Pajak Bertutur Menyambut Bonus Demografi

Oleh: Devie Koerniawan, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Diperlukan lebih dari seperdelapan abad bagi Amerika Serikat, negara yang memiliki rasio penerimaan pajak terhadap Gross Domestic Product (GDP) sebesar 11,79%, untuk menyadarkan urgensi pajak kepada wargnya. Inggris, negara dengan rasio penerimaan pajak terhadap GDP sebesar 23,02% membutuhkan waktu yang lebih lama, 13 tahun. Sedangkan Australia, yang rasio penerimaan pajak terhadap GDPnya sebesar 17,87%, membutuhkan waktu 17 tahun (The Kirchler, 2001).
Hasil riset ini menyadarkan kita bahwa membangun kesadaran pajak tidak bisa diusahakan secepat memasak mie instan. Dalam kurun 17 tahun, Australia telah memasukkan pengetahuan perpajakan dalam kurikulum pendidikan sejak di bangku secondary school atau sekolah menengah. Internal Revenue Service (IRS) – otoritas pajak Amerika Serikat – telah membuat metode pengajaran pemahaman pajak yang mereka istilahkan as easy as A, B, C. Program ini merupakan program interaktif yang diciptakan untuk memudahkan para pelajar sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas dan perguruan tinggi dalam memahami pajak.
Oberholzer & Nel (2006) menyatakan sejak sejumlah besar lulusan sekolah akan menjadi pembayar pajak masa depan, maka penerapan pendidikan pajak di tingkat sekolah akan sangat meningkatkan keberhasilan sistem pajak. Lebih lanjut, Luane Koster (2001) menjelaskan bahwa mendidik siswa sekolah tentang perpajakan akan memungkinkan mereka untuk memiliki pengetahuan dasar tentang urusan perpajakan mereka dan membuat mereka mampu memutuskan tentang kewajiban pajak mereka. Meningkatkan level pengetahuan tentang pajak akan menyebabkan peningkatan sikap pembayar pajak tentang urusan pajak mereka. Peningkatan level pengetahuan akan menghasilkan peningkatan tingkat kepatuhan pajak dan akhirnya menghasilkan peningkatan keseluruhan dalam pendapatan pemerintah.
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menyadari betul hal ini. Membangun kesadaran pajak sejak dini merupakan salah satu program prioritas DJP menuju masyarakat yang sadar dan peduli pajak. Untuk itu DJP meluncurkan program Inklusi Pajak, program edukasi perpajakan secara terstruktur dan sejak dini kepada generasi muda melalui pendidikan dengan cara memasukkan materi urgensi pajak dalam mata pelajaran SD, SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi.
Akan tetapi program ini membutuhkan persiapan yang matang dan jalan yang cukup panjang, karena menyangkut perubahan kurikulum dan koordinasi antar lembaga negara yang tidak sederhana. Maka, sembari menunggu proses inklusi pajak ke dalam kurikulum pelajaran sekolah, DJP meluncurkan program Pajak Bertutur. Program yang biasa disingkat Patur ini datang setahun sekali, mengunjungi para pelajar dari tingkat dasar sampai mahasiswa perguruan tinggi. Meski hanya setahun sekali, bukan berarti tidak ada yang bisa diwariskan dari kunjungan annual ini. Tahun 2018 adalah tahun ke-dua program Pajak Bertutur. Tahun ini Patur akan dilaksanakan secara serentak di seluruh Indonesia tanggal 9 November. Pada tanggal itu, para petugas pajak akan hadir di sekolah-sekolah yang secara lokasi dekat dengan kantor pajak. Karena keterbatasan waktu, tak banyak yang bisa dan akan disampaikan para duta pajak ini. Melalui kemasan yang menarik yang disesuaikan dengan tingkat pendidikan dan psiokologi siswa, para duta pajak ini “hanya akan” mengenalkan pentingnya pajak kepada terhadap keberlangsungan negara.
Kementerian PPN/Bappenas memprediksi bahwa pada tahun 2030-2040 Indonesia akan mengalami bonus demografi. Pada tahun-tahun itu, jumlah penduduk dalam usia produktif (15-64 tahun) akan lebih besar dari jumlah penduduk usia tidak produktif (di bawah 15 tahun dan di atas 64 tahun). Tahun 2030 akan datang 12 tahun lagi. Ini artinya, para penduduk usia produktif di masa bonus demografi adalah para generasi yang sekarang sedang duduk di bangku sekolah dasar, menengah dan perguruan tinggi. Mereka nantinya yang akan bekerja, berkarya, dan menjadi mesin produksi negara kita. Jika ada produksi, maka ada penghasilan. Jika ada penghasilan maka akan ada pajak yang terkumpul untuk menyokong negara. Alangkah luar biasanya jika saat itu tiba, 64% dari total 297 juta penduduk Indonesia telah sadar dan peduli pajak. Tak terbayangkan betapa mandirinya Indonesia saat itu jika 190 juta penduduk usia produktif secara sukarela memenuhi kewajiban perpajakannya.
Indonesia mandiri bukanlah mimpi, jika kesadaran akan urgensi pajak kita bangun sedari dini.(*)
*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi di mana penulis bekerja.
- 355 views