Sektor Perikanan yang menjadi primadona pajak di masa yang akan datang

Oleh: Mochammad Bayu Tjahono, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Orang mengenal Indonesia sebagai daerah hutan hujan, daerah pegunungan yang subur dengan aneka jenis tanaman, dan sumber daya mineral yang terkandung di dalamnya seperti emas, perak, batubara, dan sumber daya lainnya. Padahal laut memiliki potensi yang tidak kalah besarnya. Selain memiliki aneka hayati yang luar biasa, luas lautan di Indonesia dua kali lebih luas dari daratan.

Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia memiliki perairan yang lebih luas dari luas daratan. Dengan kondisi geografis ini tentunya Indonesia memiliki potensi perikanan yang sangat besar apabila dapat dikelola secara maksimal. Untuk dapat meningkatkan potensi perikanan di Indonesia dibutuhkan dukungan dari semua pihak terutama Direktorat Jenderal Pajak.

Sumber daya alam laut merupakan kunci kesejahteraan masyarakat Indonesia yang telah lama diabaikan. Potensi perekonomian sumber daya alam laut Indonesia bisa mencapai Rp17 ribu triliun setiap tahunnya.

Nilai penerimaan pajak dari subsektor perikanan di 2014 adalah Rp158,4 miliar. Itu hanya 0,99 persen dari realisasi penerimaan pajak dari sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan yang mencapai Rp15,9 triliun. Hal ini terjadi karena pengelolaan sumber daya laut belum maksimal, masih banyak potensi laut kita yang dicuri oleh pihak asing. Selain itu, penyebab utama tidak terealisasinya potensi pajak karena selama ini hasil tangkapan kapal-kapal di Indonesia tidak dilaporkan. Apabila dilaporkan akan kentara berapa pajak yang seharusnya ditarik. Ini menjadi pekerjaan Direktorat Jenderal Pajak bagaimana menghitung pajak yang harus di bayar dari sektor perikanan.

Letaknya yang menyeluruh di Indonesia, sumber daya alam laut merupakan kunci untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan meningkatkan pemerataan ekonomi masyarakat Indonesia yang merupakan kunci untuk keadilan rakyat Indonesia. Untuk mengembangkan potensi yang ada pemerintah harus mulai mengepakan sayapnya dengan membangun infrastruktur yang membantu mengambangkan potensi tersebut.

Dukungan dari pemerintah untuk mengembangkan sektor perikanan, dilakukan dengan pembangunan infrastruktur dan pemberian beberapa fasilitas perpajakan, seperti pembebasan dari pengenaan PPN. Dengan beberapa dukungan ini sektor perikanan diharapkan dapat menjadi penyumbang besar pendapatan negara di masa yang akan datang. Namun sayang, potensi-potensi ini belum dapat dikelola dengan baik. Nilai penerimaan pajak dari subsektor perikanan sampai dengan tahun 2018 belum maksimal.

Di Indonesia terdapat lebih dari 5000 buah kapal dengan kapasitas di atas 30 GT. Dari pemilik kapal tersebut masih banyak yang tidak membayar dan melaporkan perpajakannya dengan benar, bahkan belum memiliki NPWP. Coba kita hitung, kalau satu kapal mampu mendapatkan per tahunnya 100-200 ton, dengan harga 1 kg Rp10 ribu, maka hasilnya Rp2 miliar per satu kapal. Kalau biaya penangkapan mencapai 1 miliar maka pajak yang dibayar mencapai Rp350 juta, dan apabila dikalikan 5000 bisa mencapai angka yang luar biasa.

Selain itu potensi pajak pelabuhan perikanan disalah satu kota di Indonesia mencapai Rp108,2 miliar dan apabila angka ini dikalikan dengan jumlah pelabuhan yang ada di Indonesia sebanyak 816 pelabuhan perikanan yang aktif beroperasi maka akan ditemukan potensi pajak yang besar.

Untuk dapat menggali potensi pajak dari sektor perikanan maka dibutuhkan suatu payung hukum khusus yang kuat sehingga potensi pajak dari sektor perikanan dapat tergali dengan baik. Selain itu untuk memperkuat basis data perpajakan dari sektor kelautan dan perikanan, Direktorat Jenderal Pajak harus bekerja sama dengan Kemeterian Kelautan dan Perikanan untuk melakukan pertukaran data informasi sehingga basis data yang ada dapat digunakan untuk menggali potensi perpajakan yang masih belum tergali. Nantinya Direktorat Jenderal Pajak dapat membandingkan antara izin dan volume kegiatan yang terekam dalam Kementerian Kelautan dan Perikanan dengan pajak yang sudah dibayar. Koordinasi antar lembaga yang baik akan memudahkan dalam penggalian potensi pajak.

Fasilitas perpajakan yang diberikan pemerintah diharapkan dapat menarik minat investor lokal maupun investor asing untuk menanamkan modalnya di sektor perikanan dan kelautan di Indonesia. Fasilitas perpajakan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 89/PMK.010/2015 Tentang Tata Cara Pemberian Fasilitas Pajak Penghasilan Untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu Serta Pengalihan Aktiva dan Sanksi Bagi Wajib Pajak Badan Dalam Negeri Yang Diberikan Fasilitas Perpajakan. Fasilitas perpajakan yang diberikan yaitu :

1.   Pengurangan penghasilan neto sebesar 30% (tiga puluh persen) dari jumlah Penanaman Modal berupa aktiva tetap berwujud termasuk tanah yang digunakan untuk kegiatan utama usaha dan dibebankan selama 6 (enam) tahun masing-masing sebesar 5% (lima persen) per tahun yang dihitung sejak saat mulai berproduksi secara komersial;

2.  Pengenaan Pajak Penghasilan atas dividen yang dibayarkan kepada wajib pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia sebesar 10% (sepuluh persen), atau tarif yang lebih rendah menurut perjanjian penghindaran pajak berganda yang berlaku

Fasilitas diatas diberikan hanya untuk delapan sektor usaha perikanan dan kelautan. Pertama, untuk pembesaran ikan laut. Kedua, pembesaran ikan air tawar di Karamba Jaring Apung. Ketiga, industri pembekuan ikan. Keempat, industri berbasis daging lumatan dan surimi. Kelima, industri pengolahan dan pengawetan ikan dan biota air dalam kaleng. Keenam, industri pengolahan dan pengawetan udang dalam kaleng. Ketujuh, industri pembekuan biota air lainnya. Kedelapan, industri pengolahan dan pengawetan lainnya untuk biota air.

Kalau kita lihat panjang garis pantai Indonesia 3 (tiga) kali panjang garis pantai China, maka tidak seharusnya produksi sektor perikanan kita kalah dibanding China. Saat ini sektor perikanan di China mampu berproduksi 5 (lima) kali lebih banyak dari Indonesia. Marilah kita bangun potensi pajak masa depan kita, dikembangkan pembangunan infrastrukturnya supaya nantinya menjadi primadona pajak di masa yang akan datang.(*)

*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi dimana penulis bekerja.