Coretax dari Balik Kacamata Fiskus dan Wajib Pajak
Oleh: Lia Amsalia Amir, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
"Perubahan itu menyakitkan. Perubahan membuat orang merasa tidak aman, bingung, dan marah. Orang ingin keadaan tetap sama seperti sebelumnya, karena itu membuat hidup lebih mudah. Namun, jika Anda seorang pemimpin, Anda tidak bisa membiarkan orang-orang Anda bergantung pada masa lalu."
- Richard Marcinko -
Adalah sebuah hal yang wajar bagi sebuah organisasi untuk bergerak mencapai visi melalui misi yang telah disusun. Begitupun dengan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sebagai institusi yang memegang amanah untuk mengumpulkan penerimaan negara. Sebuah tugas yang tidak mudah tentunya, mengingat bahwa kemandirian pembangunan bangsa ditopang oleh penerimaan negara yang 70 persennya adalah dari pajak. Maka, meski menyakitkan untuk meninggalkan sistem yang telah lama digunakan, DJP harus bergerak melakukan reformasi, salah satu pilarnya adalah pilar teknologi informasi berbasis data.
Perkembangan teknologi saat ini memang sangat mengesankan. Era revolusi industri 4.0 mewarnai berbagai aspek kehidupan. Digitalisasi adalah bahasa yang sudah akrab dalam melakukan berbagai proses. Beradaptasi dengan perkembangan tersebut, DJP sedang dalam proses untuk menanggalkan sistem lama perpajakan yang telah usang dan mengganti dengan sistem atau aplikasi baru yang disebut dengan Coretax.
Dasar Hukum
Pelaksanaan reformasi perpajakan tentu bukanlah sebuah tindakan impulsif. Pemikiran dan proses reformasi sudah lama menjadi agenda dan bahasan para pimpinan. Pada tahun 2010, diterbitkan Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010–2025. Peraturan tersebut mengatur tentang Grand Opening Design Reformasi Birokrasi 2010-2025 yang kajiannya sejalan dengan Program Transformasi Kelembagaan Kementerian Keuangan yang diluncurkan pada tahun 2013. Program tersebut terdiri atas 87 (delapan puluh tujuh) inisiatif transformasi yang terbagi dalam 5 (lima) tema, salah satunya tema perpajakan.
Kemudian, pada tahun 2017, diterbitkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 360/KMK.03/2017 tentang Program Reformasi Perpajakan. Peraturan inilah yang menjadi cikal bakal proses reformasi perpajakan yang saat ini telah memasuki reformasi jilid III yang berlandaskan pada 5 (lima) pilar. Lima pilar tersebut meliputi pilar organisasi, pilar sumber daya manusia, pilar teknologi informasi berbasis data, pilar proses bisnis, dan pilar peraturan (regulasi).
Coretax dibentuk dan dirilis dengan sandaran utama pada pilar teknologi informasi berbasis data, pilar proses bisnis, dan pilar peraturan (regulasi). Tentunya, aplikasi tetap harus sejalan dengan proses bisnis pada setiap fungsi perpajakan serta termuat dalam regulasi yang mengatur pelaksanaan setiap fungsi pada aplikasi tersebut.
Kacamata Fiskus
Sejatinya, perubahan dilakukan untuk menuju ke arah yang lebih baik. Begitupun dengan rilisnya Coretax ini. Begitu banyak harapan dan ekspektasi yang ditujukan pada aplikasi ini. Lalu, mampukah Coretax menjawab semua harapan tersebut?
Seperti itulah kira-kira pertanyaan awal yang terbersit di benak petugas pajak ketika awal mengetahui rencana perilisan Coretax ini. Tidak bisa dipungkiri bahwa sebagai petugas pajak, ketika melayani berbagai kasus wajib pajak, akan terbaca di benak petugas keinginan dari wajib pajak yang dilayani. Ketika ada aturan baru ataupun aplikasi baru yang rilis, petugas tentunya akan mulai memprediksi nilai terima ataupun efek yang dirasakan stakeholder yang dalam hal ini adalah wajib pajak.
