Belajar Cinta Negeri Yang Setulusnya dari Pak Tua

Oleh: Asih Agustina, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Saat kantor menunjukkan pukul 07.45 tampak seorang bapak tua, berjalan dengan terpatah-patah memasuki pintu masuk Tempat Pelayanan Terpadu KPP Pratama Tanjung Karang. Antrian masih belum buka, suasana masih sepi. Maklum awal bulan seperti ini wajib pajak tidak terlalu ramai menyampaikan laporan SPT. Mendekati mesin antrian bapak tua kebingungan karena mesin antrian sekarang berbentuk layar sentuh. Petugas kami membantu mengambilkan nomor antrian dan mempersilahkan bapak tua untuk menunggu karena layanan perpajakan baru dimulai pukul 08.00.
Tepat pukul 08.00, saya menekan tombol antrian pertama. Bapak tua tersebut berdiri dan berjalan dengan terpatah-patah kearah loket 4, meja saya. Sambil tersenyum saya ucapkan salam dan selamat pagi serta mempersilahkan bapak tua tersebut untuk duduk.
“Silahkan duduk pak, ada yang bisa saya bantu?”
“Saya mau minta blanko penyetoran pajak, ini saya sudah ada SPT kosongnya, tapi blanko pembayarannya belum ada.”
Sambil mendengarkan bapak tua, saya juga memperhatikan mimik wajahnya, laki-laki sepuh mungkin berumur 70 tahun keatas, bicaranya sudah sulit, sudah terbata-bata, namun masih bisa diajak berbicara.
“Sebentar ya pak, saya ambilkan dulu, bapak mau minta berapa?”
“Minta satu aja nak.”
“Ini lembar SSP-nya pak, ada lagi yang bisa dibantu Pak?” saya menawarkan bantuan lagi.
“Oh iya, saya mau minta buku petunjuk buat ngisi SPT ini mas, tahun lalu saya dapet, tapi sudah hilang.”
“Ditunggu sebentar ya pak.”
Saya mengambilkan buku petunjuk pengisian SPT Tahunan 1770 dan memberikan kepada bapak tua tersebut. “Ini buku petunjuknya pak, tapi kalau bapak butuh bantuan cara pengisiannya, kami ada helpdesk yang siap bantuin pak.”
Saya berkata dalam hati, waduh bapak ini sudah telat laporan tahunannya ya, kok udah tanggal segini baru minta blanko SPT.
“Bapak, nanti untuk pelaporannya kalau bisa jangan terlambat yaa, soalnya nanti bapak kasian kalau kena denda telat lapornya.” sambil tersenyum saya mengingatkan
“Nggak nak, ini untuk tahun depan, yang tahun 2015 saya udah laporan kok.
Deg. Saya tersentak. Saya salah sangka. “Oh iya alhamdulillah kalau sudah laporan pak.”
“Saya walaupun sudah tua begini, Insya Allah bayar pajaknya tidak pernah telat mas. Saya bayar pajak dari zaman saya bayar seribu rupiah sampai sekarang, alhamdulillah walaupun tidak banyak, paling nggak saya bisa bantuin negara.”
Masya Allah, langsung adem hati saya dengernya.
“Kita sudah dapat banyak dari negara nak, dikasih hak, dikasih fasilitas, nah kewajiban kitanya jangan sampai lupa, ya bayar pajak inilah. Tapi tahun depan kayaknya saya sudah tidak bisa bayar lagi nak, saya sudah tua, usaha saya juga sudah mau saya tutup. Kesehatan sudah tidak baik nak, ini saja kemarin habis operasi katarak, sama kena glukoma, kepala saya masih suka sakit ini.” Bapak tua bercerita sambil tersenyum.
Lagi-lagi saya dibuat terpesona sama bapak tua ini, dengan badan yang bahkan berjalan saja sudah sulit, beliau masih mau memberi kontribusinya terhadap negara. Saya cek ke sistem, selama lebih dari 10 tahun terakhir bapak tua tersebut tidak pernah sekalipun telat untuk melaporkan SPT Tahunannya. Tepat waktu. Selalu.
Akhir dari obrolan pagi yang hangat adalah saya meminta izin kepada Pak Tua untuk mengambil gambar beliau untuk saya bagikan ke semua orang. Saya bilang “Bapak, kalau tahun depan sudah tidak kuat lapor, nanti bisa minta tolong kerabatnya saja pak, boleh diwakilin kok pak.” Tapi lagi-lagi saya dibuat terpesona dengan jawaban Pak Tua. “Insya Allah kalau masih bisa saya tetap laporan sendiri mas.”
Setelah mengobrol agak lama, karena hari masih pagi dan belum ada antrian. Akhirnya saya mengantarkan Pak Tua sampai ke pintu gerbang. Beliau naik ojek ke kantor tadi.
“Terima kasih banyak atas pelayanannya ya nak,” kata Pak Tua sambil tersenyum.
“Saya yang harusnya berterima kasih banyak pak, makasih banyak ya pak sudah datang kesini. Kalau ada kesulitan pengisian SPT Tahunannya silahkan datang kesini ya pak, dengan senang hati saya dan teman-teman bakal bantu.”
Untuk informasi, pak tua itu bernama H. Mashaitami. Umurnya sudah 84 tahun. Masih sanggup untuk datang ke Kantor Pajak untuk memberikan kontribusinya kepada negara.
Untuk saya, Pak H. Mashaitami membuat lecutan semangat bekerja lebih baik lagi. Lebih semangat lagi. Dan lebih keras lagi untuk memberikan pelayanan dan kontribusi kepada negara. Malu jika bekerja setengah-setengah. Malu dengan Pak H. Mashaitami yang telah berkontribusi dengan penuh hati.
Untuk anda, silahkan ambil pelajaran dari kisah ini, silahkan renungkan, silahkan bandingkan dengan kisah Pak H. Mashaitami. Jangan berbicara soal nasionalisme jika bayar pajak saja anda tidak. Jangan skeptis kepada negara. Negara sudah banyak memiliki orang-orang yang hanya bisa nyinyir. Negara butuh lebih dari sekedar itu. Negara butuh orang-orang yang optimis. Orang-orang yang percaya bahwa negara ini masih bisa menjadi tempat yang nyaman dan menyenangkan untuk kita huni bersama.
Untuk Bapak Kepala KPP Pratama Tanjung Karang, Bapak Kepala Kanwil DJP Bengkulu Lampung, atau Bapak Ken Dwijugesteadi selaku Dirjen Pajak. Kalau tidak keberatan, saya petugas TPT KPP Pratama Tanjung Karang memohon agar orang-orang seperti Pak Mashaitami patut untuk diberikan apresiasi. Karena orang-orang seperti Pak H. Mashaitami inilah yang membuat kita lebih semangat lagi dalam memberikan kontribusi untuk negara.(*)
*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi dimana penulis bekerja.
- 258 kali dilihat