Oleh: Gania Hariani Hastuti, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Apa yang akan terlintas di benak Anda saat pertama kali menjumpai seseorang dengan kondisi khusus? Seorang lanjut usia yang tertatih-tatih dan badan telah membungkuk, ibu hamil yang tampak kepayahan dan tak menemukan tempat untuk duduk, anak kecil yang kebingungan mencari orang tuanya, atau mereka yang punya kebutuhan khusus dan para difabel.

Apakah kita akan terusik atau bergeming ketika dihadapkan pada kejadian tersebut? Bagaimana kita bersikap sebagai seorang fiskus, terlebih dalam konteks melayani wajib pajak, lengkap dengan beragam kondisinya?

Pertanyaan-pertanyaan itu mungkin terjawab saat kita merenungi, bahwa kesempurnaan manusia sebagai makhluk hidup adalah karena ia dikaruniai akal dan dilengkapi dengan hati nurani. Kombinasi dari kedua unsur ini akan membentuk watak dan perilaku seseorang dalam berinteraksi dengan sesama penghuni semesta. Manusia juga dikenal sebagai makhluk sosial sehingga dalam hidupnya tak bisa lepas dari peran dan keberadaan manusia lain.

Jika akal pikiran mengarahkan kita untuk mencari solusi dan menemukan cara terbaik di setiap kesempatan, hati nurani akan mendorong seseorang untuk melakukannya dengan pertimbangan kepantasan, belas kasih serta kemanusiaan itu sendiri. Dorongan untuk mendukung dan menawarkan bantuan bagi orang lain yang kita tahu membutuhkan, sejatinya melekat pada di hati terdalam setiap insan.

“Helping one person might not change the whole world, but it could change the world for one person” – Unknown

Ketika seorang wajib pajak dengan kebutuhan khusus mendatangi kantor pajak dengan maksud menunaikan kewajiban perpajakannya, ia memiliki hak untuk mendapat pelayanan sesuai ketentuan yang berlaku. Kenyataannya, tidak semua Kantor Pelayanan Pajak telah memilki fasilitas penunjang sebagai kantor ramah bagi kaum disabilitas. Bagaimanapun kondisinya, semua insan pajak patut memoosisikan diri sebagai fiskus yang peduli kepada para difabel.

Tanpa menghadapi kondisi khusus pun kita telah memiliki acuan dalam berperilaku, yaitu berpedoman pada Nilai-Nilai Kementerian Keuangan. Nilai pelayanan menjadi pedoman dalam memperlakukan wajib pajak, sedang nilai kesempurnaan mengarahkan petugas pajak untuk menyempurnakan pelayanannya.

 

Sigap Mengulurkan Tangan, Kesempurnaan Dalam Pelayanan

Suatu ketika di pertengahan bulan Maret 2021, saat langit berhias terik mentari dan udara panas memenuhi udara, antrean wajib pajak telah memenuhi halaman KPP Pratama Probolinggo. Tenda SPT disiapkan sejak pertengahan bulan Februari untuk menampung luapan pengunjung serta memberi jarak aman di ruangan terbuka. Satgas SPT telah bersiaga dan menjalankan tugas memberikan bantuan pegisian SPT Tahunan kepada para wajib pajak yang tertib menunggu sesuai nomor antrian. Protokol kesehatan sejalan dengan kondisi pandemi akibat Covid-19 yang belum sepenuhnya mereda diterapkan tanpa kompromi.

Saat itulah sesosok perempuan muda berbalut hijab dan pakaian bernuansa biru putih memasuki area penerimaan wajb pajak. Untuk pertama kalinya ia menginjakkan bukan hanya kaki, melainkan juga roda-roda kursinya untuk menggaris jejak di halaman KPP Pratama Probolinggo. Tak ada petugas tertentu yang dipersiapkan untuk menerima wajib pajak yang difabel, pun tak ada yang terlatih untuk melayani secara khusus.