Namun, yang berbeda kali ini adalah efek Coretax sebagai tools baru dalam pelaksanaan kewajiban perpajakan bukan hanya akan dirasakan oleh wajib pajak tetapi juga oleh petugas pajak. Coretax punya 2 (dua) tampilan yaitu tampilan untuk wajib pajak dan tampilan untuk petugas pajak. Dua tampilan tersebut akan dirilis secara bersamaan. Dengan kata lain, petugas pajak dan wajib pajak akan sama-sama belajar untuk menjalankan tools baru ini. Pelatihan master trainer dan trainer serta transfer of knowledge dari trainer ke seluruh pegawai pada setiap fungsi telah dilaksanakan. Pemberian e-learning dalam bentuk paket materi, video, dan post test untuk evaluasi end user juga telah dilakukan.
Ke depannya, dari sudut pandang fiskus, Coretax akan menjadi bentuk reformasi yang nyata dari DJP, utamanya dari pilar teknologi informasi berbasis data. Melalui Coretax yang terintegrasi, data wajib pajak akan lebih mudah untuk dilakukan pengawasan dan diamankan. Coretax juga akan menjadi membentuk sinergi berbagai fungsi dalam DJP. Pasalnya, setiap fungsi akan menggunakan aplikasi yang sama dalam pelaksanaan proses bisnisnya.
Kacamata Wajib Pajak
Apa yang paling diharapkan wajib pajak dalam pelaksanaan kewajiban perpajakannya? Dari berbagai survei ataupun komentar wajib pajak pada saat konsultasi pun di media sosial, kemudahan dalam melaksanakan kewajiban perpajakan adalah keinginan hampir semua wajib pajak. “Antiribet-ribet”, begitu salah satu bahasa obrolan yang menggambarkan harapan wajib pajak. Rilisnya Coretax tentu saja digadang-gadang akan menjadi angin segar bagi wajib pajak. Lagi-lagi, apakah Coretax mampu memenuhi ekspektasi para WP?
Bukan tanpa alasan, saat ini, wajib pajak yang ingin melakukan penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) dan SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai harus mengakses situs web yang berbeda. Lalu, SPT Tahunan, SPT Masa Unifikasi, SPT Masa PPh Pasal 21 meski dimuat dalam satu situs web, fitur pelaporannya berbeda lokasi. Belum lagi apabila wajib pajak ingin membuat faktur pajak, wajib pajak harus menggunakan aplikasi yang berbeda, bukan pada situs web pelaporan PPN. Untuk mengecek data tagihan pajak, wajib pajak tidak bisa menggunakan akun DJP Online karena informasi pada akun DJP Online sangat minimalis.
Bisa dibayangkan betapa ribetnya tools perpajakan yang digunakan wajib pajak saat ini. Maka wajar saja jika Coretax menjadi tumpuan harapan wajib pajak untuk bisa terbebas dari banyaknya jenis password untuk log in ke berbagai situs web dan aplikasi. Bukankah 1 (satu) akun untuk semua pelaksanaan kewajiban perpajakan memang menarik jika dibandingkan dengan kondisi saat ini?
Seperti yang terjadi pada sisi fiskus, tampilan Coretax pada akun wajib pajak pun ada banyak fitur yang berbeda. Fitur yang ada berbeda dengan fitur pada akun DJP Online yang digunakan wajib pajak saat ini, mulai dari adanya fitur e-Faktur, fitur tax return yang menjadi tempat pelaporan seluruh jenis SPT, hingga fitur layanan administrasi untuk pengajuan permohonan wajib pajak. Yang menarik bagi wajib pajak adalah terdapat fitur deposit pajak pada akun Coretax. Pada fitur ini, wajib pajak bisa menyimpan dana pembayaran pajaknya di awal.
