Anak-anak Sombori : Ketika Pendidikan Tinggi Masih Mimpi

Oleh: Retno Widi Astuti, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Pariwisata di timur Indonesia selalu menawarkan pengalaman yang berbeda dari yang lainnya. Sama halnya dengan kawasan konservasi laut di Kepulauan Sombori, Kecamatan Menui Kepulauan, Kabupaten Morowali, Propinsi Sulawesi Tengah. Kawasan seluas 41.342 hektar itu dikelilingi 34 gugusan pulau yang sebagian berpenghuni dan belum terjamah. Banyak yang menjuluki Kepuluan Sombori sebagai paduan dari tiga lokasi wisata : Taman Nasional Bunaken di Sulawesi Tenggara, Taman Nasional Bunaken di Sulawesi Tenggara, dan Kepulauan Raja Ampat yang terletak di Papua.
Ada beberapa lokasi wisata yang menjadi tujuan wisatawan ketika berkunjung ke Kepulauan Sombori. Di antaranya ada Goa Berlian, Rumah Nenek :sebuah spot menyelam dan snorkeling yang penuh dengan terumbu karang dan ikan laut beragam, Pantai Koko, dan Pulau Kahyangan. Dari beberapa tujuan wisata tersebut, Pulau Kahyangan menjadi favorit karena pemandangan dari puncak pulau inilah yang disebut-sebut serupa dengan ikon wisata Kepulauan Raja Ampat di Papua.
Di dalam kawasan ini juga terdapat satu pulau kecil yang terbentuk dari batuan cadas, yang dikenal dengan Desa Lombokita. Sebanyak kurang lebih 40 kepala keluarga menghuni desa sementara fasilitas umum hanya berupa sebuah masjid dan sekolah dasar permanen. Rumah para warganya umumnya terbuat dari kayu, berbentuk seperti rumah panggung dengan tiang-tiang kokoh tertancap kuat. Rumah yang satu dengan lainnya dihubungkan oleh jalan desa yang sebagian besar terbuat dari beton. Ketika musim liburan tiba, rumah-rumah warga dan balai desa beralih fungsi sebagai tempat penginapan para wisatawan yang berkunjung ke Kepulauan Sombori.
Karena hampir seluruh pulau terbentuk dari batuan cadas, air tawar menjadi sesuatu yang langka di desa ini. Penduduk harus mengambil air di sumur yang terdapat di Desa Laroenai, Bungku Selatan. Itu pun membutuhkan waktu 3 jam dengan menggunakan perahu dayung. Anak-anak kecil Desa Lombokita lah yang diberi tugas oleh desa untuk mengambil air tawar. Wisawatan yang ingin menggunakan air tawar harus merogoh kocek sebesar sepuluh ribu rupiah untuk satu jerigennya. Uang hasil keringat itu tak lantas masuk ke kantong pribadi anak-anak luar biasa ini. Mereka menerima sebagian kecil saja dan sebagian lainnya digunakan untuk mengisi kas desa yang digunakan untuk membiayai keperluan bersama.
Tak hanya kelangkaan air, saat kami berkunjung listrik bahkan belum menyentuh desa ini. Listrik hanya ada di malam hari yang pengadaannya menggunakan genset berbahan bakar solar. Solar dibeli dengan memanfaatkan dana desa sehingga para warga pun berhemat dalam penggunaannya. Listrik benar-benar digunakan seefektif dan seefisien mungkin. Maka wajar rasanya ketika anak-anak di desa ini tak mengetahui satu pun serial kartun yang biasa diputar di layar kaca pada Minggu pagi.
Pendidikan formal yang ditempuh anak-anak desa Lombokita terbatas hingga tamat sekolah dasar. Selain karena alasan jarak yang cukup jauh untuk pindah ke pulau lain, besarnya biaya hidup menjadi sandungan bagi mereka. “Walaupun tak memiliki seragam yang layak, sepatu yang bagus ataupun peralatan sekolah yang lengkap, setiap harinya mereka tetap bersemangat bersekolah,” tutur Jafar Junus Paloa selaku Kepala Sekolah SD Negeri Lombokita.
