IMF-WBG Annual Meeting 2018: Ekonomi Digital dan Ekonomi Kreatif

Oleh: Johana Lanjar Wibowo, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak
International Monetary Fund-World Bank Group (IMF-WBG) akan menyelenggarakan IMF-WBG Annual Meeting pada 12-14 Oktober 2018 mendatang. Indonesia didapuk sebagai tuan rumah helatan internasional ini. Alasannya, sebagai negara ekonomi digital, Indonesia dinilai memiliki pertumbuhan ekonomi inklusif yang baik. Harapannya, Indonesia dapat menginisiasi negara-negara lainnya.
Ada banyak isu yang akan didiskusikan dalam pertemuan tahunan ini. Utamanya mengenai perkembangan ekonomi dan keuangan global. Ekonomi digital menjadi bahasan hangat di tengah perkembangan Revolusi Industri 4.0.
Perkembangan ekonomi digital ditandai oleh pertumbuhan e-commerce (dagang-el). Pertumbuhan dagang-el ini seiring dengan peningkatan pengguna internet. Internet telah menjadi kebutuhan sehari-hari. Kemudahan akses internet memungkinkan siapapun untuk terhubung kapan pun.
Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) melalui surveinya pada tahun 2017 mencatat penetrasi pengguna internet di Indonesia sebanyak 143,26 juta (54,68% dari 262 juta total populasi penduduk Indonesia). Sementara, tahun sebelumnya angka ini mencapai 132,7 juta (51,79% dari 256,2 juta total populasi penduduk Indonesia).
Distribusi penggunaan internet mayoritas untuk transaksi jual dan beli daring, seperti: mencari harga (45,14%), informasi membeli (37,82%), membeli daring (32,19%), transaksi perbankan (17,04%), dan menjual daring (16,83%). Selain itu, 87,12% responden memanfaatkan internet untuk media sosial.
Dagang-el biasa dilakukan melalui situs jual beli atau media sosial. Sedikitnya enam situs yang familiar digunakan, yaitu: tokopedia, bukalapak, shopee, blibli, olx, dan lazada, Sedangkan, media sosial yang populer digunakan, seperti: facebook, instagram, whatsapp, dan twitter. Situs dan media sosial itu menempati lima puluh besar situs yang sering dikunjungi menurut survei Alexa.
Menurut catatan Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf), potensi industri dagang-el di Indonesia mencapai US$ 8,3 miliar atau sekitar Rp107 triliun 2017. Tren industri ini akan melonjak pesat. Pada tahun 2025, tren industri ini diprediksi melejit hingga US$ 156 miliar. Potensi yang besar ini tentu akan menambah kontribusi pendapatan domestik bruto (PDB).
Melihat besarnya potensi itu, Pemerintah mengimbau dan mendorong pelaku usaha beradaptasi dengan memanfaatkan teknologi. Komitmen Pemerintah ini ditunjukkan dengan terbitnya Peraturan Presiden Nomor 74 Tahun 2017 tentang Peta Jalan Sistem Perdagangan Nasional Berbasis Elektronik (Road Map e-Commerce). Hal ini dalam rangka perkembangan revolusi industri 4.0.
Di sisi lain, pemajakan atas daring-el menjadi isu hangat. Pertama, bagaimana memajaki sektor dagang-el? Kedua, bagaimana menciptakan keadilan antar negara atas dagang-el lintas negara? Keduanya menjadi kajian Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) untuk mengatasi penghindaran pajak melalui base erosion and profit shifting (BEPS).
Di samping diskusi terkait isu tersebut, Hospitality program menjadi acara pendukung penyelenggaraan IMF-WBG Annual Meeting 2018 ini. Sedikitnya ada tiga acara yang akan dihadirkan, yaitu: Paviliun Indonesia, Indonesia Gourmet and Food Festival, dan Indonesia Cultural Shows.
Ketiga acara itu dikemas melalui (1) pameran seni/kerajinan, infrastruktur, dan stan pariwisata Indonesia, (2) sajian makanan dan minuman cita rasa khas Indonesia, dan (3) festival etnis musik, tari dan atraksi, serta pertunjukan musik kontemporer Indonesia.
Melalui acara tersebut, Indonesia berkesempatan meningkatkan potensi sektor pariwisata. Sektor pariwisata akan meningkatan devisa negara. Di sisi lain, juga akan mendorong perkembangan usaha ekonomi kreatif berupa produk hasil pariwisata. Muaranya, menambah kontribusi kepada pendapatan domestik bruto (PDB).
Data Bekraf menunjukkan bahwa PDB atas ekonomi kreatif yang tercipta pada tahun 2016 sebesar Rp922,59 triliun rupiah. Angka ini tumbuh sebesar 4,95% dibandingkan tahun sebelumnya. Jika dibandingkan dengan total perekonomian nasional, kontribusi ekonomi kreatif sebesar Rp 7,44%.
Sektor kuliner menjadi peringkat pertama atas PDB ekonomi kreatif sebesar 41,40%. Selanjutnya, diikuti sektor fashion sebesar Rp 18,01% dan kriya sebesar 15,4%. Kontribusi ini masih sangat minim. Harapannya, dengan peningkatan sektor pariwisata pasca pelaksanaan IMF-WBG Annual Meeting 2018 akan meningkatkan sektor ekonomi kreatif sehingga kontribusi kepada PDB meningkat.(*)
*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi dimana penulis bekerja.
- 91 kali dilihat