Dalam pandangan awal wajib pajak, tampilan berbagai fitur dalam satu akun Coretax dan juga beberapa inputan pada isian SPT Tahunan yang lebih detil, sejenak akan menimbulkan kebingungan dan kesan lebih kompleks jika terbiasa melihat tampilan sederhana pada akun DJP Online. Namun pada akhirnya, dari kacamata wajib pajak, Coretax diharapkan dapat menjadi barang yang ditunggu kehadirannya untuk menjawab keluhan dan masukan wajib pajak dengan segala kompleksitas inputan data dan tampilannya. Apabila wajib pajak melihat lebih jauh lagi, manfaat jangka panjang dari integrasi aplikasi dalam satu akun akan jauh lebih nyaman dan aman dibandingkan dengan penggunaan banyak aplikasi terpisah seperti saat ini.
Skeptisisme Publik dan Harmonisasi
Skeptisisme tidak akan bisa dipungkiri dalam proses peluncuran aplikasi Coretax. Tidak hanya dari sisi wajib pajak, bahkan dari sisi internal pun hal tersebut akan tetap timbul. Meyakinkan sisi baik suatu hal yang belum pernah terlihat hasilnya untuk melepaskan hal yang telah digunakan bertahun-tahun tentulah tidak bisa instan. Beberapa pihak bahkan berpikiran proyek Coretax hanya menghabiskan anggaran saja. Keraguan publik seperti ini dapat dimaklumi. Namun, bukan berarti membenarkan dan ikut larut dalam keraguan sebab proyek telah berjalan. Berbagai edukasi baik di internal DJP itu sendiri maupun edukasi kepada para wajib pajak selaku stakeholder juga sudah dan akan terus dilakukan.
“Tak ada gading yang tak retak, begitu kata pepatah. Semaksimal bagaimanapun tim mengusahakan sebuah aplikasi yang terbaik yang dapat memberikan kemudahan kepada wajib pajak, aplikasi tersebut tetaplah hanya sebuah sistem buatan manusia yang pastinya tidak akan sempurna. Mungkin saja dalam prosesnya akan ada maintenance sistem, gagal submit, jaringan slow response, dan lain sebagainya. Namun, jika memang harus membandingkan, sistem yang kita gunakan saat ini pun tetap ada kendala tersebut, padahal sistemnya masih terpisah-pisah. Jadi, mengapa kita tidak mencoba untuk memulai sistem yang dari fungsinya sudah mengintegrasikan proses bisnis yang ada? Coretax jauh lebih unggul dalam segi penyajian data.
Bahkan, jika fiskus dan wajib pajak mencoba bertukar kacamata. Dengan sama-sama memandang Coretax dari sisi yang berbeda, akan tampak bagaimana Coretax dibuat dengan usaha untuk menampilkan data yang tersaji lebih detail, pengintegrasian pintu pelaporan dan pembuatan dokumen persiapan pelaporan SPT, pengintegrasian berbagai menu layanan administrasi wajib pajak secara digital, bahkan memberikan ruang bagi wajib pajak untuk menyimpan deposit pembayaran pajak agar terhindar dari kasus terlambat bayar.
Maka, semoga harmonisasi pandangan fiskus dan wajib pajak yang positif terhadap rilisnya Coretax dapat memberikan semangat baru bagi pelaksanaan teknis dan regulasi perpajakan di Indonesia. Pada akhirnya, reformasi perpajakan jilid III bisa mencapai arah dan sasaran yang tepat. Administrasi perpajakan diharapkan menjadi lebih efisien untuk meningkatkan kualitas layanan wajib pajak, pengawasan pajak menjadi lebih efisien dalam mencegah aggressive tax planning, kepastian dalam penegakan hukum dapat terwujud, dan perluasan basis pajak dapat terjadi.
*)Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.