Oleh: Putu Dian Pusparini, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

 

Di zaman yang sudah serba digital saat ini, banyak influencer yang mulai bermunculan. Ada yang kita sebut selebritis, selebgram, youtuber, tiktoker, dan masih banyak lagi. Kalau dipikir-pikir, memang pekerjaan yang baru muncul di beberapa tahun terakhir ini memiliki banyak kelebihan. Misalnya, merasa spesial karena dikenal banyak orang, mendapat dukungan dari berbagai sponsor, memiliki banyak pengikut sehingga banyak orang yang bisa dipengaruhi, dan masih banyak lagi.

Namun begitu, ada juga kekurangan dari menjadi influencer, misalnya menjadi objek perundungan siber jika kesalahannya terkuak meskipun hanya kesalahan minor, privasi influeancer terganggu karena saking terkenalnya, dan masih banyak lagi.

Sekarang, orang dengan jumlah pengikut sepuluh ribu akun saja bisa menjadi influencer. Kalau dilihat-lihat, orang-orang yang mondar-mandir di beranda Instagram, Youtube, atau pun Tiktok kita mulai beragam. Hal tersebut menandakan bahwa jumlah influencer yang ada di media sosial sudah banyak sekali.

Banyak hal yang bisa dilakukan untuk menjadi influencer, salah satunya dengan membuat konten yang sensitif agar menjadi viral. Dengan menjadi viral, jumlah pengikut di media sosial akan meningkat. Dengan begitu kita dapat menjadi influencer dadakan. Namun, mempertahankan tingkat popularitas itu tidak mudah. Banyak nama-nama influencer yang dulu kita ketahui, tetapi sekarang jika mendengar namanya terasa asing.

Salah satu cara agar tetap terkoneksi dengan para pengikut, biasanya para influencer melakukan tantangan, siaran langsung, atau membalas pesan langsung dari pengikutnya. Istilah ikoy-ikoyan belum lama ini ramai diperbincangkan. Apa itu ikoy-ikoyan?

Ikoy-ikoyan adalah suatu istilah yang dipakai ketika salah seorang influencer membalas pesan langsung pengikutnya secara acak dan memberikan apa yang sedang diinginkan pengikutnya. Permintaan pengikut biasanya bersifat materiel seperti uang dan barang.

Kalau dapat disimpulkan, ikoy-ikoyan itu sama dengan berbagi rezeki, tetapi secara acak. Karena menurut influencer tersebut, ikoy-ikoyan bukan untuk memberantas kemiskinan, maka dari itu pengikut yang beruntung dipilih secara acak alias suka-suka si influencerMungkin salah satu dari pembaca ada yang pernah ikut ikoy-ikoyan? Ada yang beruntung kah?

Pajak Ikoy-Ikoyan

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Kelompok pajak ada banyak, misalnya pajak penghasilan (PPh), pajak penambahan nilai (PPN), pajak bumi dan bangunan (PBB). Pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan atas penghasilan.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (UU PPh) tentang Pajak Penghasilan, penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun.

Apakah penghasilan berupa uang dari ikoy-ikoyan termasuk ke dalam pengertian penghasilan berdasarkan UU PPh? Mari kita bedah satu per satu dari setiap komponen penghasilan.

Ikoy-ikoyan jelas menambahkan kemampuan ekonomis karena setelah si influencer memberikan uang kepada si pengikut maka sudah langsung menjadi kemampuan ekonomis bagi si penerima uang. Penghasilan ini tidak dipengaruhi dengan sistem akuntasi stelsel kas atau pun akrual karena kemungkinan yang menerima tidak melakukan pembukuan.

Ikoy-ikoyan diterima dari Indonesia dan pastinya dipakai untuk konsumsi karena dilihat dari pesan langsung si pengikut, ada alasan dibalik permintaan uang tersebut. Nah, dari telaah tersebut, sudah jelas ya kalau sebenarnya uang hasil ikoy-ikoyan termasuk kriteria penghasilan yang dikenai pajak.

Pajak Hadiah

Karena pengertian penghasilan menurut UU PPh itu luas, dalam artian tidak mengelompokkan penghasilan ke dalam beberapa jenis, maka terbitlah Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-11/PJ/2015 tentang Pengenaan Pajak Penghasilan atas Hadiah dan Penghargaan.

Berdasarkan peraturan tersebut, penghasilan berupa hadiah dibagi menjadi empat jenis yaitu hadiah undian, hadiah atau penghargaan perlombaan, hadiah sehubungan dengan kegiatan, serta penghargaan sehubungan dengan prestasi.

Kalau kita bedah dari pengelompokan penghasilan berupa hadiah, ikoy-ikoyan tidak termasuk hadiah atas perlombaan, pekerjaan, atau prestasi. Maka dapat dikatakan bahwa ikoy-ikoyan termasuk penghasilan berupa hadiah atas undian karena si pengikut dipilih secara acak layaknya undian. Besarnya tarif pajak penghasilan final atas hadiah undian adalah 25%.

Pajak Sumbangan

Kalau mau dipikir secara kritis, ikoy-ikoyan juga bisa dikatakan sebagai sumbangan karena diberikan secara cuma-cuma. Lalu bagaimana aspek pemajakan ikoy-ikoyan jika dilihat sebagai sumbangan?

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-90/PMK.03/2020 tentang Bantuan, Sumbangan, Serta Harta Hibahan Yang Dikecualikan Sebagai Objek Pajak Penghasilan, sumbangan dikecualikan sebagai objek pajak penghasilan bagi pihak pemberi sepanjang diberikan kepada:

  • Keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat;
  • Badan keagamaan;
  • Badan pendidikan;
  • Badan sosial termasuk yayasan;
  • Koperasi; atau
  • Orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil,

dengan syarat tidak ada hubungan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan.

Nah, kalau ikoy-ikoyan dianggap sebagai sumbangan maka harus dilihat siapa penerima ikoy-ikoy tersebut.

 

*)Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.