Dana Penanggulangan Bencana dan Kedaruratannya

Oleh: M Syarif Mansyur, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak
560 miliar rupiah sudah dicairkan oleh negara pada tanggal 1 Oktober 2018 untuk kebutuhan penanganan bencana gempa dan tsunami di Donggala dan Palu, Sulawesi Tengah. Dana on call tersebut merupakan permintaan dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
Di bulan Agustus 2018, negara sebelumnya telah mencairkan dana sebesar Rp985,8 miliar untuk penanganan kondisi darurat dan misi kemanusiaan atas gempa di Lombok. Anggaran ini diajukan BNPB untuk digunakan dalam memperbaiki sejumlah kerusakan, di antaranya rumah tinggal penduduk, sekolah, jalan, jembatan, gedung kantor pemerintah, pasar, serta sarana prasarana sosial ekonomi lainnya.
Menyadari akan potensi bencana di Indonesia, negara telah menyiapkan dana cadangan bencana sebesar Rp3,3 triliun di dalam APBN 2018 yang penggunaannya akan dikoordinasikan bersama BNPB. Di tahun sebelumnya, dana bencana masih dialokasikan Rp1,2 triliun. Dibandingkan dengan tahun lalu, negara telah meningkatkan 37 persen dana untuk pos pengeluaran yang tidak diharapkan namun tetap harus diantisipasi ini. Namun, apakah pencadangan dana sebesar tiga triliun rupiah sudah cukup untuk setiap tahunnya?
Di tahun 2015, dalam suatu rapat dengar pendapat, Kepala BNPB menjelaskan bahwa proposal permintaan dana dari seluruh Indonesia bisa mencapai Rp30 triliun setahun.
Berdasarkan pendapat Kepala Data dan Informasi BNPB di tahun 2014, Sutopo Purwo Nugroho, anggaran ideal untuk pos penanggulangan bencana adalah 1 persen dari APBN. Beliau menginginkan pemerintah Indonesia dapat mencontoh kebijakan anggaran yang disusun oleh Amerika Serikat, di mana alokasi dana bencana merupakan salah satu investasi pembangunan.
Jika dihitung dari total rencana pendapatan dalam APBN 2018, maka idealnya negara menyiapkan setidaknya Rp18 triliun untuk dana penanggulangan bencana. Angka ini pastilah akan nampak kontras dengan realita pengalokasian di tahun 2018 yang hanya mencapai 0,17 persen dari APBN 2018. Perbandingan ini menunjukkan bahwa semuanya masih jauh dari kondisi ideal, namun tentu saja ini bukan hal yang disengaja atau dibiarkan, mengingat banyaknya prioritas lain yang menjadi pertimbangan dalam penyusunan anggaran.
Indonesia terletak di wilayah cincin api dunia yang berarti sangat rawan untuk diguncang gempa bumi, gelombang tsunami dan bencana vulkanologi. Posisinya di khatulistiwa yang hanya memiliki dua musim dapat membawa potensi kekeringan dan kebakaran hutan di musim panas, dan bencana banjir di musim penghujan. Karakter geografis Indonesia yang rawan bencana sudah sepatutnya menjadi perhatian semua kalangan. Partisipasi dan kepedulian masyarakat sangat dibutuhkan, tidak hanya melalui doa, tenaga dan uluran sumbangan pada saat kejadian bencana. Masyarakat juga diharapkan dapat lebih membuka diri dengan partisipasinya dalam meningkatkan anggaran penanggulangan bencana melalui peningkatan kepatuhan pembayaran pajak.
Marilah kita berdoa dan berupaya bersama agar bencana yang melanda negeri ini dapat segera teratasi, dan segala kebutuhan negara di masa mendatang dapat tercukupi oleh partisipasi yang baik dari seluruh warga negaranya. (*)
*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi penulis bekerja.
- 1305 views