Direktorat Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menggelar bedah buku “Jejak Pajak Indonesia Jilid 2” sekaligus peluncurannya, di Ruang Teater 2 Lantai 3 Gedung Mar’ie Muhammad Kantor Pusat DJP (Senin, 4/3). Jejak Pajak Indonesia Jilid 2 masuk cetak pada tahun 2023. Buku ini menyajikan sejarah perpajakan di Indonesia sejak masa orde baru hingga awal masa order reformasi.
Edisi sebelumnya, buku pertama Jejak Pajak Indonesia telah diterbitkan pada tahun 2017. Buku tersebut mengulas sejarah perpajakan Indonesia sejak masa kerajaan, kedatangan bangsa asing, hingga masa berdirinya Republik Indonesia di bawah kepemimpinan Soekarno (hingga tahun 1966).
Kegiatan mengulas buku ini dihadiri 90 orang peserta luring dari perwakilan unit-unit eselon II di Kantor Pusat DJP dan perwakilan Kantor Wilayah DJP di Jakarta. Bedah buku ini juga diakses oleh para peserta secara daring.
Kepala Subdirektorat Penyuluhan Perpajakan Agus Budihardjo menjadi keynote speaker. Agus menyampaikan bahwa buku Jejak Pajak Indonesia merupakan wujud keterbukaan DJP untuk Masyarakat supaya perjalanan sejarah institusi pajak dapat diketahui khalayak. “Bangsa yang besar tidak melupakan sejarahnya,” pungkas Agus.
Menghadirkan narasumber Hurri Junisar, sejarawan yang juga merupakan penulis Buku Jejak Pajak Indonesia sejak edisi pertama, acara kali ini dipandu oleh Riza Almanfaluthi, Kepala Seksi Pelayanan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Badan dan Orang Asing.
Hurri menuturkan beberapa hal dari buku Jejak Pajak Indonesia Jilid 2. Pada masa orde baru, Presiden Soeharto selalu melaporkan pajak tahunannya ke kantor pajak yang diliput oleh media televisi dan cetak setiap tahunnya. Soeharto juga mulai mewajibkan para pejabat tinggi negara untuk melaporkan pajaknya. Tujuan dari kebijakan tersebut untuk melancarkan pembangunan jangka panjang yang merupakan visi pemerintahan waktu itu.
Selain perbaikan administrasi perpajakan, bagian seragam pegawai menjadi bagian menarik bagi Hurri. “Dulu pegawai pajak sempat mengenakan seragam lengkap dengan pangkat, topi, dan sepatu. Namun saat era Direktur Jenderal Pajak Sutadi Sukarya kebijakan tersebut dihapus karena seragam dirasa kurang tepat dikenakan oleh pegawai pajak yang bertugas di pelayanan. Kemudian hanya pegawai pajak yang menjalankan tugas penegakan hukum saja yang berseragam,” tutur Hurri.
Pascakrisis moneter 1997/1998 yang juga menjadi awal era reformasi, peran pajak semakin meningkat. Hal ini terbukti dengan naiknya target penerimaan yang dari Rp96,5 triliun pada tahun 1998 menjadi Rp115 triliun pada tahun 1999. Perubahan nomenklatur juga terus dilakukan oleh DJP. Namun, saat itu kesadaran dan kepatuhan pajak masih rendah. Hurri menutup ceritanya supaya para peserta yang hadir tidak mendapatkan “bocoran” terlalu banyak dan agar pembaca lebih tertarik untuk menyimak sendiri Jejak Pajak Indonesia Jilid 2.
Para peserta juga mendapatkan ilmu tentang jenis penulisan sejarah dan hal-hal yang harus diperhatikan dalam naskah sejarah dari Hurri. Setelah itu Riza memandu sesi tanya jawab. Ia memantik diskusi dengan baik sehingga berlangsung seru.
Para peserta berebut untuk bertanya kepada Hurri hingga melebihi batas waktu yang ditentukan. Peserta tidak hanya bertanya tentang Buku Jejak Pajak Indonesia Jilid 2, namun ada juga yang menceritakan kilas balik Jejak Pajak Indonesia Jilid 1. Bahkan ada pula yang bertanya tentang tata cara meminjam arsip ke Lembaga Arsip Nasional.
Para pengisi acara dan penyelenggara menyatakan tidak menyangka antusiasme para peserta bedah buku akan seramai ini. Mereka merasa terharu, senang, dan bersyukur mengetahui besarnya minat para pegawai DJP atas buku ini. “Saya tidak menyangka para peserta akan seantusias ini. Kerja keras tim penyusunan buku dan penyelenggara acara tidak sia-sia,” ujar Kepala Seksi Dokumentasi dan Kepustakaan DJP Deddy Rachman Widjaja seusai acara.
Pewarta: Nia Sari Nastiti |
Kontributor Foto: Istya Panca |
Editor: Yacob Yahya |
*)Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.
- 89 kali dilihat