Sedang Viral, Mamam Cromboloni Kena Pajak?

Oleh: Erina Yuniar Utami, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Akhir-akhir ini media sosial tengah diramaikan dengan menu pastry yang terlihat sangat menarik: cromboloni. Nama cromboloni adalah akronim dari croissant dan bomboloni, dan sama sekali gak relate dengan combro, apalagi jomlo. Croissant merupakan pastry asal Prancis yang telah dikenal oleh berbagai negara. Sementara, bomboloni berupa donat tanpa lubang dengan isian selai dan taburan gula halus di luar.
Cromboloni merupakan perpaduan dari pastry dan bakery tersebut. Elemen croissant hadir dalam kesamaan terhadap pemakaian adonan pastry sebagai kulitnya. Lapisan-lapisan pastry bikin cromboloni kriuk di luar, tetapi lembut di dalam.
Elemen bomboloni terwakili lewat bentuk bulat dan isian yang lumer saat digigit. Sama seperti donat tanpa lubang itu, proses pengisian filling berbagai macam varian rasa dilakukan setelah pastry dipanggang.
Kena Pajak?
Pertama mari kita bahas perbedaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang dikelola oleh pemerintah pusat, dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak (DJP), dari pajak restoran yang merupakan pajak daerah? Di Indonesia, masyarakat secara luas masih cenderung kesulitan untuk membedakan antara PPN dan pajak restoran. Sebelum Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) berlaku, di mana pengenaan tarif PPN dan tarif restoran adalah sama yakni sebesar 10% dari total harga yang dibeli, tentu perbedaan antara keduanya terlihat kurang jelas dari sisi konsumen atau pembeli. Soalnya tarifnya sama. Tiap kita ke resto, kalau menjumpai struk dengan tulisan "pajak" kita langsung mengasosiasikan dengan PPN. Perbedaan PPN dari pajak restoran akan terlihat jelas dari sisi administrasi dan kewenangan pemungutnya.
Mari terlebih dahulu kita akan membahas apa itu pajak restoran. Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD) sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPPPD), ketentuan soal pajak restoran adalah sebagai berikut
Pasal 37
(1) Objek Pajak Restoran adalah pelayanan yang disediakan oleh Restoran.
(2) Pelayanan yang disediakan Restoran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pelayanan penjualan makanan dan/atau minuman yang dikonsumsi oleh pembeli, baik dikonsumsi di tempat pelayanan maupun di tempat lain. merupakan pajak atas pelayanan yang disediakan oleh restoran meliputi penjualan makanan atua minuman yang dikonsumsi oleh pembeli .
Dalam hal tersebut objek pajak yang dikenakan dalam Pajak Restoran adalah pelayanan yang disediakan oleh restoran baik berupa makanan/minuman yang di makan di tempat maupun take away home.
Lalu siapa saja yang kena pajak restoran? Berdasarkan UU PDRD jo. UU HKPPPD, ketentuan dalam Pasal 38 ayat (1) mengatur bahwa subjek pajak restoran adalah orang pribadi atau badan yang membeli makanan dan/atau minuman dari restoran.
Kemudian berapakah tarif pajak restoran? Sesuai dengan Pasal 40 ayat (1), tarif pajak restoran ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen) dan ayat (2) mengatur bahwa tarif pajak restoran ditetapkan dengan peraturan daerah.
Pajak restoran dipungut langsung oleh restoran kepada pelanggannya. Sedangkan restoran yang diartikan sebagai penyedia fasilitas makanan dan minuman dengan dipungut bayaran, yang meliputi rumah makan, kantin, warung, bar dan sejenisnya termasuk untuk jasa boga atau ketering. Pajak restoran hanya menyasar yang nilai penjualannya melebihi batas tertentu, yang dimana di setiap daerah nilai penjualannya bervariasi. Pajak restoran ini dipungut dengan tariff paling besar 10% atas jumlah pembayaran yang diterima restoran. Yang berwenang untuk memungut pajak restoran adalah pemerintahan daerah.
Aspek PPN
Sedangkan PPN pungutannya dibebankan atas transaksi jual-beli barang dan jasa yang dilakukan oleh wajib pajak orang pribadi maupun wajib pajak badan yang di mana telah menjadi atau yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak atau PKP. Dasar hukum pengenaan PPN yaitu Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (UU PPN/PPnBM) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Dalam konteks PPN, pengadimistrasiannya dan kewenangannya berada pada tangan pemerintah pusat yaitu DJP. Penerimaan dari PPN akan masuk ke dalam APBN. Sedangkan untuk pajak restoran atau Pajak Pembangunan -1 pengadministrasian dan kewenangannya berada pada tangan pemerintah daerah. Penerimaan pajak ini akan masuk ke APBD yang dijadikan sebagai Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Untuk menghindari pajak berganda, objek pajak restoran, termasuk usaha jasa boga atau katering tidak dikenakan lagi PPN.
Jadi apakah kita kena pajak saat membeli cromboloni?
Jawabannya adalah iya, jika kita membelinya pada penyedia fasilitas makanan dan minuman dengan dipungut bayaran, yang meliputi rumah makan, kantin, warung, bar dan sejenisnya termasuk untuk jasa boga atau ketering yang telah diatur dalam UU PDRD jo. UU HKPPPD. Lebih tepatnya, pajak yang berlaku adalah pajak restoran. Apakah dikenakan PPN? Menurut hemat penulis tidak, karena nanti menimbulkan pajak berganda lantaran sudah dikenakan pajak restoran.
Namun, akan lain soal jika cromboloni ini dijajakan di tempat bukan restoran. Tentu kita harus menengok Peraturan Menteri Keuangan Nomor 70/PMK.03/2022 tentang Kriteria dan/atau Rincian Makanan dan Minuman, Jasa Kesenian dan Hiburan, Jasa Perhotelan, Jasa Penyediaan Tempat Parkir, serta Jasa Boga atau Katering, yang Tidak Dikenai Pajak Pertambahan Nilai. Menurut Pasal 4 ayat (4), makanan dan minuman dapat dikenakan PPN sesuai ketentuan, jika disediakan oleh:
1. Pengusaha toko swalayan dan sejenisnya yang tidak semata-mata menjual makanan dan/ atau minuman;
2. Pengusaha pabrik makanan dan/ atau minuman; atau
3. Pengusaha penyedia fasilitas yang kegiatan usaha utamanya menyediakan pelayanan jasa menunggu pesawat (lounge) pada bandar udara.
Tentunya, untuk kasus ini, penjualan cromboloni seperti itu dapat dikenakan PPN sesuai ketentuan.
*) Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.
- 252 kali dilihat