Oleh: Arbi Khoiru Fahmi, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

 

“Beri aku seribu orang tua, maka akan kucabut Semeru dari akarnya. Beri aku sepuluh pemuda maka akan kuguncang dunia!” ucap Bung Karno dalam salah satu pidatonya. Dari data sensus penduduk tahun 2020, Indonesia saat ini didominasi oleh generasi Z (27,94%) dan generasi milenial (25,87%).

Generasi Z merupakan penduduk Indonesia yang lahir pada tahun 1997-2021, sedangkan generasi milenial merupakan penduduk Indonesia yang lahir pada tahun 1981-1996. Generasi ini merupakan generasi yang akan menyambung tongkat kepemimpinan di masa yang akan datang. Oleh sebab itu, Indonesia harus bisa mencetak generasi muda yang berkualitas demi kemajuan bangsa. Peran pendidikan sangat diperlukan untuk mencetak generasi masa mendatang yang gemilang.

Untuk mencetak generasi muda yang berkualitas tentu negara harus bisa menyediakan fasilitas-fasilitas pendidikan yang memadai. Indonesia sudah mengalokasikan sebagian besar anggaran untuk digunakan di sektor pendidikan. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menetapkan 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau sebesar Rp550 triliun dialokasikan untuk dana pendidikan tahun 2021.

Dana ini dianggarkan untuk membangun fasilitas-fasilitas pendidikan, bantuan kepada siswa yang kurang mampu dalam bentuk Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Kartu Indonesia Pintar. Kendati demikian, masih banyak kita temui sekolah-sekolah yang masih belum memadai dan anak-anak negeri yang tidak memiliki akses untuk bersekolah.

APBN Indonesia yang jumlahnya Rp2.540,4 triliun berasal dari empat sumber utama yaitu dari penerimaan pajak (Rp1.865,7 triliun), Penerimaan Negara Bukan Pajak (Rp367 triliun), pembiayaan (Rp307,2 triliun), dan hibah (Rp0,5 triliun). Pajak mengisi lebih dari 80% dari total APBN kita. Oleh sebab itu, dapat disimpulkan bahwa pajak memegang peran penting untuk mencetak generasi muda yang berkualitas.

Pendidikan tentang pentingnya perpajakan ini masih minim kita temukan di sekolah-sekolah. Biasanya anak muda baru mengenal konsep pajak saat sudah memasuki perguruan tinggi. Untuk mengenalkan pajak kepada generasi muda, Direktorat Jenderal Pajak menggagas kegiatan pengenalan pajak kepada generasi muda melalui beberapa kegiatan penyuluhan.

Kegiatan yang disusun untuk memberikan edukasi perpajakan kepada generasi Z dan generasi milenial yaitu Tax Goes to School, Tax Goes to Campus, dan Pajak Bertutur. Tax Goes to School merupakan kegiatan penyuluhan yang diselenggarakan Direktorat Jenderal Pajak kepada pelajar sekolah mulai dari tingkat SD, SMP, dan SMA.

Kantor pajak di seluruh Indonesia meliputi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama dan Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) berkolaborasi dengan sekolah-sekolah untuk mengadakan Tax Goes to School. Tujuan dari kegiatan penyuluhan tersebut untuk memberitahukan kepada pelajar mengenai pentingnya pajak bagi pembangunan Indonesia.

Selain itu, kegiatan Tax Goes to School diharapkan dapat membangun kesadaran akan pentingnya pajak kepada pelajar sejak dini. Dengan kesadaran yang telah ditanamkan sejak dini, maka kepatuhan perpajakan diharapkan akan terus meningkat dan dapat digunakan untuk memenuhi fasilitas pendidikan. Para siswa diberi pemahaman bahwa fasilitas-fasilitas yang kita gunakan sehari-hari sebagian besar dibangun dari uang pajak.

Tax Goes to School juga memperkenalkan konsep dasar pajak kepada pelajar sesuai dengan tingkat pendidikannya. Hal ini sebagai wujud keseriusan Direktorat Jenderal Pajak dalam membangun pemahaman perpajakan yang hasilnya akan dinikmati oleh seluruh masyarakat Indonesia.

Kegiatan selanjutnya adalah Pajak Bertutur yang secara konsep dan tujuan hampir sama dengan Tax Goes to School. Yang membedakan adalah pelaksanaannya dilakukan secara serentak di seluruh Indonesia dan memiliki tema yang seragam. Konsep Tax Goes to Campus juga mirip dengan Tax Goes to School yaitu bertujuan untuk mengedukasi pelajar tentang perpajakan.

Namun, Tax Goes to Campus dilakukan di lingkungan perguruan tinggi. Apalagi mahasiswa diproyeksikan sebentar lagi akan memasuki dunia pekerjaan baik sebagai usahawan maupun sebagai karyawan. Sehingga sangat penting untuk memberikan pemahaman perpajakan kepada mahasiswa. Materi yang disampaikan biasanya lebih teknis seperti kewajiban memiliki NPWP, tarif pajak yang berlaku di Indonesia, kewajiban pelaporan, dan masih banyak lagi.

Selain Tax Goes to Campus, Direktorat Jenderal Pajak juga memfasilitasi terbentuknya Tax Center. Tax Center adalah lembaga pendidikan dan penelitian yang mendukung kegiatan akademik dengan fokus utama pada penelitian akademik/studi dan layanan masyarakat di bidang perpajakan.  

Dalam kondisi pandemi Covid-19, tidak menyurutkan semangat Direktorat Jenderal Pajak untuk mengedukasi pelajar dan mahasiswa di bidang perpajakan. Rata-rata kantor pajak sekarang mengadakan kegiatan Tax Goes to School, Tax Goes to Campus, dan Pajak Bertutur secara daring melalui aplikasi zoom untuk menghindari adanya kerumunan sebagai salah satu bentuk pencegahan penularan Covid-19.

Namun, masih banyak juga yang melakukannya secara luring terutama di daerah-daerah terpencil yang penduduknya belum terlalu melek teknologi. Kegiatan yang dilakukan secara luring tentu harus digelar dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan.

Kesimpulannya, pajak dan pendidikan harus bergerak bersama untuk mencapai kemajuan pembangunan bangsa. Peran pajak dalam dunia pendidikan sangatlah besar. Dua puluh persen penerimaan negara yang sebagian besar didapat dari sektor perpajakan dialokasikan di sektor pendidikan. Untuk meningkatkan kepatuhan perpajakan, maka harus dilakukan edukasi sejak dini. Dengan begitu cita-cita luhur yang digagas oleh pendiri bangsa kita terdahulu dapat terwujud.

 

*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan sikap instansi tempat penulis bekerja