Peraturan Menteri Keuangan
164/PMK.03/2008
Tanggal Peraturan

MENTERI KEUANGAN

REPUBLIK INDONESIA

SALINAN

PERATURAN MENTERI KEUANGAN

NOMOR 164/PMK.03/2008


TENTANG


PEMBERIAN PENGURANGAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
SEHUBUNGAN DENGAN LUAPAN LUMPUR SIDOARJO


MENTERI KEUANGAN,

 

Menimbang

:

a.

bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994, Menteri Keuangan diberikan kewenangan untuk memberikan pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan yang terutang karena kondisi objek pajak terkena bencana alam atau sebab lain yang luar biasa;

 

 

b.

bahwa objek Pajak Bumi dan Bangunan yang terkena luapan lumpur Sidoarjo sehingga mengakibatkan tidak dapat dimanfaatkan atau manfaatnya mengalami penurunan, memenuhi persyaratan untuk diberikan pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf a;

 

 

c.

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b serta dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 19 ayat (2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pemberian pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan Sehubungan Dengan Luapan Lumpur Sidoarjo;

Mengingat

:

1.

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3312) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3569);

 

 

2.

Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun 2005;

 

 

MEMUTUSKAN :

Menetapkan

:

PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PEMBERIAN PENGURANGAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN SEHUBUNGAN DENGAN LUAPAN LUMPUR SIDOARJO.

 

Pasal 1

 

 

Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini, yang dimaksud dengan :

 

 

1.

Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunan yang selanjutnya disebut dengan UU PBB adalah Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994.

 

 

2.

Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang selanjutnya disebut dengan KPP Pratama adalah KPP Pratama yang wilayah kerjanya meliputi letak objek Pajak Bumi dan Bangunan yang tidak dapat dimanfaatkan atau manfaatnya mengalami penurunan akibat terkena luapan lumpur Sidoarjo.

 

 

3.

Surat Pemberitahuan Pajak Terutang yang selanjutnya disebut dengan SPPT adalah surat yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk memberitahukan besarnya pajak yang terutang kepada Wajib Pajak.

 

 

4.

Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang selanjutnya disebut dengan SKP PBB adalah Surat Ketetapan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) UU PBB.

 

Pasal 2

 

 

Atas permohonan Wajib Pajak, dapat diberikan pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan yang terutang kepada Wajib Pajak yang objek pajaknya tidak dapat dimanfaatkan atau manfaatnya mengalami penurunan akibat terkena luapan lumpur Sidoarjo.

 

Pasal 3

 

 

(1)

Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan yang terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 diberikan kepada Wajib Pajak atas Pajak Bumi dan Bangunan yang terutang sebagaimana tercantum dalam SPPT dan/atau SKP PBB.

 

 

(2)

Pajak Bumi dan Bangunan yang terutang sebagaimana tercantum dalam SKP PBB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pokok Pajak Bumi dan Bangunan ditambah dengan denda administrasi.

 

Pasal 4

 

 

Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan yang terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dapat diberikan :

 

 

a.

sebesar 100 % (seratus persen) dari Pajak Bumi dan Bangunan yang terutang dalam hal objek pajak tidak dapat dimanfaatkan lagi; atau

 

 

b.

sebesar kurang dari 100 % (seratus persen) dari Pajak Bumi dan Bangunan yang terutang dalam hal objek pajak mengalami penurunan manfaat.

 

Pasal 5

 

 

(1)

Permohonan pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan yang terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dapat diajukan secara perseorangan, atau kolektif melalui Kepala Desa/Lurah.

