
Penyuluh Pajak Rahmat Hidayat hadir dalam Instagram live yang digelar Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Cilacap di Cilacap (Selasa, 31/5). Sebagai narasumber, Rahmat menjelaskan terkait kewajiban Pemotong/Pemungut Pajak Penghasilan (PPh).
Pada kesempatan tersebut Rahmat menjelaskan bahwa sesuai dengan Pasal 2 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2021, Pemotong/Pemungut PPh yang melakukan pemotongan dan/atau pemungutan PPh harus membuat Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi, menyerahkan Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi kepada pihak yang dipotong dan/atau dipungut, dan melaporkan Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi kepada Direktorat Jenderal Pajak menggunakan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPh Unifikasi.
“Bukti Pemotongan atau Pemungutan Unifikasi dan SPT Masa PPh Unifikasi berbentuk Dokumen Elektronik, yang dibuat dan dilaporkan melalui Aplikasi e-Bupot Unifikasi,” ungkapnya.
Pemotong atau Pemungut PPh wajib melakukan penyetoran PPh yang telah dipotong/dipungut paling lama 10 (sepuluh) hari setelah Masa Pajak berakhir dan penyetoran PPh yang harus dibayar sendiri paling lama 15 (lima belas) hari setelah Masa Pajak berakhir.
“Sedangkan untuk penyampaian SPT Masa PPh Unifikasi paling lama 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir. Dalam hal SPT Masa PPh Unifikasi tidak disampaikan dalam jangka waktu tersebut Pemotong atau Pemungut PPh dikenai sanksi administrasi,” imbuh Rahmat.
Dalam hal SPT Masa PPh Unifikasi disampaikan setelah batas waktu pelaporan, Pemotong atau Pemungut PPh dikenai sanksi administrasi sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 7 Undang-Undang KUP, berupa denda sebesar Rp 100.000,00 (seratus ribu rupiah), yang dikenakan sebagai satu kesatuan dan tidak dihitung bagi tiap-tiap jenis PPh.
Sedangkan untuk jumlah pajak yang disetorkan atau dibayarkan setelah tanggal jatuh tempo penyetoran atau pembayaran dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2 a) Undang- Undang KUP.
- 7 kali dilihat