
Oleh: Tim Subdirektorat Penyidikan Direktorat Penegakan Hukum DJP
Daluwarsa merupakan salah satu penentu apakah kerugian pada pendapatan negara dari tindak pidana di bidang perpajakan masih dapat dipulihkan atau diselamatkan. Hal ini dikarenakan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan dapat dihentikan jika peristiwanya telah daluwarsa berdasarkan Pasal 44A Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP). Sedangkan berdasarkan Pasal 40 UU KUP, tindak pidana di bidang perpajakan tidak dapat dituntut setelah lampau waktu sepuluh tahun sejak saat terutangnya pajak, berakhirnya masa pajak, berakhirnya bagian tahun pajak, atau berakhirnya tahun pajak yang bersangkutan.
Meskipun sudah diatur dalam UU KUP, masih terdapat celah kosong dalam peraturan terkait daluwarsa karena UU KUP tidak mengatur mengenai terhentinya daluwarsa dan dimulainya tenggang daluwarsa baru. UU KUP hanya mengatur mengenai jangka waktu daluwarsa dan mulai berlakunya daluwarsa. Kondisi ini mengakibatkan multitafsir dalam daluwarsa penuntutan tindak pidana di bidang perpajakan.
Multitafsir tersebut di atas seharusnya tidak terjadi jika dalam penanganan perkara pidana di bidang perpajakan berpedoman pada asas lex specialis derogate legi generalis, sebuah asas hukum yang bermakna bahwa aturan hukum yang umum (KUHP) tetap berlaku, kecuali yang diatur khusus dalam aturan hukum khusus tersebut (UU KUP). Dengan demikian, karena tidak diatur dalam UU KUP, peraturan mengenai terhentinya daluwarsa dan dimulainya tenggang daluwarsa baru pada perkara tindak pidana di bidang perpajakan mengacu pada ketentuan umum yaitu Pasal 80 ayat (1) dan (2) KUHP, yaitu bahwa tiap-tiap tindakan penuntutan menghentikan daluwarsa dan sesudah dihentikan, dimulai tenggang daluwarsa baru.
Daluwarsa dalam UU KUP dan KUHP
Definisi daluwarsa dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (kedaluwarsa) adalah sudah lewat (habis) jangka waktunya (tentang tuntutan dsb); habis tempo. Sementara menurut Prof. Andi Hamzah, daluwarsa adalah lewatnya waktu atau jangka waktu kedaluwarsaan yang ditentukan oleh Undang-Undang, yang menjadi sebab gugurnya atau hapusnya hak untuk menuntut dan melaksanakan hukuman terhadap seseorang yang melakukan tindak pidana.
Daluwarsa penuntutan dalam UU KUP tercantum dalam Pasal 40 UU KUP yang menyatakan bahwa “Tindak pidana di bidang perpajakan tidak dapat dituntut setelah lampau waktu sepuluh tahun sejak saat terutangnya pajak, berakhirnya Masa Pajak, berakhirnya Bagian Tahun Pajak, atau berakhirnya Tahun Pajak yang bersangkutan”. Sementara itu, dalam KUHP pengaturan mengenai daluwarsa penuntutan pidana diatur menggunakan tiga pasal yaitu Pasal 78, Pasal 79 dan Pasal 80 KUHP. Kutipan terhadap pasal-pasal ini yang berhubungan dengan tindak pidana di bidang perpajakan adalah sebagai berikut:
Pasal 78 ayat (1) angka 3:
Kewenangan menuntut pidana hapus karena daluwarsa mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana penjara lebih dari tiga tahun, sesudah dua belas tahun;
Pasal 79:
Tenggang daluwarsa mulai berlaku pada hari sesudah perbuatan dilakukan;
Pasal 80 ayat (1):
Tiap-tiap tindakan penuntutan menghentikan daluwarsa, asal tindakan itu diketahui oleh orang yang dituntut, atau telah diberitahukan kepadanya menurut cara yang ditentukan dalam aturan-aturan umum;
Pasal 80 ayat (2):
Sesudah dihentikan, dimulai tenggang daluwarsa baru.
Dalam menilik kedua aturan di atas (UU KUP dan KUHP), kita dapat menerapkan asas lex specialis derogate legi generalis yang menyatakan bahwa hukum yang bersifat khusus (lex specialis) mengesampingkan hukum yang bersifat umum (lex generalis). Hal ini sesuai dengan Pasal 103 KUHP yang berbunyi “Ketentuan-ketentuan dalam Bab I sampai Bab VIII buku ini juga berlaku bagi perbuatan-perbuatan yang oleh ketentuan perundang-undangan lainnya diancam dengan pidana, kecuali jika oleh undang-undang ditentukan lain”. Beberapa prinsip terkait penerapan asas lex specialis derogate legi generalis menurut Prof. Bagir Manan adalah sebagai berikut:
- Ketentuan-ketentuan yang didapati dalam aturan hukum umum tetap berlaku, kecuali yang diatur khusus dalam aturan hukum khusus tersebut;
- Ketentuan-ketentuan lex specialis harus sederajat dengan ketentuan-ketentuan lex generalis (undang-undang dengan undang-undang);
- Ketentuan-ketentuan lex specialis harus berada dalam lingkungan hukum (rezim) yang sama dengan lex generalis.
