Budiono, e-Filling dan Akses Mudah bagi Difabel

Oleh: Suyani, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Ia begitu sabar dan bersemangat meladeni anak-anak didiknya di SLB Putra Manunggal. Kondisi anak-anak didiknya yang tuna netra, tuna rungu, tuna wicara dan tuna grahita tak menyurutkan langkahnya untuk mengenalkan agama kepada mereka. Budiono, guru agama di SLB Putra Mandiri, Gombong, Kebumen juga seorang tuna netra. Ditemui di sela-sela jam istirahat di kantornya, ia menuturkan kisahnya.
Kehilangan Penglihatan Sejak Balita
Tahun 1976, Budiono baru berusia tiga tahun ketika ia kehilangan penglihatannya. Usianya yang masih balita tak cukup untuk membuatnya paham apa yang terjadi. Yang ia tahu, penglihatannya tiba-tiba menjadi gelap. Bahkan ia tak ingat lagi bagaimana indahnya warna-warni pelangi yang sempat ia lihat.
Ketiadaan sekolah khusus disabititas di kota kelahirannya pada masa itu, memaksa Budiono kecil harus tinggal di panti sejak usia belia. Ia pergi merantau ke Yogyakarta. Di kota gudeg, ia tinggal di sebuah panti sedangkan orang tuanya menetap di Cilacap. Masa-masa duduk di bangku sekolah dasar sampai sekolah menengah pertama ia habiskan di panti. Pada masa-masa itulah ia belajar untuk hidup mandiri. Ketika libur sekolah tiba dan ia pulang ke kampung halamannya di Cilacap, ia bahkan naik angkutan umum sendiri tanpa pendampingan.
Masih di Yogyakarta, ia menamatkan pendidikan menengah atas di sebuah madrasah aliyah negeri. Saat di bangku sekolah menengah atas itu pulalah ia memutuskan keluar dari panti dan belajar hidup mandiri dengan menyewa kamar kos. Untuk biaya sekolah, Budiono beruntung karena mendapat beasiswa. Sedangkan untuk biaya hidup sehari-hari, ia dapat dari jasa pijat yang ia lakoni selepas sekolah dan kuliah. Gelar sarjana ia dapatkan dari UIN Kalijaga Yogyakarta. Sedangkan sertifikat mengajar ia peroleh dari UII Yogyakarta setelah merampungkan studinya di sana.
Pendidikan dan Pajak
Budiono sadar betul akan pentingnya pendidikan. Kondisinya yang tuna netra, tak membuatnya patah semangat dan berputus asa. Semangat itu pula yang kini ingin ia tularkan kepada anak-anak didiknya. Sebagaimana ia dulu juga terinspirasi oleh Drs. Najmuddin, M.Ag., kepala sekolahnya saat sekolah menengah. Seperti dirinya, tokoh yang menjadi panutannya tersebut juga seorang tuna netra.
Pria yang biasa dipanggil Pak Budi ini, sehari-harinya mengajar pelajaran agama Islam untuk siswa-siswi di SLB Putra Manunggal. Tercatat total ada 164 siswa untuk tingkat SDLB, SMPLB maupun SMA di SLB swasta ini. Sama seperti halnya anak-anak lain, anak-anak penyandang disabilitas juga mempunyai hak untuk mendapatkan pendidikan. Sebagai sekolah formal penyelenggara pendidikan dasar dan menengah, SLB tempat Budiono mengajar juga rutin mendapat dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) melalui pemerintah daerah setempat.
Untuk tahun 2018, siswa SDLB mendapat bantuan Rp800.000,- per siswa/tahun, siswa SMPLB mendapat Rp1.000.000,- per siswa/tahun, dan SMALB mendapat bantuan Rp1.400.000,- per siswa/tahun. Selain BOS, bantuan juga diterima SLB Putra Manunggal dari Kementerian Sosial untuk operasional siswa penyandang disabilitas yang tinggal di panti.
Pemerintah dalam APBN tahun 2019 mengalokasikan anggaran untuk sektor pendidikan mencapai Rp492,55 triliun. Dari jumlah tersebut, anggaran pendidikan melalui Bantuan Operasional Sekolah (BOS) adalah Rp51,23 triliun.
Anggaran pendidikan tahun 2019 adalah 27,54 persen dibanding total target pajak tahun 2019 yang dipatok Rp1.786,4 triliun. Anggaran besar tersebut menunjukkan perhatian khusus pemerintah untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui pendidikan. Pendidikan merupakan tugas bersama antara orang tua, sekolah, pemerintah maupun masyarakat. Peran serta dan dukungan masyarakat pada pendidikan sangat dibutuhkan. Kepatuhan sukarela dari masyarakat dalam membayar pajak juga merupakan sebuah bentuk kepedulian. Karena dengan membayar pajak sesuai ketentuan berarti turut serta dalam penyediaan anggaran untuk pendidikan.
e-Filling dan Kemudahan Akses untuk Disabilitas
Sejak terdaftar sebagai Wajib Pajak, Budiono mengaku selalu taat melaporkan SPT Tahunan Pajak Penghasilan Orang Pribadi dengan tepat waktu. Sebagai seorang PNS yang notabene seorang karyawan, ia menggunakan formulir 1770S. Total penghasilannya dari gaji sebagai PNS dan sertifikasi yang diterimanya, tak membolehkan ia menggunakan formukir 1770SS. Batasan total penghasilan setahun tidak lebih dari Rp60 juta lah yang menjadi penentunya.
Sejak tahun 2016, bapak tiga orang putra ini, melaporkan SPT Tahunannya via e-filling di laman djponline.go.id. “Awalnya saya belum paham bagaimana lapor SPT Tahunan secara online,” kenang Budiono. Ia kemudian mendatangi helpdesk di KPP Pratama Kebumen untuk berkonsultasi , sekaligus meminta Electronic Filing Identification Number (EFIN). "Pelayanannya bagus dan petugasnya ramah difabel," puji Pak Budi seraya mengacungkan dua jempolnya.
Lapor SPT setahun sekali, seringkali membuat sebagian wajib pajak lupa dengan kata sandi untuk mengakses djponline. "Lupa password saya juga pernah, tapi kan tinggal reset saja. Link-nya sudah tersedia di laman djponline," jelasnya. Dengan kemudahan pelaporan SPT Tahunan via online ini, Budiono mengaku sangat terbantu karena ia tak harus datang ke kantor pajak. Lapor SPT menjadi mudah, tanpa antri dan bisa diakses dari rumah.
Menjadi perhatian kita bersama bahwa saat ini aksesibilitas di ruang publik bagi kaum difabel masih menjadi persoalan. Itu pula yang menjadi perhatian Budiono. "Harapan saya adalah pelayanan publik ramah bagi kaum difabel," ungkapnya. Itu pula yang ia suarakan bersama rekan-rekannya saat peringatan Hari Disabilitas Internasional tahun 2018 lalu.
Bisa jadi inovasi kemudahan akses secara online untuk pelayanan publik merupakan salah satu solusi bagi Budiono dan rekan-rekannya. Pelaporan SPT via djponline salah satunya. Keberadaan efilling mempermudah kaum difabel turut serta menjalankan kewajiban perpajakannya sebagai warga negara. Jika Budiono saja sudah lapor SPT dan memanfaatkan djponline, bagaimana denga kita? (*)
*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi penulis bekerja.
- 327 kali dilihat