NPWP Bukan Sekadar Syarat Pinjaman di Bank, Begini Penjelasannya!

Oleh: Komang Jnana Shindu Putra, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Pemerintah Indonesia tengah menggencarkan literasi dan inklusi keuangan yang bertujuan untuk meningkatkan pemahaman dan aksesibilitas masyarakat terhadap jasa keuangan sehingga masyarakat dapat semakin sejahtera dan terhindar dari maraknya kasus penipuan. Hal ini tercermin dalam optimisme Menteri Keuangan Republik Indonesia, Sri Mulyani Indrawati, yang menargetkan inklusi keuangan digital di Indonesia sebesar 90 persen di 2024 mendatang. Penggiatan program pemerintah ini tentunya menjadikan masyarakat semakin familiar dengan berbagai produk layanan yang dimiliki oleh jasa keuangan. Salah satunya adalah layanan peminjaman uang. Program Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang diinisiasi oleh pemerintah untuk mewujudkan pembiayaan yang aksesibel bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang disalurkan melalui bank milik negara, semakin meningkatkan antusiasme masyarakat terhadap layanan jasa keuangan. Sayangnya respons positif dari masyarakat ini tidak sejalan dengan pemahaman khalayak terhadap kewajiban-kewajiban lainnya yang secara simultan timbul. Salah satunya yaitu miskonsepsi terhadap Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). NPWP hanya dianggap sebagai persyaratan dalam melakukan peminjaman di bank dan dapat diabaikan begitu saja setelah permintaan kredit disetujui pihak bank.
Berdasarkan pengertiannya, NPWP merupakan nomor yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) kepada wajib pajak (sebutan bagi orang pribadi/badan usaha yang memiliki NPWP) untuk menjadi sarana dalam administrasi perpajakan yang digunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas wajib pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
Nah, sebenarnya siapa sih yang wajib memiliki NPWP? Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (UU Ciptaker), yang wajib memiliki NPWP ialah orang pribadi atau badan yang telah memenuhi syarat secara subjektif dan objektif sesuai dengan peraturan yang berlaku. Wajib pajak orang pribadi salah satu syaratnya adalah telah memiliki penghasilan. Di sisi lain, ternyata NPWP juga diperlukan untuk kepentingan di luar administrasi perpajakan, yakni terkait dengan pengurusan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), pembuatan paspor, dan urusan perbankan seperti pembukaan rekening tabungan baru hingga pengajuan kredit.
Dalam hal pengajuan kredit, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menyatakan untuk mewajibkan bagi setiap nasabah bank ataupun asuransi untuk melampirkan NPWP sebagai salah satu syarat administrasinya. Hal ini juga berkaitan dengan program pemerintah untuk memanfaatkan pajak masyarakat dalam menunjang pembagunan infrastruktur, pendidikan, dan fasilitas umum lainnya guna menunjang pembangunan bangsa.
Nah, setiap pengajuan kredit dari calon nasabah akan masuk ke bagian kredit analis terlebih dahulu yang nantinya akan bertugas untuk menganalisis permohonan calon debitur, mulai dari persyaratan umum, khusus, hingga prospek pengembangan uang tersebut digunakan untuk apa nantinya. Dalam hal ini, NPWP digunakan sebagai salah satu komponen untuk memverifikasi data calon debitur. Hal ini sangat penting bagi pihak bank sebagai jaminan untuk mengenal calon debitur dengan memberikan informasi terkait pembayaran pajak dan penghasilan sang calon kreditur yang dibutuhkan oleh bank yang bisa terlihat dari penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan.
Namun, beberapa dari debitur menganggap bahwa memiliki NPWP itu hanya sebagai salah satu bagian dari persyaratan administrasi perbankan saja dan tidak menimbulkan konsekuensi pada kewajiban-kewajiban lain ke depannya. Pada kenyataannya, setelah memiliki NPWP dengan status aktif, wajib pajak akan memiliki kewajiban pajak. Salah satunya yaitu untuk melaporkan penghasilan tahun berjalan dalam SPT Tahunan yang wajib dilaporkan paling lambat akhir bulan maret setiap tahunnya. Jika kewajiban ini tidak dilaksanakan maka terdapat denda atas keterlambatan untuk melaporkan SPT yang dibebankan kepada Wajib Pajak yang telah ditetapkan berdasarkan Undang-Undang yaitu denda sebesar Rp100.000 untuk wajib pajak orang pribadi dan denda sebesar Rp1.000.000 untuk wajib pajak badan usaha atau perusahaan yang beroperasi di Indonesia setiap kali terlambat/tidak menyampaikan SPT Tahunannya.
Maka dari itu, tentu saja sangat sayang apabila calon debitur yang telah berstatus sebagai wajib pajak aktif mendapatkan Surat Tagihan Pajak berisi pemberitahuan pembayaran denda akibat dari keterlambatan melaporkan SPT karena tidak mengetahui apa kewajiban setelah memiliki NPWP tersebut. Jadi, setelah mengajukan kredit di bank, dan mendaftarkan NPWP, ada baiknya para wajib pajak baru ini segera mengakses edukasi perpajakan. Salah satu caranya adalah berkonsultasi ke Kantor Pelayanan Pajak.
*) Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.
- 5995 kali dilihat