Sesuai asas lex specialis derogate legi generalis, dapat ditelaah bahwa UU KUP merupakan aturan khusus (lex specialis) sedangkan KUHP adalah aturan umum (lex generalis). Dengan demikian, terkait daluwarsa tindak pidana di bidang perpajakan sesuai dengan pengaturan khusus (UU KUP), daluwarsa penuntutannya adalah sepuluh tahun bukan dua belas tahun (KUHP) dan penghitungan daluwarsanya adalah sejak berakhirnya bagian tahun pajak atau berakhirnya tahun pajak yang bersangkutan (UU KUP) bukan pada hari sesudah perbuatan dilakukan (KUHP).
Akan tetapi, ketentuan daluwarsa dalam UU KUP tidak mengatur mengenai terhentinya daluwarsa seperti yang diatur oleh Pasal 80 KUHP. Hal ini adalah celah kosong dalam UU KUP yang wajib diisi dengan melihat aturan umum penegakan hukum pidana. Ketentuan umum yang mengatur mengenai terhentinya daluwarsa penuntutan pidana adalah Pasal 80 KUHP sehingga penegakan hukum pidana pajak dapat menerapkan pengaturan ini sama seperti ketika menerapkan pasal-pasal lain dalam peraturan perundang-undangan perpajakan.
Pendapat Ahli Hukum mengenai Daluwarsa Penuntutan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan
Prof. Surya Jaya dalam FGD Daluwarsa Tindak Pidana di Bidang Perpajakan menyampaikan bahwa pengaturan mengenai terhentinya daluwarsa seperti yang diatur dalam Pasal 80 KUHP tidak terdapat dalam UU KUP. Oleh karena itu, KUHP dapat menjadi rujukan dalam pelaksanaan penegakan hukum pidana di bidang perpajakan. Penerapan Pasal 80 KUHP dalam penegakan hukum pidana pajak dikuatkan oleh pendapat hukum Prof. Eddy Hiariej yang menyatakan bahwa sesuai Pasal 80 KUHP, setiap tindakan penuntutan menghentikan daluwarsa (stoeting van de verjaring). Penerbitan Surat Perintah Penyidikan dan Pemberitahuan kepada Wajib Pajak adalah salah satu tindakan penuntutan yang menghentikan daluwarsa. Selanjutnya, Prof. Eddy Hiariej menjelaskan bahwa dalam hal Direktorat Jenderal Pajak menerbitkan Surat Perintah Penyidikan pada Tahun 2014 untuk masa/tahun pajak 2010, maka daluwarsa penuntutan tindak pidana pajak tertunda sampai dengan tahun 2024.
Pendapat Prof. Surya Jaya dan Prof. Eddy Hiariej di atas telah diperkuat oleh putusan Pengadilan Negeri Kota Tangerang atas perkara Nomor 2339/Pid.Sus/2019/PN.Tng. Dalam perkara pidana pajak tersebut, diketahui bahwa terhadap terdakwa TK sebelumnya telah dilakukan penyidikan untuk masa pajak Januari sampai dengan Desember 2009 berdasarkan Surat Perintah Penyidikan dan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan yang diterbitkan pada 1 Oktober 2019. Sidang perdana dilaksanakan pada 16 Desember 2019 dengan pembacaan dakwaan pada 7 Januari 2020. Selanjutnya, dilakukan pemeriksaan saksi-saksi dan ahli serta pemeriksaan terdakwa untuk kemudian dibacakan tuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum pada tanggal 11 Februari 2020.
Putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kota Tangerang Nomor 2339/Pid.Sus/2019/PN.Tng telah menyatakan bahwa terdakwa TK bersalah melakukan tindak pidana di bidang perpajakan dengan pidana penjara enam bulan dan denda dua kali kerugian pada pendapatan negara yang dihitung untuk masa pajak Oktober, November dan Desember 2009. Dengan kata lain, berdasarkan penerbitan Surat Perintah Penyidikan pada tanggal 1 Oktober 2019, hakim memutuskan bahwa daluwarsa untuk masa pajak Oktober, November, dan Desember 2009 menjadi terhenti.
Kesimpulan
- Daluwarsa adalah salah satu penentu apakah kerugian pada pendapatan negara dari tindak pidana di bidang perpajakan masih dapat dipulihkan atau diselamatkan karena daluwarsa penuntutan terhenti oleh penerbitan Surat Perintah Penyidikan dan penyampaian Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan.
- Meskipun sudah diatur dalam UU KUP, masih terdapat celah kosong dalam peraturan terkait daluwarsa karena UU KUP tidak mengatur mengenai terhentinya daluwarsa dan dimulainya tenggang daluwarsa baru. UU KUP hanya mengatur mengenai jangka waktu daluwarsa dan mulai berlakunya daluwarsa.
- Berdasarkan asas lex specialis derogate legi generalis, karena tidak diatur dalam UU KUP, peraturan mengenai terhentinya daluwarsa dan dimulainya tenggang daluwarsa baru pada perkara tindak pidana di bidang perpajakan mengacu pada Pasal 80 ayat (1) dan (2) KUHP, yaitu bahwa tiap-tiap tindakan penuntutan menghentikan daluwarsa dan sesudah dihentikan, dimulai tenggang daluwarsa baru.
Saran
Celah kosong dalam UU KUP mengenai terhentinya daluwarsa dan dimulainya tenggang daluwarsa baru dapat diisi oleh pengaturan umum penegakan hukum pidana yaitu KUHP. Dengan demikian, pengaturan terhentinya daluwarsa penuntutan dalam penegakan hukum pidana di bidang perpajakan yang bertujuan untuk memulihkan kerugian pada pendapatan Negara dapat dilaksanakan dengan berpegangan pada Pasal 80 KUHP. (agp)
- 2496 kali dilihat