Pilpres, Pileg dan Pajak

Oleh: Hartono, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Pesta demokrasi sepanjang sejarah Indonesia akan digelar serentak pada hari Rabu Pahing 17 April 2019. Pada hari itu seluruh Warga Negara Indonesia (WNI) diseluruh penjuru dunia akan memilih Presiden dan wakil Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Propinsi dan DPRD Kota/Kabupaten.
KPU mendapatkan anggaran untuk menyelenggarakan Pileg dan Pilpres sebesar Rp24, 8 triliun yang akan digunakan untuk membiaya agenda demokrasi memilih presiden dan wakil presiden, DPR 575 orang, DPRD Propinsi 2.207 orang, DPRD kota/kabupaten 17.610 orang dan DPD 136 orang.
Dalam masa kampanye antara 13 Oktober 2018 hingga 13 April 2019 sebelum hari pencoblosan para calon baik eksekutif maupun legislative itu beradu program baik fisik maupun non fisik yang intinya akan bekerja agar rakyat menjadi lebih sejahtera, adil, dan makmur di segala bidang.
Menurut KPU, 192 juta warga negara terdaftar sebagai pemilih tetap yang akan memilih para wakil rakyat dari 16 partai politik peserta pemilu. Sekitar 5 juta pemilih merupakan pemula. Para wakil rakyat akan menduduki kursi legislative sebagai pembuat kebijakan dan program-program bersama pemerintah antara lain menyusun anggaran, peraturan dan mengawasi jalannya pemerintahan.
Program-program tersebut tentunya tidak terlepas dari sumber dana. Mereka dengan lantang menolak sumber dana dari utang karena akan menyengsarakaatan masa depan anak cucu atau generasi yang akan datang. Janji mereka adalah semua program akan menggunakan dana dari dalam negeri, yakni pajak.
Pendapatan negara dalam APBN 2019 berharap lebih dari 72%nya dari peran serta masyarakat untuk membayar pajak. Pajak menjadi tumpuan harapan untuk mewujudkan cita-cita seluruh elemen bangsa Indonesia yaitu sejahtera, adil dan makmur. Pajak dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.
Pajak terdiri dari pajak pusat dan daerah. Pajak pusat dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak di bawah Kementerian Keuangan. Pajak daerah dikelola oleh Dinas pendapatan propinsi untuk pajak daerah propinsi dan dinas pendapatan Kota/kabupaten untuk pajak daerah kota/kabupaten. Pajak Pusat masuk kas negara dan dilaporkan dalam APBN sedangkan pajak daerah masuk kas daerah dan dilaporkan dalam APBD propinsi dan APBD Kota/Kabupaten.
Menyadari akan pentingnya pajak, tentunya pemerintah dan rakyat harus mendukung dan memperkuat institusi pengumpul pajak. Masyarakat wajib pajak harus taat dan patuh dengan membayar dan melaporkan kewajiban pajaknya sesuai ketentuan. Instansi, lembaga dan badan pemerintah harus bekerjasama dan memberikan dukungan dengan memberikan data dan informasi kepada instansi pajak.
Para petugas pajak yang diberikan amanah harus bekerja dengan pelayanan yang professional dan berintegritas untuk mengadministrasikan kewajiban bernegara para wajib pajak. Selain itu, wajib pajak juga harus ikut menjaga dan melindungi diri dari usaha suap atau gratifikasi yang mengancam integritas para petugas pajak dan melaporkan apabila terdapat penyelewengan para petugas pajak.
Dana pajak akan dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk belanja pemerintah untuk membiayai pembangunan fisik dan non fisik. Pemerintah baik eksekutif dan legislative, lembaga swadaya masyarakat (LSM), pengamat dan seluruh komponen masyarakat juga harus ikut terlibat dalam pengawasan penggunaan dana APBN/APBD mulai pemerintah pusat hingga desa agar tepat sasaran dan bukan menjadi ajang korupsi.
Calon pemimpin yang terpilih nanti memerlukan dukungan masyarakat untuk mewujudkan janji-janji dan programnya. Bentuk dukungan tersebut adalah dengan mengikuti semua ketentuan yang berlaku termasuk ketentuan pajak. Pemimpin tanpa dukungan rakyat tidak akan dapat melaksanakan tugasnya sehingga program dan janji tidak akan terlaksana.
Jangan golput, suara anda akan menentukan masa depan bangsa. Mari kita memilih para calon dalam pilpres dan pileg yang memiliki kompetensi dan komitmen untuk pemberdayaan dan memperkuat instansi pajak sebagai pengumpul penerimaan pajak yang lebih baik.
Negara maju karena warganya memiliki pemikiran yang maju dengan kinerja yang optimal dalam memafaatkan potensi dan sumberdaya yang tersedia. Taat pajak sebagai cerminan pemikiran warga negara yang maju karena tahu dan sadar apa yang harus diberikan kepada negara bukan menuntut apa yang harus negara berikan.
Pemungutan pajak sejak 1983 menggunakan system Self Assesment yang memberikan kepercayaan penuh kepada Wajib Pajak untuk mendaftar, menghitung, menyetor dan melaporkan kewajiban pajaknya sendiri. Oleh karena itu, kepedulian rakyat dengan pajak sangat menentukan pencapaian target penerimaan APBN.
Dalam APBN 2018 lalu, realisasi penerimaan sebesar Rp1.924,3 triliun atau 102,% dari target Rp1.894,7 triliun. Realisasi tersebut dari sektor perpajakan sebesar Rp1.521,4 triliun PNBP Rp407,1 triliun dan hibah Rp13,9 triliun. Sedangkan tahun 2017 penerimaan hanya sebesar Rp1.732,9 triliun.
Mayarakat yang tahu, sadar dan peduli pajak adalah kunci pencapaian target penerimaan pajak. Kegagalan pencapaian target pajak akan membuka lembaran hutang baru untuk menambal belanja negara yang mengancam masa depan generasi mendatang. Pajak soko guru atau tulang punggung kekuatan negara, pajak kuat negara akan kuat.
*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi penulis bekerja.
- 86 views