
Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Sulawesi Selatan, Barat, dan Tenggara (Sulselbartra) menyelenggarakan kegiatan gelar wicara di Instagram dengan tema “Pajak Atas Perdagangan Aset Crypto” (Kamis, 19/5). Penyuluh Pajak Kanwil DJP Sulselbartra Hasbullah Ahiri bersama Nurul Adha Wansya selaku Relawan Pajak Kanwil DJP Sulselbartra memandu langsung jalannya acara ini dari ruang studio Kanwil DJP Sulselbartra, Kota Makassar.
Hasbullah yang berperan sebagai narasumber pada kegiatan ini mengawali acara dengan menjelaskan pengertian cryptocurrency dalam sudut pandang perpajakan sebagai komoditas.
''Kripto (cryptocurrency) merupakan komoditi digital yang berbentuk barang tidak berwujud yakni barang yang merupakan hasil konversi atau pengalihan wujud barang yang berbentuk elektronik. Dalam tinjauan Perpajakan, kripto ini pun dipandang bukan merupakan mata uang tetapi merupakan barang yang dalam pasal 1 angka 2 UU PPN masuk dalam kategori barang tidak berwujud. Sehingga, terdapat hak dan kepentingan lainnya yang dikenakan PPN atas transaksi digital sesuai ketentuan berlaku,'' jelas Hasbullah.
Lebih lanjut Hasbullah juga menjelaskan aspek perpajakan transaksi cryptocurrency, mulai aturan terkait, objek pajak, tarif pajak, hingga cara perhitungan pajak.
''Ada beberapa hal yang diatur terkait aturan PPN (Pajak Pertambahan Nilai) dan PPh (Pajak Penghasilan) atas Perdagangan Aset Kripto. Yakni pajak atas transaksi perdagangan, pajak jasa penyediaan sarana elektronik, dan pajak jasa verifikasi transaksi pada blockchain,'' tutur Hasbullah.
''Pajak atas transaksi perdagangan kripto mengacu pada aturan Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE), meliputi exchanger dan e-wallet, memungut pajak atas transaksi perdagangan aset kripto. PPMSE tidak hanya dalam negeri namun juga luar negeri sesuai Peraturan Menteri Keuangan tentang PPMSE. Dipungut pajak oleh PPMSE sepanjang penjual dan/atau pembeli berada di dalam daerah pabean. Sedangkan untuk pajak jasa penyediaan sarana elektronik, layanan yang dikenakan PPN yakni merupakan Jasa Kena Pajak pada umumnya. Ketentuan PPN berlaku sesuai mekanisme umum PPN seperti pengukuhan PKP, pemungutan PPN dari penerima jasa, penyetoran PPN, dan pelaporan PPN,'' tambah Hasbullah.
Hasbullah juga menjelaskan bahwa tarif pengenaan pajak atas transaksi perdagangan aset cryptocurrency berbeda antara exchanger yang terdaftar di Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) dan tidak.
''Besaran tertentu PPN dikenakan pada pembeli/penerima aset kripto sebesar 0,11% dari nilai transaksi aset kripto jika exchanger terdaftar di Bappebti dan 0,22% dari nilai transaksi aset kripto jika exchanger tidak terdaftar di Bappebti. Sedangkan besaran tertentu PPh 22 dikenakan pada penjual/yang menyerahkan aset kripto sebesar 0,1% dari nilai transaksi aset kripto jika exchanger terdaftar di Bappebti dan 0,2% dari nilai transaksi aset kripto jika exchanger tidak terdaftar di Bappebti,'' ucap Hasbullah.
Nurul yang berperan sebagai moderator pada kegiatan kali ini juga dapat memandu jalannya acara dengan baik, beberapa pertanyaan yang dilontarkan warganet pun ia bacakan dan dapat dijawab dengan baik oleh Hasbullah hingga acara berjalan komunikatif.
- 48 kali dilihat