepatuhan sukarela, dan terus membangun kebijakan fiskal yang adil, transparan, dan inklusif, demi anak-anak Indonesia hari ini dan masa depan.
*)Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.
- 68 kali dilihat