Status “NE”, Kecewa apa Gembira?
Oleh: Rifky Bagas Nugrahanto, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Awal tahun 2019 menjadi permulaan waktu untuk melaporkan SPT Tahun 2018 bagi setiap wajib pajak. Batas waktu pelaporan untuk OP sampai dengan 31 Maret 2019 dan untuk Badan sampai dengan 30 April 2019. Wajib pajak juga dapat melaporkan SPT Tahun Pajak sebelumnya, namun dengan status terlambat dan akan diterbitkan surat tagihan pajak atas keterlambatan pelaporan.
Pelaporan SPT Tahun 2018, merupakan pelaporan pajak atas penghasilan yang diterima tahun 2018 dengan tarif progresif bagi wajib pajak OP. Sedangkan bagi wajib pajak badan yang menggunakan pembukuan, pastinya jika terdapat nilai kurang bayar untuk tahun 2018, harus terdapat penyetoran atas nilai tersebut. Perlu dipastikan juga bagi wajib pajak badan bahwa dengan adanya kenaikan nilai pajak dibandingkan dengan tahun sebelumnya maka angsuran PPh Pasal 25 pun dapat ditingkatkan di tahun 2019.
Hal-hal di atas mungkin dapat memandu wajib pajak untuk menghadapi tahun 2019. Namun bagaimanakah jika kita tidak melaporkan SPT Tahun 2018 kita atau tahun pajak sebelumnya? Sangat dipastikan bahwa dalam data pajak, terjadi ketidakpatuhan pelaporan. Perlu diingat bagi wajib pajak, selain dapat dikenakan denda berupa penerbitan STP (Surat Tagihan Pajak) dan dapat pula diusulkan pemeriksaan, ketidakpatuhan pelaporan ini akan mengakibatkan wajib pajak dikenakan status NE. Status wajib pajak NE (Not Effective) ini akan otomatis secara jabatan jika wajib pajak tidak melaporkan SPT Tahunan selama dua tahun berturut-turut.
Dua Jenis Tanggapan Atas Status NE
Berbicara mengenai status NE pastinya ada dua pendapat yang berbeda. Pertama pastinya status NE ini akan mempersulit kegiatan perpajakan wajib pajak. Wajib pajak yang melakukan kegiatan usaha namun tidak melaporkan secara berkala SPT Tahunannya, diblokir dalam memperoleh pelayanan perpajakan. Salah satunya yaitu permintaan nomor seri faktur baik secara online ataupun langsung ke KPP. Terdapat penolakan dari sistem yang menjelaskan bahwa wajib pajak tidak dapat meminta nomor seri faktur.
Kondisi yang lainnya yaitu, wajib pajak tidak akan dapat mengurus SKB (Surat Keterangan Bebas). SKB sangat penting bagi wajib pajak dengan peredaran bruto tertentu. Wajib pajak membutuhkannya agar tidak dipotong atau dipungut pajaknya antara lain, PPh 21, PPh 22, PPh 22 impor, dan PPh 23. Walaupun sudah jelas dalam pengajuan SKB ini, harus menyampaikan SPT Tahunan sebelum tahun pajak permohonan SKB.
Lebih lanjut lagi bahwa wajib pajak dapat kesulitan untuk menerbitkan faktur pajak keluaran. Sudah banyak diketahui bahwa BUMN maupun pemerintah daerah akan bertransaksi dengan PKP (Pengusaha Kena Pajak). Lawan transaksi haruslah PKP dan harus menerbitkan faktur pajak agar diterima oleh BUMN dan juga pemerintah daerah. Oleh karena itu, karena wajib pajak sudah diblokir karena dalam status NE maka wajib pajak tidak akan bisa menerbitkan faktur pajak keluaran. Sudah jelas, bahwa status NE ini akan menyebabkan wajib pajak terkendala dalam proses pelayanan perpajakan lainnya juga.
Kedua yaitu, status NE ini mungkin disambut gembira oleh wajib pajak yang memang benar-benar tidak ada lagi kegiatan usaha. Wajib pajak tersebut tidak memperoleh penghasilan lagi sehingga berencana untuk melakukan penghapusan NPWP. Kondisi lainnya yaitu wajib pajak tersebut telah ditetapkan sebelumnya dalam kondisi pailit dan sedang dalam proses pembuatan akta pembubaran. Namun wajib pajak tidak serta merta terbebas dari kewajiban perpajakan. Penerbitan STP atas tindakan ketidakpatuhan perpajakan akan tetap menjadi tanggung jawab wajib pajak.
Surat Tagihan Pajak akan tetap dibebankan dan harus dilunasi oleh wajib pajak sebelum dilakukan penghapusan NPWP. Proses penghapusan NWPW bukan hanya dengan pengajuan permohonan, namun juga dilakukan pemeriksaan tujuan lain. Dalam menentukan terkabul tidaknya permohonan penghapusan NPWP, wajib pajak harus terbebas dari segala tunggakan pajak. Jika wajib pajak masih mempunyai tunggakan pajak, harus dilakukan pelunasan segera. Sehingga jelas, bahwa kepatuhan itu sangatlah penting dalam perpajakan. Tetapi berbeda pastinya bagi wajib pajak dengan iktikad baik. Wajib pajak iktikad baik akan selalu mendapatkan kelancaran dan lebih percaya diri dalam hal kewajiban perpajakannya, karena kepatuhannya yang baik pula.(*)
*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi di mana penulis bekerja.
- 34890 kali dilihat