Pajak Buku Layak Dikaji

Oleh: Lindarto Akhir Asmoro, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Beberapa hari kemarin kami sempat menyaksikan sebuah pertunjukan spesial stand up comedy oleh Pandji Pragiwaksono yang merupakan Special Standup comedi tour dunia yang bertajuk Pragiwaksono World Tour, yang kali ini bertempat di kota Jakarta sebagai penutup rangkaian tur dunianya. Dalam salah satu materi yang dibawakan, dibahas tentang rendahnya minat baca masyarakat indonesia. Hal ini diperparah dengan pengenaan pajak terhadap buku yang berlapis. Hanya buku yang bermuatan edukasi yang dibebaskan dari pajak. Benarkah demikian? mari kita bahas satu persatu.
Fakta rendahnya minat baca masyarakat Indonesia
Kita pasti pernah mendengar bahwa buku adalah jendela dunia. Dengan membaca kita dapat mengetahui segala sesuatu. Kita dapat mengetahui kondisi beruang kutub melalui membaca tanpa perlu datang langsung ke kutub utara. Atau kita dapat mengetahui bahwa burung kolibri hanya menikah dengan satu pejantan saja sampai dia meninggal berasal dari buku tanpa kita harus mengamati di sarang burung yang terletak di hutan.
Ada enam literasi dasar yang harus dikuasai orang dewasa menurut World Economic Forum, yaitu baca tulis, literasi numerasi, literasi finansial, literasi sains, literasi budaya dan kewarganegaraan, serta literasi teknologi informasi dan komunikasi atau digital. Literasi dasar ini yang harus dikuasai setiap orang dewasa untuk memenuhi standar pendidikan. Setidaknya saat ini ada 750 juta orang dewasa dan 264 juta anak putus sekolah yang minim kemampuan literasi dasar.
Menurut data statistik dari UNESCO, dari total 61 negara, Indonesia berada di peringkat 60 dengan tingkat literasi rendah. Peringkat 59 diisi oleh Thailand dan peringkat terakhir diisi oleh Botswana. Sedangkan Finlandia menduduki peringkat pertama dengan tingkat literasi yang tinggi, hampir mencapai 100%. Data ini jelas menunjukkan bahwa rendahnya minat baca di Indonesia dibandingkan dengan negara tetangga Singapura dan Malaysia.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan minat baca masyarakat Indonesia masih rendah. Pertama, tidak ada kebiasaan membaca bagi anak anak. Contoh terbaik dari anak di keluarga adalah orang tua jadi sedikit banyak kebiasaan orang tua akan menurun kepada anak karena adanya proses duplikasi. Oleh karena itu, peran orang tua sangat penting bagi pembentukan kebiasaan membaca bagi anak-anak.
Kedua, akses ke fasilitas pendidikan belum merata dan minimnya kualitas sarana pendidikan. kita masih melihat banyak anak yang putus sekolah di sekitar kita, dan sarana pendidikan yang yang masim minim dalam kegiatan belajar mengajar. Hal inilah yang secara tidak langsung menghambat perkembangan kualitas literasi di Indonesia.
Terakhir adalah kebiasaan masyarakat indonesia yang lebih senang terhadap video daripada tulisan. Media saat ini yang sangat dekat dengan masyarkat adalah media audio visual. Orang lebih memilih mendapatkan informasi dari video youtube karena akan tahu secara langsung praktiknya. Hal ini tidaklah salah tetapi hal inilah yang menjadi salah satu penyebab rendahnya minat baca masyarakat indonesia.
Pajak untuk buku di negara lain
Berdasarkan riset dari Federation Of Europe Publisher pada tahun 2015 menampilkan data dari 79 negara di Asia, Afrika dan Amerika. Di negara-negara Asia, negara yang membebaskan pajak PPN untuk buku cetak adalah Hongkong, India, Malaysia,Korea Selatan, dan Filipina. Negara Mongolia mengenakan PPN buku cetak sebesar 10 %. Adapun Vietnam mengenakan tarif pajak 5 % saja. Sedangkan Jepang sebagai negara yang “konsumsi” bukunya paling banyak mengenakan tarif 8% untuk semua jenis buku. Untuk negara di kawasan Asia yang paling tinggi mengenakan tarif pajak untuk buku adalah negara China yaitu sebesar 13%.
Di negara negara maju seperti negara Eropa dan Amerika Utara, tidak semua negara membebaskan pajak buku. Kita dapat ambil contoh bahwa di Rusia diberlakukan tarif 18% untuk buku cetak dan 18% untuk buku elektronik. Contoh lain dari negara Finlandia yang mengenakan tarif pajak buku cetak 10 % sedangkan buku elektronik 24%. Tetapi, yang perlu diingat adalah walaupun tarif pajaknya tinggi ada kemungkinan pajak tersebut ditanggung oleh pemerintah.
