Tim Penyidik Kantor Wilayah (Kanwil) Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jawa Tengah I bersama dengan Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jawa Tengah I melakukan penyerahan tersangka tindak pidana perpajakan beserta barang bukti (tahap II) kepada Kejaksaan Negeri Batang di Kantor Kejaksaan Negeri Batang , Kabupaten Batang (Kamis, 23/11).

Penyerahan dilakukan setelah berkas perkara penyidikan dinyatakan lengkap (P-21) oleh jaksa peneliti sebagaimana tertuang dalam surat Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah nomor B-2355/M.3.5/Ft.2/06/2023 tanggal 21 Juni 2023.

Tersangka tindak pidana perpajakan tersebut merupakan pengusaha berinisial JP yang memiliki usaha pengerukan lahan di Kabupaten Kendal. Berdasarkan hasil penyidikan, JP melalui PT WWWP tidak menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang telah dipotong atau dipungut dari lawan transaksinya ke kas negara dalam kurun waktu masa pajak Januari 2017 sampai dengan Desember 2017. Tindakan tersangka ini diduga menimbulkan kerugian pendapatan negara sekurang-kurangnya sebesar Rp959.642.310,- (sembilan ratus lima puluh sembilan juta enam ratus empat puluh dua ribu tiga ratus sepuluh rupiah).

Tindakan tersangka termasuk dalam tindak pidana perpajakan karena melanggar Pasal 39 ayat (1) huruf i UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, yaitu dengan sengaja tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut. Atas tindak pidana tersebut, tersangka terancam pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun serta denda paling sedikit 2 (dua) kali dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak yang kurang dibayar.

Dalam konferensi pers, Kepala Kanwil DJP Jawa Tengah I Max Darmawan mengungkapkan bahwa selama proses pemeriksaan bukti permulaan, Wajib Pajak mempunyai hak untuk melakukan pengungkapan ketidakbenaran perbuatan sesuai pasal 8 ayat (3) UU KUP. Namun hak tersebut tidak digunakan oleh kedua tersangka, sehingga penyidik melanjutkan kasusnya ke proses penyidikan.

“Saat dilakukan penyidikan, tersangka sebenarnya juga masih memiliki hak untuk mengajukan permohonan penghentian penyidikan sesuai pasal 44B UU KUP dengan melunasi kerugian pada pendapatan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 UU KUP ditambah dengan sanksi administratif berupa denda sebesar 3 (tiga) kali jumlah kerugian pada pendapatan negara. Proses penegakan hukum pajak sebenarnya lebih mengutamakan pemulihan kerugian pada pendapatan negara dibandingkan dengan pemidanaan seseorang,” ungkap Max.

Max juga mengatakan keberhasilan penegakan hukum tindak pidana di bidang perpajakan ini merupakan wujud koordinasi yang baik antar aparat penegak hukum sekaligus menunjukkan keseriusan dalam melakukan penegakan hukum dalam bidang perpajakan di wilayah Kanwil DJP Jawa Tengah I. Dengan adanya penyerahan kasus ini, Max berharap adanya efek jera bagi wajib pajak lain sehingga tidak ada lagi pihak yang melakukan pelanggaran pidana di bidang perpajakan.

“Kanwil DJP Jawa Tengah I senantiasa berkoordinasi dengan Kepolisian Daerah Jawa Tengah dan Kejaksaan Negeri dalam rangka penegakan hukum di bidang perpajakan. Semoga sinergi yang baik ini terus terjalin dan dapat ditingkatkan,” pungkas Max.

Pewarta: Achmad Rizal Akbari
Kontributor Foto: Achmad Rizal Akbari
Editor: Yahya Ponco Aprianto

*)Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.