Semarang, 26 Mei 2025 -- Meski dihadapkan pada dinamika global yang penuh ketidakpastian, perekonomian Jawa Tengah berhasil menunjukkan ketahanan dan pertumbuhan positif sepanjang Triwulan I 2025. Di balik capaian ini, peran Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) terbukti vital sebagai instrumen fiskal yang adaptif—menopang pembangunan infrastruktur, memperluas kesempatan kerja, serta menjaga daya beli masyarakat di tengah tekanan eksternal.
Perkembangan Perekonomian Regional
Optimisme ekonomi terus menyala di Jawa Tengah. Memasuki Triwulan I 2025, perekonomian provinsi ini tumbuh solid sebesar 4,96% (yoy), mencerminkan fondasi ekonomi daerah yang semakin kokoh meski di tengah tantangan global dan nasional. Stabilitas harga pun tetap terjaga dengan baik. Inflasi per April 2025 tercatat rendah di angka 1,94% (yoy), menandakan upaya pengendalian harga yang berjalan efektif. Sementara itu, kepercayaan masyarakat terhadap kondisi ekonomi masih baik, tercermin dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang mencapai level optimis 111,6.
Di sektor riil, khususnya pertanian dan perikanan, daya beli masyarakat relatif stabil. Meski Nilai Tukar Petani (NTP) berada di level 112,72 dan Nilai Tukar Nelayan (NTN) sedikit menurun ke angka 99,28, namun keduanya tetap mencerminkan ketahanan konsumsi rumah tangga. Dengan tren yang baik ini, Pemerintah tetap optimis dapat melanjutkan pertumbuhan ekonomi yang inklusif, merata, dan berkelanjutan di berbagai sektor strategis.
Perkembangan Kinerja Fiskal Regional
APBN terus menjadi motor penggerak pembangunan di Jawa Tengah. Hingga April 2025, kinerja APBN menunjukkan capaian yang solid dan memberikan sinyal positif terhadap ketahanan fiskal di daerah. Penerimaan negara tercatat sebesar Rp35,35 triliun atau 27,31% dari target, sementara belanja negara telah terealisasi Rp33,23 triliun atau 31,21% dari pagu. Surplus APBN sebesar Rp2,13 triliun menjadi cerminan pengelolaan fiskal yang sehat dan adaptif, membuka ruang lebih luas untuk merespons dinamika ekonomi ke depan.
Kontribusi penerimaan didukung oleh penerimaan perpajakan sebesar Rp14,24 triliun (24,34%), bea dan cukai sebesar Rp18,65 triliun (28,57%), serta Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang tumbuh positif hingga mencapai Rp2,45 triliun (43,09%). Di sisi belanja, realisasi terdiri atas Belanja Kementerian/Lembaga (K/L) sebesar Rp8,37 triliun (23,19%) dan Transfer ke Daerah (TKD) sebesar Rp24,85 triliun (35,33%). Keseimbangan antara penerimaan dan belanja ini menunjukkan bahwa APBN tidak hanya hadir sebagai alat bantu, tapi sebagai pengungkit utama stabilitas dan pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah.
Kinerja APBD Provinsi Jawa Tengah pun tak kalah menggembirakan. Hingga akhir April 2025, Pendapatan Daerah telah mencapai Rp34,41 triliun atau 30,43% dari target tahunan, sementara realisasi Belanja Daerah berada di angka Rp20,17 triliun atau 17,51%. Dana Transfer dari Pemerintah Pusat, khususnya melalui TKD, tetap menjadi tulang punggung fiskal daerah dengan kontribusi sebesar Rp24,85 triliun atau 72,21% dari total pendapatan daerah. Fakta ini mempertegas pentingnya sinergi fiskal pusat-daerah dalam mempercepat pembangunan dan memastikan layanan publik yang merata dan berkualitas.
Dengan kolaborasi fiskal yang terus terjaga dan capaian yang menjanjikan di awal tahun, Jawa Tengah optimis mampu menjaga momentum pemulihan dan memperkuat fondasi pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.
Current Issue Kemenkeu Satu Jateng: UMKM, Coretax, dan Dampak Tarif AS
APBN terus menjadi motor penggerak pemberdayaan ekonomi rakyat di Jawa Tengah. Salah satu bentuk nyatanya adalah melalui perluasan akses pembiayaan bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Hingga 30 April 2025, penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) telah mencapai Rp14,61 triliun dan menjangkau lebih dari 291 ribu debitur, dengan sektor perdagangan besar dan eceran sebagai kontributor utama. Kabupaten Pati mencatatkan penyaluran tertinggi, mencapai Rp882,06 miliar— menunjukkan geliat ekonomi akar rumput yang terus tumbuh.
Tak hanya itu, pembiayaan Ultra Mikro (UMi) juga menjadi tulang punggung pertumbuhan ekonomi inklusif. Realisasi UMi hingga akhir April 2025 mencapai Rp146,05 miliar untuk lebih dari 28 ribu debitur, dengan Kabupaten Jepara sebagai wilayah penerima manfaat terbesar sebesar Rp18,01 miliar. Pemerintah terus memperluas akses permodalan, sekaligus memperkuat ketahanan ekonomi masyarakat kecil.
Di sisi lain, penguatan sistem perpajakan juga terus diakselerasi. Upaya familiarisasi Coretax dilakukan secara masif melalui penyelenggaraan kelas-kelas pajak yang terbuka bagi seluruh Wajib Pajak (WP). Percepatan edukasi dan layanan, khususnya untuk WP baru dari program MBG, menjadi salah satu fokus agar kepatuhan sukarela dapat terus meningkat.
Tantangan eksternal juga direspons secara adaptif. Ketegangan perdagangan antara Tiongkok dan Amerika Serikat berpotensi memberikan tekanan terhadap kinerja eksporimpor Jawa Tengah, mengingat dominasi dua negara ini dalam struktur perdagangan daerah. Hasil survei Kanwil DJBC Jateng-DIY menunjukkan bahwa 72% perusahaan penerima fasilitas KB, KITE, dan KITE-IKM terdampak tarif resiprokal AS, terutama pada sisi produksi dan pemesanan. Meski demikian, koordinasi lintas sektor terus diperkuat untuk menjaga keberlangsungan industri dan lapangan kerja.
Seluruh langkah strategis ini menegaskan komitmen pemerintah melalui APBN dalam menjaga ketahanan ekonomi daerah. Dengan sinergi antar lembaga dan partisipasi aktif masyarakat, Jawa Tengah optimis mampu melangkah maju menuju pertumbuhan ekonomi yang tangguh, inklusif, dan berkelanjutan.
- 28 kali dilihat