Banda Aceh, 25 Maret 2025 – Asset & Liabilities Committee (ALCo) Regional Aceh merupakan kegiatan yang dilakukan oleh Kantor Wilayah (Kanwil) Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) bersama dengan rekan-rekan Kementerian Keuangan (Kemenkeu-Satu) Aceh yaitu Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), dan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) untuk mendiskusikan bagaimana realisasi APBN Regional Aceh, baik dari sisi penerimaan maupun pengeluaran. ALCo Regional Aceh melaporkan kinerja Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Regional Aceh s.d. 28 Februari 2025.
Realisasi APBN Regional s.d. 28 Februari 2025 mencatat total Pendapatan Negara senilai Rp633,33 miliar (8,97%) yang terdiri dari Penerimaan Pajak Rp290,91 miliar (4,93%), Penerimaan Bea dan Cukai Rp106,78 miliar (37,21%), dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp235,94 miliar (31,82%).
PNBP yang dikelola oleh DJKN yaitu Penerimaan dari Aset sebesar Rp4,3 miliar dari target Triwulan I sebesar Rp3,4 Miliar. Selanjutnya, Realisasi Pokok Lelang sebesar Rp18 miliar dari target Triwulan I sebesar Rp19 Miliar. Dalam pengelolaan piutang negara, kontribusi terhadap PNBP melalui Biaya Administasi Pengurusan Piutang Negara sebesar Rp17 Miliar dan Penurunan Outstanding Piutang Negara sebanyak Rp1,5 Miliar. Penurunan ini berarti hal yang positif karena menggambarkan aspek kinerja pengurusan piutang negara yang berhasil menurunkan nilai saldo piutang negara termasuk diantaranya adanya pembayaran piutang negara. Terakhir Penurunan Saldo Berkas Kasus Piutang Negara dengan jumlah 11 berkas yang telah terselesaikan pada Triwulan I ini.
Dari sisi belanja, belanja negara per 28 Februari 2025 mencapai Rp5.32 triliun (11,54%). Belanja Pemerintah Pusat terealisasi Rp1,3 triliun (9,49%) dan Belanja Transfer ke Daerah terealisasi Rp4 triliun (12,42%). Memang ada penurunan jumlah realisasi, terutama dari penurunan pada realisasi belanja barang,dan modal akibat adanya efisensi belanja KL dan penundaan perikatan sejak tgl 20 Januari 2025, namun kinerja anggaran ini kami perkirakan akan meningkat dalam beberapa waktu ke depan, terutama setelah bulan Ramadan dengan telah terkonsolidasinya urusan teknis di masing-masing satuan kerja.
Dalam hal dana transfer ke daerah, kinerjanya cukup baik, hanya turun sebesar 0,57% yang disebabkan oleh penurunan realisasi DBH dan Dana Desa jika dibandingkan dengan tahun lalu. Ada perubahan tata kelola yang perlu diikuti guna ketepatan anggaran ini menjadi lebih bermanfaat bagi masyarakat. Untuk DAK Fisik, Dana Otsus, dan Insentif Fiskal sejauh ini masih belum ada realisasi.
Sementara itu, kinerja keuangan APBD Aceh (konsolidasi) menunjukkan pendapatan daerah terealisasi sebesar Rp3,74 triliun, mencapai 9,64% dari target 2025. Kinerja ini didukung oleh kenaikan signifikan dalam retribusi daerah, yang meningkat hingga 306,29% secara tahunan (yoy). Kontributor terbesar pendapatan daerah masih pada pendapatan dari dana transfer sebesar 84,49% dari jumlah pendapatan daerah secara keseluruhan.
Realisasi belanja daerah tercatat sebesar Rp2,06 triliun atau 5,19% dari target, yang menghasilkan surplus sebesar Rp1,67 triliun. Surplus ini terjadi karena secara efektif birokrasi daerah baru berjalan setelah pelantikan Kepala Daerah menjelang akhir Februari sehingga sebelum itu terjadi penundaan pelaksanaan proyek-proyek belanja daerah.
Sama halnya dengan pelaksanaan proyek-proyek yang dananya bersumber dari APBN, percepatan pelaksanaan belanja daerah juga akan terjadi mulai bulan Maret yang dampaknya diharapkan terjadi pada pembangunan infrastruktur, pelayanan publik, dan pemberdayaan ekonomi masyarakat.
Pada bulan Januari, inflasi cukup terkendali. Inflasi year on year (y-on-y) Provinsi Aceh sebesar 0,41 persen dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 106,56. Inflasi tertinggi terjadi di Kota Lhokseumawe sebesar 1,32 persen dengan IHK sebesar 106,14 dan terendah terjadi di Kabupaten Aceh Tengah yang mengalami deflasi year on year (y-on-y) sebesar 0,12 persen dengan IHK sebesar 108,12. Sementara itu, tingkat deflasi month to month (m-to-m) Provinsi Aceh pada Februari 2025 sebesar 0,48 persen dan tingkat deflasi year to date (y-to-d) Provinsi Aceh pada Februari 2025 sebesar 0,61 persen.
Untuk Analisis tematik pada bulan Maret adalah menyoroti dampak bencana hidrologi/banjir di Aceh pada gagal tanam dan gagal panen. Selain itu juga terdapat kerusakan bendungan irigasi Hagu Peudada. Dalam hal ini, kami memandang peran fiskal untuk mengalokasikan anggaran guna memitigasi dampak perubahan iklim ini untuk tahun-tahun berikutnya menjadi sangat penting. Selain itu, anggaran adaptasi perubahan iklim pun menjadi keniscayaan seperti bagaimana penyediaan air bersih dapat mencukupi kebutuhan masyarakat yang terdampak.
Peran Kanwil DJPb sebagai Regional Chief Economist memerlukan peningkatan kerja sama dengan stakeholders yang memahami kondisi perekonomian daerah baik dari praktisi maupun akademisi. Kanwil Ditjen Perbendaharaan terbuka untuk berkolaborasi dengan semua pemangku kepentingan di Aceh baik itu untuk kebutuhan data maupun kajian bersama demi sebesar-besarnya kebermanfaatan bagi masyarakat Aceh.
Wajib Pajak diharapkan agar segera melaporkan SPT Tahunan Tahun Pajak 2024 secara tepat waktu yang batas waktunya akan berakhir pada tanggal 31 Maret 2025 untuk Wajib Pajak Orang Pribadi dan 30 April 2025 untuk Wajib Pajak Badan.
Pelaporan SPT Tahunan Orang Pribadi dapat dilakukan secara online dengan login ke situs www.pajak.go.id, kemudian klik tab “Lapor” dan pilih “efiling” lalu klik tab “Buat SPT” dan ikuti petunjuk yang ada.
Jika Wajib Pajak mengalami kendala dalam melaporkan SPT Tahunan, maka Wajib Pajak dapat menghubungi Kring Pajak 1500200 atau berkonsultasi ke Kantor Pelayanan Pajak terdekat.

- 4 kali dilihat