Widyaswara Kami, Kiasan Gajah, dan Ketulusannya
Oleh: Rifky Bagas Nugrahanto, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Dunia ini sejatinya menjadi dunia yang indah, karena segalanya saling memiliki peran dan menguatkan, berdasarkan ilmu yang dimiliki. Ilmu yang menjadi penghubung dan menjadi perekat menjadi bagian penting bagi manusia, untuk dapat membuka diri, dan peduli terhadap sekitar. Ilmu itu dapat berupa pengalaman maupun cerita inspirasi yang dibagikan dan menjadi motivasi indah bagi manusia lain. Rasa berbagi itu menjadikan perasaan yang terhubung yang menciptakan rasa saling mendukung satu sama lainnya.
Itulah yang saya rasakan sekali lagi, mungkin dalam kurun beberapa lama ini. Dua minggu yang sangat luar biasa, kita berbagi rasa lelah dan kepenatan, belajar bersama dalam diklat account representative dasar angkatan V. Namun hadirnya widyaswara kami, Bapak Faisal Ahmad Chotib, sosok luar biasa bagi kami. Tiga puluh siswa merasakan hal yang sama, yaitu kami merasa menyatu dan melengkapi satu sama lain. Ada hal yang spesial mungkin di mata saya, bahwa beliau berulang-ulang menceritakan mengenai gajah dan kata ketulusan. Mengajarkan kami bahwa niat ketulusan adalah pondasi segalanya.
Saya tidak bisa menahan, bahwa saya kagum dengan sosok guru kami ini. Beliau mengajarkan kami, kerendahan, dan kebaikan hati untuk menjadi seorang petugas pajak yang baik dan amanah. Sosok beliau dengan banyak pengalaman dan ilmu, tidak serta membuat kami terbatas dalam mengungkapkan pendapat. Banyak hal yang kami tidak ketahui, namun beliau ajarkan dengan cara yang mudah. Ketentuan perpajakan yang dirasa sangat kompleks dan dinamis, dibagikan kepada kami dengan cara yang mudah dipahami.
Sosok beliau dengan pengalaman sebagai account representative, pemeriksa, petugas sidang, dan mungkin beberapa pengalaman lain, yang mungkin tidak kami ketahui, tidak serta menjauhkan beliau untuk memposisikan diri sebagai sahabat bagi kami. Pembelajaran yang berkisar 12 jam setiap harinya, menjadi hal yang tidak terasa bagi kami. Pelajaran yang mendalam dari beliau, yaitu menjadi petugas pajak tidak serta merta, menjadi arogan. Menjadi petugas pajak ialah bekerja dengan hati, dan sepenuh hati, serta niat tulus seperti kiasan hewan besar “gajah”.
Menurut saya, kemampuan kompetensi sangatlah penting. Namun kemampuan menjalin komunikasi baik dengan mitra kerja dan wajib pajak, tidak kalah pentingnya, dan itulah yang beliau ajarkan setiap harinya. Terdapat pengajaran, kita berperan langsung menjadi petugas pajak dan wajib pajak, dengan mencoba melakukan “roleplay” dalam berkomunikasi. Setiap orang mungkin mempunyai cara masing-masing, dan gaya masing-masing, namun seperti yang beliau bilang bahwa “jadilah diri sendiri.” Menjadi diri sendiri namun tidak membatasi diri untuk berkembang menjadi lebih baik. Tidak perlu menjadi orang lain atau menjadi seperti idola presenter pujaan. Menurut beliau, jadi diri sendiri dengan niat yang tulus dan rendah hati, itu jauh lebih penting.
Selain itu, menjadi petugas pajak berarti kita juga harus dapat ikut serta menciptakan keadilan dan menjadi pemberi solusi yang baik, tanpa menyimpang dari ketentuan yang ada. Hal yang saya yakini, bahwa semua warga negara adalah mitra dan sahabat. Mitra dan sahabat untuk bersama membangun Indonesia menjadi lebih baik lagi. Karena mewujudkan keadilan dan kesejahteraan sosial adalah tujuan utama dalam mengumpulkan penerimaan pajak.
Tiga puluh siswa, dengan latar belakang kantor unit vertikal di seluruh Indonesia ini, merasa sangatlah beruntung. Para pengajar tamu dari CTA (Center Tax Analys), Bapak Sukirno, Arif, Husni, dan Fandi juga memberikan kontribusi besar kepada kami. Pengalaman mereka dibidang penggalian potensi, dengan bervariasi di sektornya, mengajar kami bahwa pekerjaan sebagai petugas pajak tidak membuat diri kita puas terhadap ilmu yang dimiliki. Setiap saat dan waktu, kehausan akan ilmu harus terus terjaga. Karena ilmu di luar sangatlah luas dan tak terbatas.
Dua minggu ini, kami diajarkan lebih dari Nilai-Nilai Kementerian Keuangan. Kami diajarkan lebih dari nilai-nilai kehidupan. Saya pun merasa bersyukur, berada di antara tiga puluh siswa dengan latar belakang yang berbeda, kita bisa saling berbagi apa yang kami miliki. Sehingga benar, kami mungkin dua minggu ditakdirkan bertemu, bertujuan untuk menciptakan sejarah yang baik, bagi kami sendiri ataupun bagi tugas kami nantinya untuk institusi.
Pengalaman yang indah dan wajib kami kenang, dan juga tak lupa kami ucapkan banyak terima kasih karena telah membuat tiga puluh siswa ini, dapat menjadi manusia yang saling mendukung dan saling menguatkan. Menjadi insan pengumpul penerimaan yang bukan hanya handal dalam kompetensi namun juga dapat bekerja dengan sepenuh hati, seperti apa yang para guru kami kami ajarkan. Terima kasih, widyaswara terbaik kami, Bapak Faisal Ahmad Chotib, para pengajar tamu dari CTA (Bapak Sukirno, Arif, Husni, dan Fandi), dan tak lupa BPPK serta Pusdiklat Pajak tempat kami menggali ilmu. Dan mengutip dari beberapa simbol di dalam kelas kami, bahwa kami akan selalu bersinar, bekerja sesuai amanah demi mengumpulkan penerimaan negara dengan selalu mengedepankan rasa kerendahan hati. Seperti layaknya tanaman padi yang merunduk saat bulirnya terasa berat karena ilmu. Semoga kami selalu dapat menjadi manfaat bagi diri kami, keluarga, institusi kami, dan juga negara Indonesia tercinta ini. Terima kasih atas segala ketulusan di dalam pengalaman indah ini.(*)
*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi penulis bekerja.
- 101 kali dilihat