Pajak Buku di Indonesia
Peningkatan pengetahuan dan wawasan masyarakat akan mendukung pembangunan nasional dalam rangka menciptakan kehidupan yang lebih baik. Berdasar pemikiran tersebut maka distribusi dan ketersediaan buku bagi masyarakat pada umumnya dan juga dunia pendidikan pada khususnya perlu mendapat perhatian dari pemerintah.
Kendala yang saat ini dihadapi adalah kurangnya penjaminan ketersediaan buku serta kurang meratanya distribusi buku ke seluruh daerah di Indonesia. Hal ini kerap memicu terjadinya praktek-praktek ilegal seperti pembajakan buku serta upaya pelarian pajak yang seharusnya dibayar.
Untuk menekan permasalahan tersebut serta mengurangi kesenjangan ketersediaan buku, pada tanggal 27 Agustus 2013 pemerintah telah mengeluarkan kebijakan di bidang perpajakan yaitu Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 122/PMK.011/2013 tentang Buku-Buku Pelajaran Umum, Kitab Suci, dan Buku-Buku Pelajaran Agama yang atas Impor dan/atau Penyerahannya Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.
Berdasarkan ketentuan PMK Nomor 122 Tahun 2013 atas impor dan/atau penyerahan buku-buku pelajaran umum, kitab suci, dan buku-buku pelajaran agama, dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Kitab suci yang mendapatkan pembebasan PPN yaitu:
- Kitab suci agama Islam meliputi kitab suci Alquran, termasuk tafsir dan terjemahannya baik secara keseluruhan maupun sebagian, dan Jus Amma;
- Kitab suci agama Kristen Protestan meliputi kitab suci Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru termasuk tafsir dan terjemahannya baik secara keseluruhan maupun sebagian;
- Kitab suci agama Katolik meliputi kitab suci Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru termasuk tafsir dan terjemahannya baik secara keseluruhan maupun sebagian;
- Kitab suci agama Hindu meliputi kitab suci Weda, Smerti, dan Sruti, Upanisad, Itihasa, Purnama, termasuk tafsir dan terjemahannya baik secara keseluruhan maupun sebagian;
- Kitab suci agama Budha meliputi kitab suci Tripitaka termasuk tafsir dan terjemahannya baik secara keseluruhan maupun sebagian; dan
- Kitab lainnya yang telah ditetapkan sebagai kitab suci oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agama atau pejabat lain yang ditunjuk oleh menteri dimaksud.
Sedangkan untuk buku-buku pelajaran agama yang dimaksud adalah buku-buku fiksi dan nonfiksi untuk meningkatkan pendidikan dan kecerdasan bangsa, yang merupakan buku-buku pelajaran pokok, penunjang dan kepustakaan di bidang agama.
Buku-buku pelajaran umum yang dimaksud merupakan buku-buku fiksi dan nonfiksi untuk meningkatkan pendidikan dan kecerdasan bangsa, yang merupakan buku-buku pelajaran pokok, penunjang dan kepustakaan. Sementara itu, yang tidak termasuk dalam pengertian buku-buku pelajaran umum antara lain buku hiburan, buku musik, buku roman populer, buku sulap, buku iklan, buku promosi suatu usaha, buku katalog di luar keperluan pendidikan, buku karikatur, buku horoskop, buku horor, buku komik, dan buku reproduksi lukisan.
Tidak semua buku cetakan atau buku elektronik dikenakan pajak dengan tarif 10%. Ada fasilitas pembebasan pajak bagi buku yang sifatnya edukatif untuk mencerdaskan kehidupan berbangsa. Tetapi bukankan semua buku baik itu buku pelajaran, kitab suci, buka fiksi non fiksi keagamaan, buku pengetahuan umum, novel serta komik sekalipun mengandung unsur edukasi? Ada kalanya sopan santun dan tata krama bertindak kita dapatkan dari kita membaca novel atau komik lucu.
Ada harapan yang besar bahwa semakin banyak jenis buku yang dibebaskan dari Pajak Pertambahan Nilai sehingga masyarakat mampu “mengonsumsi” buku dengan maksimal dan dapat melihat dunia dari jendela yang ada di atas meja. Tentu saja hal ini harus dilakukan kajian lebih mendalam untuk menentukan faktor utama motivasi literasi di kalangan masyarakat Indonesia sehingga kebijakan apapun yang dibuat sama-sama memberi dampak yang positif baik bagi masyarakat maupun negara.
*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi penulis bekerja.
- 8093 kali dilihat