 

 

(2)

Permohonan pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan :

 

 

 

a.

satu permohonan untuk 1 (satu) SPPT atau SKP PBB, kecuali untuk permohonan yang diajukan secara kolektif;

 

 

 

b.

dalam hal permohonan diajukan secara kolektif, SPPT dan/atau SKP PBB harus untuk tahun pajak yang sama dan Pajak Bumi dan Bangunan yang terutang paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah);

 

 

 

c.

diajukan kepada Kepala KPP Pratama;

 

 

 

d.

diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan mengemukakan alasan bahwa objek pajak tidak dapat dimanfaatkan atau manfaatnya mengalami penurunan akibat terkena luapan lumpur Sidoarjo;

 

 

 

e.

dilampiri fotokopi SPPT atau SKP PBB yang diajukan pengurangan;

 

 

 

f.

dilampiri surat keterangan dari Kepala Desa/Lurah atau instansi terkait yang menyatakan bahwa objek pajak tidak dapat dimanfaatkan atau manfaatnya mengalami penurunan akibat terkena luapan lumpur Sidoarjo; dan

 

 

 

g.

diajukan dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya SPPT atau SKP PBB.

 

 

(3)

Permohonan pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan yang terutang yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dianggap bukan sebagai surat permohonan pengurangan sehingga tidak dipertimbangkan.

 

 

(4)

Berdasarkan hasil penelitian terhadap pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), atas permohonan pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan yang terutang dapat diberikan keputusan berupa mengabulkan seluruhnya atau sebagian, atau menolak.

 

Pasal 6

 

 

(1)

Kepala KPP Pratama atas nama Menteri Keuangan berwenang memberi keputusan atas permohonan pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan yang terutang dalam hal Pajak Bumi dan Bangunan yang terutang paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah), atau atas permohonan pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan yang terutang yang diajukan secara kolektif.

 

 

(2)

Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atas nama Menteri Keuangan berwenang memberi keputusan atas permohonan pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan yang terutang dalam hal Pajak Bumi dan Bangunan yang terutang lebih banyak dari Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan Rp1.500.000.000,00 (satu milyar lima ratus juta rupiah).

 

 

(3)

Direktur Jenderal Pajak atas nama Menteri Keuangan berwenang memberi keputusan atas permohonan pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan yang terutang dalam hal Pajak Bumi dan Bangunan yang terutang lebih banyak dari Rp1.500.000.000,00 (satu milyar lima ratus juta rupiah).

 

Pasal 7

 

 

(1)

Dalam hal kewenangan memberi keputusan berada pada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2), Kepala KPP Pratama meneruskan permohonan pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan yang terutang kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal diterimanya surat permohonan pengurangan secara lengkap.

 

 

(2)

Dalam hal kewenangan memberi keputusan berada pada Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3), Kepala KPP Pratama meneruskan permohonan pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan yang terutang kepada Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal diterimanya surat permohonan pengurangan secara lengkap.

 

Pasal 8

 

 

(1)

Kepala KPP Pratama dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya permohonan pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan yang terutang secara lengkap, harus memberi keputusan atas permohonan pengurangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1).

 

 

(2)

Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya permohonan pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan yang terutang secara lengkap, harus memberi keputusan atas permohonan pengurangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2).

 

 

(3)

Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya permohonan pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan yang terutang secara lengkap, harus memberi keputusan atas permohonan pengurangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3).

 

 

(4)

Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), atau ayat (3) terlampaui dan keputusan belum diterbitkan, permohonan pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan yang terutang dianggap dikabulkan, dan diterbitkan keputusan pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan yang terutang sesuai dengan permohonan Wajib Pajak dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak jangka waktu dimaksud berakhir.

 

Pasal 9

 

 

Bentuk format Keputusan Menteri Keuangan mengenai pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan yang terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 adalah sebagaimana ditetapkan pada Lampiran I dan bentuk format Keputusan Menteri Keuangan mengenai pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan yang terutang secara kolektif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) adalah sebagaimana ditetapkan pada Lampiran II Peraturan Menteri Keuangan ini, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri Keuangan ini.

 

Pasal 10

 

 

Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

 

 

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

 

 

 

 

 

Ditetapkan di Jakarta

 

 

 

 

 

pada tanggal 3 November 2008

 

 

 

 

 

MENTERI KEUANGAN

           
           
          SRI MULYANI INDRAWATI


 

Status Peraturan
Aktif