Oleh: (Agus Saptomo), pegawai Direktorat Jenderal Pajak

 

Perpajakan di Indonesia menganut sistem Self Assessment, yang merupakan sistem pemungutan pajak yang memberikan kepercayaan kepada Wajib Pajak (WP) untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri jumlah pajak yang seharusnya terutang berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Walau sistem ini memberikan kewenangan sepenuhnya kepada WP, namun pajak, sebagai suatu kontribusi wajib kepada negara, yang terutang oleh orang pribadi atau badan mempunyai sifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Sifat memaksa inilah, yang tentu saja mempunyai implikasi tersendiri bagi WP. Namun disisi lain, WP dalam menjalankan kewajiban perpajakannya dapat diwakili oleh Penangung Pajak.

Definisi

Jika kita menilik definisi dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) sebagaimana beberapa kali telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (UU Cika), yang dimaksud dengan penanggung pajak merupakan orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban WP sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Sedangkan dalam Pasal 32 UU KUP jo. UU Cika, dijelaskan bahwa dalam menjalankan hak dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, wajib pajak badan diwakili oleh pengurus, badan yang dinyatakan pailit diwakili oleh kurator, badan dalam pembubaran oleh orang atau badan yang ditugasi untuk melakukan pemberesan, badan dalam likuidasi oleh likuidator, suatu warisan yang belum terbagi oleh salah seorang ahli warisnya, pelaksana wasiatnya, atau yang mengurus harta peninggalannya, anak yang belum dewasa atau orang yang berada dalam pengampuan oleh wali ataupun pengampunya.

Pada 9 Juni 2023 Pemerintah menetapkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 61 Tahun 2023 tentang Tatacara Pelaksanaan Penagihan Pajak atas Jumlah Pajak yang Masih Harus Dibayar (PMK 61/2023, yang bertujuan untuk memberikan keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan terhadap pelaksanaan tindakan penagihan pajak dan peraturan perundang-undangan di bidang penagihan pajak. Ketentuan yang baru ini menggantikan ketentuan sebelumnya yang diatur dalam PMK Nomor 189/PMK.03/2020 yang dinilai memerlukan penyempurnaan mengingat adanya penyesuaian ketentuan mengenai bantuan penagihan pajak berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). PMK 61/2023 yang baru ini melaksanakan ketentuan yang diatur dalam Pasal 10A UU Nomor 19 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, Pasal 44E ayat (2) huruf b dan huruf c UU HPP, Pasal 50 PP Nomor 50 Tahun 2022 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan.  

Dalam ketentuan yang baru ini sekaligus juga mencabut 3 (tiga) ketentuan yang berlaku sebelumnya, yaitu Keputusan Menteri Keuangan Nomor 85/KMK.03/2002 tentang Tata Cara Penyitaan Kekayaan Penanggung Pajak Berupa Piutang Dalam Rangka Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 23/PMK.03/2006 tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 85/KMK. 03/2002 tentang Tata Cara Penyitaan Kekayaan Penanggung Pajak Berupa Piutang dalam rangka Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 189/PMK.03/2020 itu tadi.

Ketentuan Beleid Baru 

Pembaca perlu ketahui sebelumnya, bahwa para penangung pajak bertanggung jawab atas dua hal yaitu pertama, atas seluruh utang pajak, yang merupakan pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi administrasi berupa bunga, denda, atau kenaikan yang tercantum dalam surat ketetapan Pajak atau surat sejenisnya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan; kedua atas  Biaya Penagihan Pajak, yang merupakan biaya pelaksanaan surat paksa, surat perintah melaksanakan penyitaan, pengumuman lelang, pembatalan lelang, jasa penilai, dan biaya lainnya sehubungan dengan penagihan pajak .

Dalam Pasal 8 PMK 61/2023 ini dijelaskan kriteria penanggung pajak atas wajib pajak orang pribadi meliputi: pertama, orang pribadi yang bersangkutan; kedua, istri dari wajib pajak orang pribadi bersangkutan, dalam hal pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakannya digabungkan sebagai satu kesatuan; ketiga, seorang ahli waris, pelaksana wasiat, atau pihak yang mengurus harta peninggalan dari wajib pajak yang telah meninggal dunia dan harta warisan belum terbagi; keempat, para ahli waris dari wajib pajak yang telah meninggal dunia dan harta warisan telah dibagi; kelima, wali bagi anak yang belum dewasa; keenam, pengampu bagi orang yang berada dalam pengampuan.

Sedangkan dalam Pasal 9, kriteria penanggung pajak atas wajib pajak badan meliputi: pertama, wajib pajak badan bersangkutan; kedua, pengurus dari wajib pajak badan yang disesuaikan dengan bentuk entitas wajib pajak badan tersebut, apakah wajib pajak badan tersebut berbentuk  perseroan terbatas (PT), bentuk usaha tetap (BUT), persekutuan komanditer (CV), persekutuan perdata dan persekutuan firma, koperasi, yayasan, kerja sama operasi (KSO), untuk badan lainnya, dan satuan kerja instansi pemerintah.

Jadi, dalam ketentuan ini terdapat beberapa penambahan kriteria penanggung pajak untuk orang pribadi , khususnya untuk seorang ahli waris, para ahli waris, wali bagi anak yang belum dewasa, dan pengampu bagi orang yang berada dalam pengampuan. Sedangkan untuk penanggung pajak badan terdapat penambahan spesifikasi kriteria khususnya wajib pajak badan yang memiliki cabang dan wajib pajak badan satuan kerja instansi pemerintah. Di samping itu terdapat penambahan kriteria pengecualian ketentuan urutan penangung pajak untuk wajib pajak badan dalam hal dilakukan tindakan penagihan seketika dan sekaligus dan terdapat tanda-tanda bahwa penangung pajak akan menghentikan atau mengecilkan kegiatan perusahaan atau pekerjaan yang dilakukan di Indonesia.

 

*) Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.

Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.