Berdasarkan data dari laman Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, pada tahun 2018 di Kabupaten Morowali terdapat 195 sekolah yang tersebar di wilayah seluas 15.490,12 Km2 . Sekolah-sekolah tersebut terdiri dari 139 SD, 36 SMP, 9 SMA, 10 SMK, dan 1 SLB. Sedangkan di Kecamatan Menui Kepulauan sendiri hanya terdapat 34 sekolah yang terdiri dari 25 SD, 7 SMP, 1 SMA, dan 1 SMK. Bandingkan dengan Kabupaten Kendal yang memiliki luas wilayah 1.002,23 Km2. Di kabupaten ini terdapat 771 sekolah dengan rincian 574 SD, 107 SMP, 34 SMA, 50 SMK, dan 6 SLB. Bila dilihat dari luas wilayahnya maka pembangunan sekolah di Kabupaten Morowali masih butuh perhatian ekstra dari pihak pemerintah.
Dari sekian banyak jumlah sekolah dasar yang ada di Kabupaten Morowali hanya sebagian kecil lulusannya yang bisa melanjutkan sekolah hingga jenjang berikutnya. Selain karena jumlah sekolah yang minim, jarak sekolah yang jauh, kesulitan akses dan rendahnya kemampuan ekonomi masih menjadi kendala. Bagi anak-anak di Kabupaten Morowali, khususnya di Desa Lombokita, dapat menempuh pendidikan hingga perguruan tinggi adalah sebuah mimpi mewah. Butuh lebih dari sekedar keinginan dan tekad untuk mewujudkannya.
Di sisi lain, alokasi APBN untuk dana pendidikan selalu bertambah di setiap tahunnya. Pada APBN tahun 2017 teralokasi dana sebesar Rp416,1 triliun yang digunakan untuk pendidikan. Lalu di tahun 2018 dari total anggaran belanja sebesar Rp2.220 triliun pada APBN tahun anggaran 2018 pemerintah telah mengalokasikan dana Rp444,131 triliun untuk pendidikan. Di tahun 2019 ini pemerintah menganggarkan dana sebesar Rp492,555 triliun untuk alokasi dana pendidikan.
Perbandingan kedua data di atas menunjukkan bahwa penyebaran alokasi dana yang belum sempurna dari pihak pemerintah atau memang dana pendidikan yang seharusnya teralokasi masih belum memadai. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati bahkan mengaku kecewa dengan pemanfaatan dana pendidikan yang belum sebanding dengan kualitas pendidikan yang dihasilkan. “Indonesia masih berada di belakang beberapa negara Asia dari segi pendidikan, padahal kami telah mengeluarkan anggaran 20 persen dari APBN untuk edukasi selama 10 tahun terakhir. Ini masih belum memuaskan, bahkan mungkin kami kecewa karena lulusan pendidikan Indonesia tidak mencapai level yang diinginkan,”ungkap Sri Mulyani.
Segala keterbatasan yang dialami anak-anak Desa Lombokita adalah cerminan sebagian kecil fakta di lapangan tentang dunia pendidikan di Indonesia. Hal ini bisa teratasi dengan adanya dana pendidikan yang cukup untuk keperluan belajar mereka. Dana APBN yang sebagian besar berasal dari pajak yang anda bayarkan, salah satunya digunakan bagi keberlangsungan pendidikan hingga ke pelosok negeri, termasuk untuk mereka.
Ada banyak harapan terlantun dari bibir kecil anak-anak kecil dari seluruh jagat nusantara, termasuk juga dari mereka, anak-anak Desa Lombokita yang rela menempuh 3 jam perjalanan dengan perahu dayung demi satu jerigen air bersih yang bisa anda digunakan untuk membasuh badan. Di Hari Anak Nasional ini mari satukan tekad untuk memberikan pendidikan yang layak bagi anak-anak di negara Republik Indonesia. Mari menjadi warga negara yang ikut berperan nyata membangun negara dengan membayar pajak yang menjadi sumber pendapatan negara. Dan untuk anda yang sudah melaksanakan kewajiban sebagai warga negara yang baik, yang telah patuh membayar pajak, ingatlah bahwa anda adalah salah satu dari sekian banyak warga negara yang turut menyumbangkan senyuman di ribuan wajah anak-anak Indonesia yang bisa menempuh pendidikan dengan baik.
*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi penulis bekerja.
- 523 kali dilihat