Jakarta, 4 Oktober 2022 –    Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mencatat kinerja penerimaan pajak hingga Agustus 2022 mengalami normalisasi dengan capaian sebesar Rp1.171,8 triliun. Dengan angka pertumbuhan positif Januari sampai Agustus 58,1%, realisasi penerimaan telah mencapai 78,9% dari target penerimaan pajak dalam Perpres 98 Tahun 2022.

“Walaupun secara agregat pertumbuhan penerimaan sampai Agustus 2022 masih sangat baik, tapi jika dilihat pertumbuhan per bulannya secara year on year, penerimaan pajak mengalami normalisasi setelah pertumbuhan yang sangat tinggi pada bulan Juni akibat PPS (Program Pengungkapan Sukarela),” kata Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo di acara Media Briefing DJP, Selasa (4/10).

Disebutkannya, pertumbuhan per bulan (YoY) pada bulan Juni 2022 sebesar 80,4%, kemudian 61,8% pada bulan Juli 2022, dan kini 53,0% pada bulan Agustus 2022. Tren ini diperkirakan akan berlanjut hingga akhir 2022 sejalan meningkatnya basis penerimaan di akhir tahun 2021.

Sementara itu, rincian dari total penerimaan pajak berasal dari Rp661,5 triliun PPh non migas (88,3% target), Rp441,6 triliun PPN & PPnBM (69,1% target), Rp55,4 triliun PPh migas (85,6% target), dan Rp13,2 triliun PBB dan pajak lainnya (40,0% target). Seluruh jenis pajak mengalami pertumbuhan neto kumulatif dominan positif. PPh 21 tumbuh 21,4%, PPh 22 Impor tumbuh 149,2%, PPh Orang Pribadi tumbuh 11,2%, PPh Badan tumbuh 131,5%, PPh 26 tumbuh 17,2%, PPh Final tumbuh 77,1%, PPN Dalam Negeri tumbuh 41,2%, dan PPN Impor tumbuh 48,9%.

Untuk penerimaan sektoral, seluruh sektor utama tumbuh positif ditopang oleh kenaikan harga komoditas, pemulihan ekonomi, serta bauran kebijakan (phasing-out insentif fiskal, UU HPP, dan kompensasi bahan bakar minyak).

“Beberapa sektor dengan kontribusi terbesar yaitu industri pengolahan 29,7% tumbuh 49,4%, perdagangan 23,7% tumbuh 66,3%, jasa keuangan dan asuransi 10,9% tumbuh 15,2%, pertambangan 8,9% tumbuh 233,8%, dan sektor konstruksi dan real estate 4,1% tumbuh 10,0%,” ujarnya.

Lebih lanjut Suryo juga menyampaikan perkembangan penerimaan yang terkait UU HPP, yaitu:

  1. PPN Perdagangan melalui Sistem Elektronik (PMSE), pelaku usaha PMSE yang sudah ditunjuk sebagai pemungut sebanyak 127 perusahaan dan berhasil mengumpulkan penerimaan PPN sebesar Rp8,17 triliun. Jumlah tersebut berasal dari setoran tahun 2020 Rp730 miliar, setoran tahun 2021 Rp3,9 triliun, dan setoran tahun 2022 Rp3,54 triliun.
  2. Pajak Fintech yang mulai berlaku 1 Mei 2022 dan mulai dibayarkan di bulan Juni 2022, PPh 23 atas bunga pinjaman yang diterima wajib pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT) sebesar Rp74,44 miliar dan PPh 26 yang diterima wajib pajak luar negeri atau BUT sebesar Rp32,81 miliar.
  3. Pajak Kripto yang berlaku mulai 1 Mei 2022 dan dibayarkan di bulan Juni 2022, PPh 22 atas transaksi aset kripto melalui penyelenggara PMSE dalam negeri dan penyetoran sendiri sebesar Rp60,76 miliar dan PPN dalam negeri atas pemungutan oleh nonbendahara sebesar Rp65,99 miliar.
  4. Dampak penyesuaian tarif PPN mulai 1 April 2022, penambahan penerimaan PPN sebesar Rp1,96 triliun pada April 2022, Rp5,74 triliun pada Mei 2022, Rp6,25 triliun pada Juni 2022, Rp7,15 triliun pada Juli 2022, dan 7,28 triliun pada Agustus 2022.

Selain tentang penerimaan, beberapa perkembangan terkini seputar perpajakan juga disampaikan oleh Dirjen Pajak. Proses penguatan ekonomi terus diakselerasi dengan APBN melalui program PEN. Namun, bukan dari insentif perpajakan PEN. Insentif perpajakan akan tetap ada untuk program lainnya.

Realisasi insentif pajak disampaikan sebagai berikut, insentif dunia usaha (PMK-3/2022) Rp1,46 triliun oleh 4.625 wajib pajak, insentif PPnBM DTP kendaraan bermotor (PMK-5/2022) Rp387,46 miliar dari 4 penjual, insentif PPN DTP rumah (PMK-6/2022) Rp197,41 miliar dengan 9.397 pembeli, serta insentif permanen di UU HPP, yaitu perubahan lapisan tarif PPh OP Rp1,21 triliun dan pengembalian pendahuluan PPN dipercepat Rp8,29 triliun.

Terkait batas waktu repatriasi PPS yang telah berakhir pada 30 September 2022, DJP menindaklanjuti pelaksanaan pascaPPS, termasuk repatriasi dan investasi melalui tindakan pengawasan dan penegakan hukum sesuai amanah UU HPP. DJP akan bekerja sama dengan berbagai pihak untuk mengawasi realisasi komitmen repatriasi, investasi, dan holding repatriasi dan investasi. Saat ini, petunjuk pelaksanaan masih dalam proses pembahasan akhir.