Redefinisi Self Assessment System

Oleh: Andi Zulfikar, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Suatu hari, seorang wajib pajak mengungkapkan isi hatinya. Menurutnya dia belum pernah mendapatkan sosialisasi mengenai peraturan perpajakan, namun dia mendapatkan Surat Tagihan Pajak (STP). Menurut wajib pajak tersebut, seharusnya kantor pajak melakukan sosialisasi terlebih dahulu agar dia dapat menjalankan kewajibannya.
Dari pihak fiskus sendiri akan memberikan sanggahan. Sebenarnya penjelasan tentang hak dan kewajiban wajib pajak telah banyak dilakukan, baik ketika wajib pajak mulai mendaftarkan diri, maupun melalui berbagai sarana yang lain misalnya surat, website, media massa, program rutin penyuluhan dan yang lainnya.
Lalu, di mana titik temu pembicaraan tersebut?
Telur atau anak ayam?
Memperbincangkan hal tersebut di atas, mirip dengan memperbincangkan mana yang lebih dahulu, telur atau anak ayam. Bila dicari jawabannya, maka akan jadi perselisihan yang tak juga usai. Mirip dengan kisah dua orang filsuf yang terus bertengkar mengenai hal tersebut, hingga mereka lupa bahwa pertemanan mereka adalah jauh lebih penting daripada perselisihan.
Masing-masing pihak akan mempertahankan pendapatnya, walaupun bisa jadi pendapat masing-masing pihak mengandung kebenaran dengan sisi yang berbeda. Sisi kebenaran yang kadang relatif dalam kasus tertentu, sebaiknya dicari jalan tengah untuk kebaikan bersama. Penerimaan pajak merupakan tulang punggung negara, sekitar 70 persen setiap tahunnya penerimaan negara berasal dari pajak.
Membayar pajak bagi sebagian orang mungkin bukan hal yang menyenangkan. Bahkan bagi orang secerdas Einstein pun pernah berkelakar bahwa hal tersulit untuk dipahami di dunia adalah pajak penghasilan. Padahal kecerdasan Einstein sudah diakui. Penulis berpikir bahwa dia tidak akan memiliki kesulitan untuk memahami cara penghitungan pajak penghasilan.
Namun seperti yang penulis telah ungkapkan, pajak adalah tulang punggung negara. Coba bayangkan seseorang yang tidak mempunyai tulang punggung, dia tidak akan dapat berjalan dengan tegak. Bahkan mungkin dia tidak dapat berjalan dan mati. Negara kita pun demikian, tanpa pajak maka keberlangsungan negara akan terancam.
Fiskus sendiri bekerja sesuai dengan amanah yang diberikan. Walaupun tidak sempurna, namun perbaikan demi perbaikan terus dilakukan baik untuk meningkatkan pelayanan maupun dalam rangka pengumpulan penerimaan pajak. Fiskus dan wajib pajak sama-sama bagian dari bangsa Indonesia. Kita ingin bangsa kita menjadi besar, dan berdikari. Berdiri di atas kaki sendiri dan memberikan kemakmuran bagi rakyatnya. Pengumpulan pajak adalah salah satu jalannya.
Keaktifan adalah Kunci
Sebagai amanah dari peraturan perundang-undangan perpajakan, fiskus harus melakukan kewajibannya. Di lain pihak wajib pajak pun harus memahami dan melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai prinsip Self Assessment System. Dalam sistem ini, wajib pajak diberikan kepercayaan untuk menghitung, memperhitungkan, menyetor, dan melaporkan sendiri pajak yang terutang.
Sistem ini memerlukan keaktifan dari wajib pajak untuk menjalankan kewajibannya. Bila tidak terdapat data bahwa wajib pajak melakukan pelanggaran ketentuan perpajakan, maka wajip pajak dianggap telah melakukan kewajibannya secara benar. Namun di lain pihak, bila terdapat data bahwa ada ketentuan perpajakan yang dilanggar, maka fiskus akan menjalankan tugasnya sesuai kewenangan yang diberikan.
Oleh karena itu, wajib pajak juga mempunyai tanggung jawab untuk aktif menambah keilmuan perpajakannya. Hal ini bertujuan agar wajib pajak mengetahui hak dan kewajibannnya secara benar. Sarana yang ada sudah semakin banyak. Bisa dengan cara datang atau menghubungi fiskus di kantor pajak, melalui kring pajak, melalui website resmi DJP, ataupun berbagai kemudahan lainnya. Berbagai cara tersebut didapatkan dengan cara gratis, tanpa dipungut bayaran.
Ketika fiskus dan wajib pajak dapat menemukan ‘rasa’ yang sama, diharapkan kepatuhan sukarela bukan menjadi hal yang mustahil. ‘Rasa’ itu adalah harapan kita, bahwa bangsa Indonesia memerlukan para pembayar pajak untuk masa depan yang lebih baik. Para pembayar pajak adalah pahlawan, karena di setiap setoran pajak yang dikumpulkan, mereka telah berkontribusi untuk roda negeri yang kita cintai ini.(*)
*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi penulis bekerja.
- 4858 kali dilihat