Adalah Bapak Soesi Djoewadi selaku Kepala Seksi Pelayananan pemilik tanggung jawab untuk selalu memastikan kegiatan pelayanan di baris terdepan berjalan dengan baik dan lancar. Pak Djoe, demikian kami akrab memanggilnya, setiap saat akan berkeliling ke seluruh area penerimaan wajib pajak. Ruangan TPT yang pasti tak pernah sepi, ruang layangan mandiri yang setiap hari menerima calon pemilik NPWP, dan tenda SPT yang didirikan di sepanjang tembok luar gedung kantor bagian depan.

Beliau pulalah yang mendapati Mbak Sefri R. Budiarti, nama perempuan itu yang kami ketahui kemudian, tengah menatap sekitar dengan pandangan ragu dan bertanya. Bergegas Pak Djoe mendekati Mbak Sefri dan menanyakan keperluannya. Setelah mendapat informasi bahwa yang bersangkutan hendak melaporkan SPT Tahunan Orang Pribadi tahun 2020, sontak Pak Djoe mencari cara terbaik untuk melayani.

Sefri adalah seorang pengusaha UMKM yang bergerak dalam pembuatan aneka kue dengan jenama D’frischa. Keterbatasan yang ia miliki jelas bukan sebagai penghalang dalam berkarya dan menjemput nafkah.

Para petugas yang membantu pengisian SPT menempati sebuah area yang lebih tinggi dan tidak memiliki tangga atau undakan yang bisa mengakomodasi kursi roda. Pak Djoe segera meminta kepada salah satu petugas piket, seorang Account Representatif bernama Adityo, untuk membantu. Sebagai orang yang tak pernah terlatih untuk membersamai seorang difabel, awalnya Pak Djoe mengalami kesulitan mendorong naik kursi roda Mbak Sefri ke dalam ruang TPT.

Kebetulan untuk masuk TPT terdapat jalur tangga tak berundak untuk mereka yang berkebutuhan khusus. Mbak Sefri memberitahukan cara yang tepat mendorong kursi rodanya kepada Pak Djoe. Ternyata dibutuhkan trik tertentu untuk mendorong kursi roda supaya tidak tersendat-sendat terutama ketika menyusuri jalur yang meninggi. Mendorong kursi roda di jalan menurun pun punya trik yang berbeda, terlebih karena beban yang cukup berat mengharuskan kita mengantisipasi agar kursi roda tidak meluncur tak terkendali.

Setelah proses pengisian SPT Tahunan tuntas dengan bantuan Adityo, Mbak Sefri kembali tampak kebingungan ketika hendak keluar ruangan TPT. Pak Djoe yang tengah berkeliling pun sigap mengulurkan bantuan yang sama, tanpa merasa perlu mendelegasikan tanggung jawab kepada petugas lain. Kali ini beliau sudah lebih terbiasa mendorong kursi roda hingga tak banyak kesulitan.

Kursi roda diantar sampai di hadapan becak yang mengantar kedatangan dan kepulangan Mbak Sefri. Mbak Sefri dibantu hingga duduk dengan nyaman di atas becak langganannya, dengan kursi roda yang telah terlipat diletakkan di bagian depan. Ekspresi berterima kasih terpancar jelas di raut mukanya. Lelah dan gerah tak memupus rasa terbantukan. Pengalaman pertama di KPP bukanlah sesuatu yang akan ia sesali.

“Pengalaman pertama di KPP Pratama Probolinggo. Terima kasih banyak atas pelayanan yang diberikan, khususnya bagi saya sebagai disabilitas,” demikian cuitan beliau di akun media sosialnya, tak lama setelah ia kembali ke rumah. Sebuah tautan pun diterima oleh taxmin KPP Probolinggo melalui akun media sosial KPP.

Seorang difabel mungkin dipersepsikan punya hak untuk dikecualikan dari kewajiban tertentu, tetapi menjadi warga negara yang punya peran aktif dan kontribusi nyata pada tanah air adalah pilihan seorang Sefri R. Budiarti.

 

*)Artike ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja