Oleh: M Syarif Mansur, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Anda bisa meminta kepada waitress agar menyajikan nasi setengah porsi. Anda bisa meminta kadar half less sugar kepada penjual minuman teh susu premium. Anda juga bisa menggunakan promo setengah ongkos kirim pada marketplace tertentu. Kini, negara menawarkan tarif pajak setengah persen, Anda sebaiknya memanfaatkannya.

Melalui Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2018, pemerintah memberikan insentif pajak bagi pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Definisi UMKM pada beleid terbaru ini adalah pelaku usaha dengan omzet paling banyak sebesar 4, 8 milliar rupiah per tahun, tidak termasuk bagi Anda yang menawarkan jasa dengan keahlian khusus  (pekerjaan bebas). Insentif yang dimaksud berupa penetapan tarif pajak penghasilan terbaru, yakni sebesar 0.5%, dihitung dari total penjualan kotor setiap bulannya.

Hal ini menjawab berbagai masukan yang disampaikan kepada Presiden Jokowi tentang tarif pajak 1% yang diakui oleh beberapa pelaku UMKM, masih memberatkan. Bagi pemerintah, apa pun akan dilakukan demi memajukan iklim perekonomian bangsa, mulai dari pemangkasan birokrasi yang kompleks hingga tax holiday. Kali ini, sebanyak 59,2 juta pemilik bisnis skala menengah ke bawah dapat menikmati langkah nyata pemerintah tersebut, melalui gempita penetapan tarif sebesar separuh tarif sebelumnya. Gempita? Iya dong, siapa yang tidak happy dengan diskon separuh harga?

Diskon tarif pajak ini diharapkan dapat memacu geliat usaha mikro menuju usaha yang lebih masif. Ibarat sebuah bibit, tarif setengah persen adalah pupuk agar bibit dapat menjadi tanaman subur dengan batang yang kokoh dan memberi manfaat. Lalu, apakah setelah menjadi besar dan kokoh, pelaku usaha tetap dapat mendapatkan tarif murah tersebut untuk seterusnya?

Bagi pelaku UMKM dengan satus sebagai wajib pajak Orang Pribadi dapat menggunakan tarif setengah persen ini selama 7 tahun. Bagi pemilik usaha dengan bentuk CV, firma, dan koperasi, dapat menggunakan tarif ini selama 4 tahun, dan usaha berbentuk PT diberikan jangka waktu penggunaan tarif 0.5% ini hingga 3 tahun. Hal ini tentu saja sudah melalui pertimbangan keadilan bagi semua pelaku ekonomi di Indonesia.

Perlu kembali diingat, bahwa sistem pemungutan perpajakan di Indonesia menganut prinsip self-assessment, dimana masyarakat wajib pajak seharusnya menghitung, menyetor dan melaporkan pajaknya sendiri secara mandiri. PP 23 yang baru saja diluncurkan akhir Juni 2018 ini seakan memperluas definisi self-assessment itu sendiri, dengan memberikan hak kepada wajib pajak untuk memilih mekanisme penghitungan Pajak Penghasilannya sendiri. Dengan aturan terbaru, pelaku UMKM dapat memilih untuk membayar pajaknya dengan tarif setengah persen dari omzet atau mekanisme Pajak Penghasilan Pasal 17, dimana laba bersih usaha yang menjadi dasar penghitungan pajaknya. Semakin menarik ‘kan?

Kalau iklim usaha di negeri sendiri sudah menjadi seasyik ini, untuk apa coba-coba melirik negara lain?

Pemerintah kali ini sudah menunaikan salah satu peranannya untuk memajukan kehidupan bangsa. Mari menjadi bagian dari titik awal reformasi perpajakan negeri ini dengan tidak terlalu banyak pertimbangan untuk memakmurkan negara. Setengah persen itu murah dan sederhana. Yuk kita tunaikan dengan sepenuh hati. (*)

 *) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi penulis bekerja.